Ibu jarang sekali mengizinkan kami anak-anaknya membeli jajanan berbuka diluaran. Beliau bersama dua adik perempuanku menyiapkan sendiri menu berbuka di rumah. Kami anak-anaknya hanya menyampaikan apa yang ingin kami nikmati sebagai menu berbuka. Beliau akan menyiapkan makanan berbuka dengan pilihan menu suara terbanyak.
Makanya, sejak jam 3 sore atau paling lambat setelah salat ashar, beliau sudah bergelut didapur. Menyiapkan semua kebutuhan berbuka puasa bagi kami semua. Mulai dari menu utama hingga penganan-penganan sebagai menu tambahan saat berbuka puasa.
Ba'da zuhur bapak, atau aku yang kebagian berbelanja segala bahan-bahan untuk diolah ibu didapur. Walau sebagian besar anak-anaknya telah keluar dari rumah, menikah ataupun melanjutkan pendidikan, kebiasaan itu masih tetap berlangsung dirumah.
Berbeda dengan kondisi dikota, dimana sebagian besar warganya terikat dengan waktu pekerjaan, baik dipemerintahan maupun swasta. Waktu yang tersisa saat kembali bekerja kadang tak cukup untuk menyiapkan semua hal tersebut. Pilihan satu-satunya adalah membeli diluar.
Maka tak heran, hampir setiap jalan-jalan raya selalu dipenuhi penjaja menu berbuka. Bermacam pilihan. Mulai kelas ringan hingga kelas berat. Mulai puding hingga kuah beulangong, semua tersedia. Tinggal memilih mana yang hendak disantap untuk menu berbuka.
Sesekali waktu ingin rasanya menikmati hasil masakan sendiri untuk pilihan menu berbuka. Kadang itu hanya bisa kulakukan saat hari-hari tertentu saja. Walaupun tak senikmat masakan ibu, setidaknya bisa mengulang kenangan saat masa-masa dulu. Berkumpul bersama keluarga menikmati saat berbuka puasa dengan menu buatan rumahan sebagaimana yang pernah ku sampaikan pada postingan Berbagi Peran, Menunaikan Tanggungjawab
Lebih hemat jajan kalau sekarang, tapi kita jadi kehilangan kebiasaan bertukar menu dengan tetangga ya?
Tentu kak @cicisaja. tak ada yang bisa di tukar jika jajan hanya pas-pasan 😂😂😂😂😂