SUTRAH DALAM SHALAT.
( Bagian Pertama ).
Sebuah pembahasan yang sangat perlu dimengerti oleh seorang yang akan Shalat, terkait dengan hukum menggunakan Sutrah.
Berikut akan kami tuliskan beberapa Faidah penting terkait dengan Hukum menggunakan Sutrah, semoga menjadi tambahan Ilmu yang bermanfaat.
Faidah pertama :
Definisi Sutrah .
Sutrah Adalah pembatas antara seorang yang Shalat dengan lalu lalangnya manusia.
Faidah Kedua :
Ukuran Sutrah.
Ukuran yang dibenarkan dalam sutrah adalah minimal seperti MU’KHIRATUR RAHLI, yaitu tempat bersandarnya penunggang onta, yaitu kurang lebih 2/3 Hasta.
Dalilnya Sabda Rasulullah,
ketika diberitahu lalu lalang binatang dihadapan orang yang Shalat : " Kalian letakkan seperti Mu’khiratu Rahli didepanmu, kemudian tidak membahayakan apa yang lewat dihadapannya. ( HR Muslim dari Talhah bin Ubaidillah ).
Berkata Al Imam An Nawawi Rahimahullah :
Didalam Hadist Diatas terdapat Anjuran untuk menggunakan Sutrah dihadapan orang yang Shalat. Dan juga menunjukkan bahwa batas minimal Sutrah adalah seperti tempat sandaran pelana Onta. Yaitu kurang lebih 2/3 hasta dan dianggap juga sutrah dengan apa yang bisa diberdirikan dihadapannya. ( Syarh Muslim : 4/216 )
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah :
Sutrah Yang Utama Adalah seperti tempat sandar pelana onta, yaitu kurang lebih 2/3 Hasta. ( Fatawa Ibn Utsaimin : 13/326 ).
Maka jika bisa menggunakan sutrah yang lebih panjang, itu lebih utama.
Faidah ketiga :
Hukum menggunakan Sutrah.
Terjadi perselisihan dikalangan Ulama tentang hukum menggunakan Sutrah :
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa sutrah itu Sunnah, seperti Al Imam An Nawawi, Ibnu Qudamah, dan dari kalangan Ulama Mu’ashirin Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh bin Baz Rahimahullah.
Dalilnya adalah Hadist Ibnu Abbas, Bahwa Rasulullah Shalat dimina dengan Shahabat dalam keadaan tidak menghadap tembok . ( Hr Bukhari dan Muslim ).
Juga Hadist Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la,
beliau ditanya, apakah Rasulullah Shalat dalam keadaan didepannya ada Tombak kecil ? beliau menjawab : Tidak.
Sedangkan Madzhab Imam Ahmad dalam satu riwayat, dan Yang dhahir dari pendapat Ibnu Huzaimah, bahwa sutrah hukumnya Wajib.
Mereka berdalil dengan Hadist Abdullah bin Umar, Bahwa Rasulullah keluar untuk Shalat dimushalla lalu beliau menyuruh untuk diambilkan Hirbah ( tombak kecil ) lalu beliau menancapkan didepannya ( Bukhari dan Muslim ).
Rasulullah juga bersabda : Janganlah kalian Shalat kecuali menghadap ke sutrah ( HR Ibnu Huzaimah dan disahihkan oleh Al Albany didalam Sifat Shalat Nabi )
Dan Asal dalam perintah Rasulullah menunjukkan hukum Wajib, demikian disebutkan dalam Qaidah Usuliyyah.
Kemudian, kebiasaan Rasulullah dalam Shalat tidak pernah meninggalkan Sutrah menjadi dalil bahwa hukumnya Wajib.
Karena masuk kedalam keumuman Sabda Rasul : Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat .
Dari dua pendapat diatas, yang lebih Shahih Wallahu A’lam adalah pendapat kedua, dan ini yang dipilih oleh Syaikh Al Albany dalam kitab Sifat Shalat Nabi.
Adapun dalil yang dijadikan Jumhur Ulama, tidak secara jelas menunjukan bahwa Rasulullah tidak menggunakan Sutrah, seperti dalam Hadist Bahwa Rasulullah Shalat dimina dengan Shahabat tidak menghadap tembok . ( Hr Bukhari dan Muslim ).
Bukan berarti beliau tidak menghadap tembok lalu beliau tidak menggunakan Sutrah, Wallahu A’lam.
Adapun Hadist Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la, beliau ditanya, apakah Rasulullah Shalat dalam keadaan didepannya ada Tombak kecil ? beliau menjawab : Tidak.
Para Ulama menghukumi Hadist Ibnu Abbas dengan Munqati’ ( terputus ) Antara Yahya Al Jazzar perowi dari Ibnu Abbas, dengan Abdullah bin Abbas, demikian disebutkan dalam kitab Jami’ At Tahshil karya Al ‘Alai Rahimahullah.
Sehingga pendapat yang mengatakan Wajib In Sya Allah lebih dekat kepada kebenaran. Wallahu A’lam.
Faidah Ke empat : Bagi yang mengikuti MAdzhab Jumhur Ulama, tentunya tidak mengabaikan Sutrah, karena Ulama telah menukil Ijma’ tentang Sunahnya Sutrah, sebagaimana dinukil oleh Abu Hamid Dari Ulama Syafiiyyah dan Al Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni ( 2/67 ).
Wallahu A’lam bishowab
Hamba Allah : Imam Abu Abdillah