Banyak orang mengatakan bahwa cinta lebih memberikan gelegar dan energi besar pada jiwa dan spiritualisme dibandingkan hal-hal fisikal. Seks misalnya.
Bagi saya, ciuman sayang dan pelukan erat lebih memberikan makna yang mendalam dibandingkan petting, necking, French kiss (ciuman dengan gairah seks dan balutan lidah dan mulut yang meracap), hingga intercourse sekalipun.
Itu salah satu yang diperlihatkan oleh presiden perempuan Kroasia, Kolinda Grabar-Kitarovic, ketika perayaan kemenangan Perancis melawan Kroasia. Ia membagi pelukan dengan senyum tulus dan penuh kasih.
Kolinda menjadi magnit tersendiri saat finale Piala Dunia itu, disamping pertandingan yang paling atraktif dalam duapuluh tahun terakhir.
Kita sering melihat finale yang anti klimaks seperti finale Liga Champion antara Madrid dan Liverpool. Bagi saya itu bukan saja finale berasa asin, tapi juga memalukan. Hal memalukan bukan saja penampilan kiper Liverpool, Loris Karius, yang demam panggung, tapi juga sifat licik bek Madrid, Sergio Ramos, yang "mematahkan" lengan Mohammad Salah. Jadilah finale yang sama membosankan seperti ketika Madrid melawan Valencia awal tahun 2000, atau Madrid melawan Juventus pada tahun lalu.
Finale tahun ini sangat menggairahkan. Sikap agresif Kroasia dihadapi Perancis dengan taktis dan cerdas. Satu-satunya yang mengganggu adalah penggunaan Video Assistant Referee (VAR) yang menyebabkan pertandingan sepakbola kehilangan sisi humanisme.
Saat itu pertandingan sedang seru-serunya, pada posisi 1-1, tiba-tiba insiden yang melibatkan Ivan Perisic menyebabkan wasit harus melihat VAR. Wasit pun sempat ragu, meskipun akhirnya ia memutuskan penalti.
Kemudian hari tenyata putusan itu pun dianggap salah, karena situasi yang tak mungkin mengelak karena jarak bola yang teramat dekat dan tangannya yang tak aktif. Akhirnya drama piala dunia dimenangkan Perancis. Negara Three-Color itu menang dari negara Balkan pecahan Yugoslavia, 4 - 2. Proficiat!
Namun drama tak berhenti di situ. Kolinda yang menjadi perwakilan Kroasia naik di atas panggung. Ia bukan hanya membesarkan hati tim Kroasia yang main dengan gagah berani, tapi juga menyelamati pemain Perancis dengan pelukan. Ya, pelukan tulus dari seorang ibu kepada tim yang mengalahkan negaranya. Sikap Kolinda ini akhirnya "memaksa" Emmanuel Macron, Presiden Perancis, untuk melakukan hal yang sama.
Sikap Kolinda dan pelukannya itu menjadi tanda cinta yang besar seorang pemimpin terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Seberapa keras pun persaingan yang Kau hadapi, ketika semuanya usai, harus disikapi dengan tenang. Tak perlu ada kesedihan mendalam, karena esok masih ada harapan.
Hadapi hari depan dengan penuh optimis. Berikan dekapan untuk menjaga semangat agar lebih baik lagi.
Kolinda Graber-Kitarovic, You're the greatest woman right now. Your hugs to everyone mean something, not only for those persons but the world. You have opened the people's eyes that a hug can melt the hostility and increase the love in the heart.
We are proud of you. You're the real winner in this competition.
20 Juli 2018
Pemimpin yang menghargai kerja keras rakyatnya, tidak hanya menghargai disaat rakyatnya sukses memberikan kebanggaan pada Negara @teukukemalfasya, semoga semua pemimpin didunia bisa menghargai kerja keras rakyatnya dalam membanggakan Negaranya.
Ya... Itu pemimpin yang bukan hanya dekat dengan rakyat, tapi juga mencintai... love to see her attitude to the people
Saya kalo menonton Kroasia main, yang jadi perhatian utama saya adalah presidennya. Dia sangat aktif mendukung negaranya. Menjadi penggila bola sejati, ia kerap memamerkan foto mengenakan jersey kebanggaan negaranya.
Meski timnya kalah, namun sosok Kolinda Grabar-Kitarovic tampaknya menjadi pemenang di hati saya😂
Dia berjiwa besar.... pantas saja. Dia dididik disiplin secara militer tapi memiliki otak seperti akademisi