Kesalahan-Kesalahan Umum Mahasiswa Ketika Menulis "Kajian Pustaka Skripsi"

in #writing7 years ago (edited)

Baiklah, untuk tulisan kali ini masih dalam tema yang sama dengan sebelumnya (Meramu Latar Belakang Penelitian). Akan tetapi, pembahasan saat ini lebih membahas pada konteks cara membuat kajian pustaka di dalam skripsi.

Saya tidak berbicara teknis, karena tentu saja hal ini banyak dibicarakan di tulisan lainnya di google. Namun, saya lebih berfokus pada beberapa hal yang sering dilewatkan mahasiswa dalam membuat kajian pustakanya.

IMG20180502113104.jpg

Berdasarkan pengalaman pribadi, setidaknya ada tiga poin utama yang cenderung luput dari perhatian mahasiswa di kajian pustaka skripsi:

Tidak Menganggap Penting Penelitian Terdahulu

Di bagian pertama kajian pustaka skripsi atau karya ilmiah lainnya, biasanya kita akan selalu menemukan poin penelitian sebelumnya / dikenal dengan sebutan state of the art

Namun agaknya, poin ini cenderung dianggap sepele oleh mahasiswa ketika meramu kajian pustakanya. Acap kali, mahasiswa terlalu sibuk memikirkan teori dan metode yang tepat untuk digunakan pada skripsi/penelitiannya, sehingga lupa bahwa ide tentang teori/metode bisa saja datang setelah menelusuri kajian-kajian sebelumnya.

Mengapa saya katakan diabaikan?
Hal ini saya dasari dengan melihat beberapa hasil kajian pustaka dan proposal mahasiswa yang dangkal terhadap penelitian terdahulu. Kadang malah tidak mencantumkannya. Atau dicantumkan, tapi tidak secara jelas menggambarkan persamaan/perbedaan penelitian terdahulu tersebut dengan yang akan dilakukan. Baik secara paradigma keilmuan, teori/metode yang digunakan, serta hasil.

Kajian terhadap penelitian terdahulu ini penting dilakukan, supaya calon peneliti mendapatkan gap of study dan standing poin untuk penelitiannya, yaitu menemukan suatu hal berbeda, unik, punya warna khas, daripada yang pernah-pernah dilakukan. Sehingga menghindari tindakan kesamaan, bahkan plagiasi, atau mengulang-ulang penelitian yang sama.

Tidak Paham Akan Paradigma Keilmuan

Memang ada beberapa kampus yang belum mewajibkan mahasiswanya untuk menyertakan paradigma penelitian di dalam kajian pustakanya. Akan tetapi, poin ini pada dasarnya teramat sangat penting bagi seorang peneliti, terutama sebagai dasar/fondasi awal yang mengarahkan sifat dan desain penelitiannya.

Paradigma ilmu adalah fondasi dasar ilmu atau cara seseorang memandang dirinya dan lingkungan sekitarnya. Sehingga berpengaruh terhadap caranya berpikir, bersikap dan berperilaku. Paradigma dalam penelitian adalah seperti "kacamata kuda", yang mengarahkan peneliti untuk memandang permasalahan dan kajian sesuai dengan kacamata yang digunakan pada satu arah saja, dan mengaburkan alur berpikir lainnya.

Pilihan paradigma keilmuan akan memberikan arah kelompok teori mana yang sesuai digunakan dan menentukan metode penelitian yang tepat untuk digunakan. Tidak semua pilihan teori dapat diaplikasi dalam metode penelitian tertentu. Ada pilihan teori yang bisa dikaji secara kuantitatif, ada juga yang hanya bisa dikaji secara kualitatif, bahkan ada kelompok teori yang bisa dikaji dengan dua pendekatan sekaligus.

Kok bisa? Hal ini tentu saja berkaitan langsung dengan jenis paradigma yang digunakan peneliti. Pilihan dan orientasi paradigma keilmuan akan memberikan pemetaan teori sesuai pada alur dan konteks dasar keilmuan. Dan tentu saja ini luput dari perhatian mahasiswa. Sehingga risikonya, mahasiswa sering menetapkan pilihan teori dan metode penelitian yang tidak tepat, dan justru berpengaruh pada hasil akhir penelitian yang dilakukan.

Khususnya di dalam Ilmu Sosial, ada banyak kelompok paradigma Ilmu Sosial, seperti Positivistik, Pos-Positivistik, Kritis, Interpretif, atau Konstruktivis. Silahkan dipelajari.

Terlalu Banyak Menggunakan Teori dan Konsep

Dan...yang paling sering ditemui dalam proposal penelitian yang disusun oleh peneliti pemula/mahasiswa adalah tinjauan pustaka yang menampilkan terlalu banyak teori. Kadang-kadang lebih dari dua teori + konsep lainnya.

Hal ini tidak salah sebenarnya. Jika pilihan teori yang digunakan tepat dan tidak menyulitkan peneliti. Juga sesuai dengan pemetaan paradigma keilmuan. Pertanyaannya, sanggupkah mahasiswa sebagai peneliti pemula menjabarkan banyak teori di hasil dan pembahasan nantinya?

Prinsipnya adalah gunakan teori-teori yang dibutuhkan peneliti untuk menjawab permasalahan. Bukan teori yang paling benar. Pilihan teori pun harus dapat saling mendukung satu sama lainnya, bukan justru yang bertentangan.

Oleh karena itulah, bagi peneliti pemula alangkah baiknya untuk tidak terjebak pada terlalu banyak teori. Terlebih lagi jika pemahaman terhadap teori dangkal dan lemah, sehingga ada keraguan apakah teori itu dapat saling mendukung untuk menjawab permasalahan atau tidak.

Maka tentukan saja satu grand theory sebagai teori utama yang relevan, dan kemudian ditambah dengan satu/dua pilihan konsep yang berhubungan.

Jangan sampai dibuat repot oleh teori. Pilihan teori akan menentukan hasil dan pembahasan. Setiap teori yang digunakan, harusnya digunakan pula ketika membahas hasil. Jika ada terlalu banyak, maka dikhawatirkan hanya memusingkan peneliti dan membuat arah kajian terlalu meluas.

Jadi, jangan menjadi rakus memilih teori. Selow sajalah ya. Sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, sehingga tidak dipersulitkan.

IMG20180502132241.jpg

Sort:  

Bereh that buk dosen nyo😄
Mantap 👍

Hehe, biasa aja bang. Sesuai konteksnya. 😄

Pokok nya the best buat kak @putrimaulina90👍😁

Hehehe. Dani lebih best lagilah..😆

Ini kalau dibaca sama mahasiswanya bisa klepek-klepek, Buk @putrimaulina90 😂
sharekan linknya ke group anak bimbingannya buk 🤣

Haha. Ini ceramah buat mahasiswa hampir di setiap bimbingan. Kayaknya perlu dishare biar membekas..

Seandainya punya pembimbing skripsi seperti kak Putri. Hihi

Haha. Sini biar kami bimbing. 😂

Ahaaa...
Serius ni kak. Anak hukum lo ni. 😂

Mantap ini ibu @putrimaulina90. Pelajaran penting utk mahasiswa semester akhir. Agaknya terkait paradigma keilmuan perlu sedikit diperdalam. Disitu juga menjelaskan masih belum semua kampus menyertakan tentang paradigma, padahal itu penting menurut penjelasannya.

Masalah paradigma agaknya perlu buat tulisan lainnya, biar ada pencerahan.
Iya, ga semua kampus menerapkan. Apalagi di Aceh. Padahal, kampus di luar Aceh rata-rata menekankan masalah paradigma di kajian teoritisnya. Biar jenis penelitian dan posisi peneliti jelas di mana.
Aceh ntahlah, masih pake sistem jadul mungkin. Atau ga mau repot sama masalah paradigma, karna lumayan bakal mengkotak-kotakkan peneliti atau membuat kaku penelitian. Homlah bang.