Sebuah Kisah Pribadi Perjalanan ke Siak
oleh : Ihsan Subhan
Foto : riauonline (Jembatan Tengku Agung Sultanah Siak)
Sungai siak di Provinsi Riau yang terkenal itu, dengan jembaatan panjang dan luas, serta bersih dari segala marabahaya (hehe) dan terbentang indah dipandang. Di sana, saya sempat menginap di asrama haji milik Pemkab Siak, dalam acara Temu Sastrawan Nusantara. Waktu itu momentumnya adalah Hari Puisi Indonesia. Perjalanan yang panjang dari Pulau Jawa ke Sumatra cukup melelahkan. Dari mulai naik pesawat, sampai mobil travel dan ojek untuk menuju surga alam itu.
Sebelumnya saya belum pernah ke Riau. Masih terasa asing dengan suasana kota dan orang-orangnya. Banyak perbedaan kultur di Riau dengan tempat tinggalku di tanah Sunda. Inilah keanekaragaman Indonesia. Meskipun kita berbeda bahasa, gaya, dan kebudayaan. Kita masih bisa disatukan, dengan cara-cara hukum Indonesia, bahasa Indonesia, dan sama-sama memiliki agama, sebagai jalan kehidupan yang baik.
(Foto : Ihsan Subhan)
Hari pertama saya menginap di suatu kantor/sekretariat Pendaki Gunung Indonesia (PGI) bersama seorang teman asli orang Pekanbaru, dan tinggal di saja juga. Riau tidak memiliki gunung dan bukit yang banyal, Riau didominasi oleh sungai dan pohon-pohon sawit, juga pohon-pohon kayu besar. Udara di malam hari tidak terlalu dingin. Tidak seperti di Jawa Barat, yang saya rasakan begitu sejuk. Perbedaan suhu ini, akhirnya bisa saya sesuaikan. Bisa saya atasi dengan mudah.
Pagi sudah tiba dengan teriknya matahari. Matahari di sana cukup memecut kulitku di pagi hari. Sekitar pukul 07.00, seperti sudah siang pukul 12.00. Suasana perumahan yang damai. Kami mencari sarapan di sekitar jalan raya di sana, banyak pilihan jenis makanan, dari mulai bubur, nasi padang, nasi rames, lontong sayur. Sama persis menunya dengan di daerah saya. Hanya saja mungkin yang membedakannya adalah, dari racikan dan takaran bumbunya. Waktu itu saya sarapan dengan nasi goreng Riau. Bahan dasarnya masih pakai nasi, tapi rasanya agak cukup berbeda, agak pedas dan kemirinya terasa kental. Kalau masalah harga masih standar dan tidak mahal.
Selain sarapan pagi yang berkesan, suasana di sana pun membuat saya kebingungan. Di sana jarang sekali ada angkutan umum semacam "Angkot". Kata seorang teman, di Pekanbaru mungkin sudah banyak sekali memiliki kendaraan pribadi, paling jika ingin naik angkutan umum, hanya bisa menggunakan jasa travel atau taxi pun ada. Becak masih ada juga.
(Foto : Ubay Dillah A/ Ihsan Subhan Bersama Presiden Penyair Indonesia Sutardji Calzum Bachri)
Saya berangkat dari Pekanbaru menggunakan jasa travel. Cukup dengan membayar Rp. 45.000, saya bisa sampai di Kabupaten Siak. Di perjalanan menuju ke Siak, saya menikmati pemandangan yang jarang sekali ditemui di Jawa Barat. Banyak sekali pohon kelapa sawit sepanjang jalan, entah berapa hektar perkebunan sawit tersebut. Tidak ada bukit, rumah penduduk pun sedikit, tapi jalan jalur ke sana mulus, dan langka kendaraan. Saking mulus dan langkanya kendaraan di sana, sopir travel mengendarai mobil vans-nya dengan cepat.
Signal ponsel saya selama di perjalanan begitu minim, bahkan sampai hilang. Tapi tidak begitu menyiksa, sebab selama perjalanan dengan pemandangan yang asing, sudah terbayar lunas. Saya menikmatinya dengan girang, dan banyak berbincang juga dengan pengemudi travel. Saling bertukar informasi tentang kota yang kita tempati masing-masing.
Follow : @subhanihsan