Layaknya orang yang sedang merindu yang akan bergembira ketika bertemu dengan apa yang dirindukannya, saya yang sedang merindukan hujan juga bergembira saat hujan kembali turun di Pulau Telaga Besar. Tidak seperti di bulan Maret-April dimana hujan hanya satu-dua kali turun dalam sebulan, di bulan Mei hujan kembali rutin turun. Dan setiap hujan turun, saya selalu menyambutnya dengan gembira dan rasa syukur kepada Allah Swt.
Dan salah satu ekspresi kegembiraan saya terhadap datangnya air hujan adalah pada suatu sore di hari Jumat, 20 Mei 2016.
Sore hari tersebut saya, Pak Rian, Pak Dedi, dan Bang Iman sedang membuat dekorasi untuk resepsi pernikahan Pak Sahrul di rumah Pak Handri (kakak Pak Sahrul). Menjelang pekerjaan dekorasi selesai, hujan turun dengan sangat lebat.
Usai menyelesaikan pekerjaan, kami hanya bersantai sejenak. Bagi saya dan Pak Sayuti, datangnya hujan berarti saatnya ember, baskom, atau apalah namanya dikeluarkan untuk menampung air hujan agar untuk sementara tidak akan ada cerita mengangkut air. Untuk itulah, walaupun hujan masih deras, kami berlari pulang ke rumah untuk menampung air hujan. Bagi kami, rasanya lebih baik menggunakan air hujan untuk mandi dan keperluan lainnya daripada harus terus mengangkut air. Apalagi air hujan memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki air dari sumur di sini yakni lebih jernih.
Setelah beberapa kali menuangkan air hujan dari ember dan baskom ke dalam bak mandi, saya dan Pak Rian kemudian berniat untuk hujan-hujanan atau mandi air hujan (saya bingung harus menggunakan istilah apa) seperti anak-anak yang berlari-lari ceria menikmati hujan. Namun sayangnya, baru sesaat kami keluar rumah, curah hujan yang turun berkurang. Yang ada hanya tinggal gerimis.
Beruntung pak Dedi bisa mengalihkan kekecewaan saya dan pak Rian dengan mengajak berenang di laut (orang sini menyebutnya mandi air masin). Saya dan Pak Rian tentu tidak keberatan. Maka bergegaslah kami ditambah Jeri (siswa Kelas 8) menuju pelabuhan dimana di sana biasa dijadikan tempat untuk berenang oleh anak-anak.
Karena air laut di pelabuhan cukup dalam, kami bertiga memutuskan menggunakan alat pelampung. Pak Rian dan Pak Dedi menggunakan pelampung karena tidak mau cape-cape berenang, sementara saya sendiri tidak menggunakan pelampung karena memang saya tidak kebagian pelampung lagi. Hehe
Dengan alat pelampung itulah kami menikmati kegembiraan mengapung di air laut yang jernih sambil merasakan rintik-rintik hujan yang tersisa.
Beberapa saat kemudian, kegembiraan kami tersebut diikuti oleh segerombolan anak-anak. Mereka tanpa ragu melompat terjun ke dalam air dari pelabuhan yang tingginya sekitar 4 meter di atas permukaan air laut. Ada yang asal lompat, melompat lurus layaknya atlit renang, dan ada juga yang melompat salto ala atlit loncat indah.
Saya sebetulnya iri pada mereka yang bisa melompat dengan gembira dari atas pelabuhan. Tapi setelah dipikir-pikir, aneh rasanya jika terjun ke dalam air dengan menggunakan tangga pelabuhan. Hehehe
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://mrianarisandi.blogspot.com/#!