Malam yang dingin di tahun 2017 lalu, saya dengan seksama mendengar materi sinematografi yang disampaikan oleh Daniel Rudi Haryanto. Saat itu saya menjadi supervisi untuk film dokumenter yang akan diproduksi oleh para sineas muda dalam rangkaian kompetisi Aceh Documentary Competition 2017.
Mas Daniel, begitu panggilan akrabnya, memulai materi dari frame sebuah gambar. Beliau kemudian menggambar bentuk-bentuk manusia sedang duduk, berdiri, berlutut dalam sebuah kotak persegi panjang. Kemudian melanjutkan dengan gambar yang lain dalam kotak selanjutnya. Tidak seorangpun dari kami yang memahami apa maksud beliau dengan gambar tersebut.
Setelah selesai menggambar, Mas Daniel berbalik ke arah kami
Ada yang tau itu apa?
Sambil menunjuk ke arah gambar tadi Mas Daniel kemudian menjelaskan model sinematografi paling tua di Indonesia. Kita patut berbangga dengan mahakarya yang telah dihasilkan oleh pendahulu kita di Indonesia.
Gambar tadi adalah pahatan-pahatan yang terdapat di dinding candi Borobudur. Jika kita memperhatikan lebih seksama, ia memiliki blok-blok yang menjadi frame untuk mengisahkan sebuah shoot bahkan scene dari satu cerita.
Para pemahat Borobudur ini menggunakan model full shoot untuk menceritakan kisah demi kisah dari kehidupan manusia. Ada yang menceritakan tentang sifat kedermawanan, memuja dewa, gotong royong, pengemis, dll.
Sembilan bulan kemudian, saya berdiri tepat 40 cm dari pahatan yang digambarkan Mas Daniel pada pemaparan materi sinematografi di Aceh Documentary Competition 2017. Ada perasaan kagum dengan pencapaian yang visioner dari seniman purbakala ini. Gambar yang mereka tinggalkan pada batu itu menjadi cikal bakal sinematografi zaman ini.
Bagi saya, ini merupakan kunjungan pertama kali ke candi yang saya kenal pada buku RPUL Sekolah Dasar sebagai salah satu dari keajaiban dunia. Berada di antara pengunjung yang sedang mengabadikan candi ke dalam kameranya, saya justru berjalan dan terus memandang pahatan demi pahatan. Sesekali berhenti dan berusaha mempelajari komposisi yang ada dalam salah satu blok dari pahatan tersebut.
Dibawah terik matahari yang menyengat, saya masih tertegun lama dengan mahakarya Indonesia. Tenggelam diantara wisatawan yang berswafoto dengan senyuman manis khas masing-masing. Mereka yang memahat blok-blok frame filmmaker yang terlupakan oleh videografer zaman sekarang. Mereka dengan berani menambah kata-kata cinematic pada videonya.
Inilah yang dinamakan, berjalan bukan sekadar berjalan, jika berjalan cuma untuk melenakan langkah, semua orang bisa, tapi bisakah kaki yang terlena itu memberi isi bagi ruang pikir kita?
Iya. Setiap perjalanan bukan hanya prestasi "sebagai yang pertama" mengunjungi atau sudah "berapa kali" mengunjungi. Sebuah tempat pasti memberikan aura berbeda bagi setiap orang.
Thank you for taking part in this months #culturevulture challenge. Good Luck.
thank you
Perjalanan yang luar biasa,,, keep steem on!
Ayok kita jalan lagi bang Hadi... cokeh kak @lusanamaya wkwkw
Aaaaah kena cukis ya...haha...ayo nge trip lagi...kalo ke sini kami sudah pernah dek...pas honeymoon hihi...tapi berapa x pun kembali kemari ga pernah bosan...hehe
Jangan ke sini lagi. Palak liat abg-abg jualan gantungan kunci kejar-kejar suruh beli hahaha
Hahaha...asal ga di kejar2 banci aja dek
Wkwkwk anggap aja fans ka @lusanamaya hehe
Perjalanan yang luar biasa bang @akbarrafs
Itulah, maunya @gethachan ikut
Asyik... Ayokk atuh nanti kita berpetualang bareng bang @akbarrafs hehe
sip bawa jalan-jalan Bandung ya
Siappp ka @akbarrafs
Hawa aku aku untuk kesana
Haha..padahal dia udah pernah
Borobudur adalah mahakarya kelas dunia yang tidak kalah sama piramida gizza di mesir
Benar. Indonesia patut berbangga
hai hai ... kembali lagi di steemit, makasih anak muda atas semangatnya dikompor komporin lagi untuk menulis hehe
kayaknya emg harus bakar nih hahaha