Saat itu senja telah tiba. Sinar sang surya yang panas menyengat segera meredup.Tampak dibarat, matahari terbenam dengan sinarnya yang kemerah-merahan. Pemandangan itu sangat indah namun tiba-tiba langit mendung dan hujan turun. Tampak Ira terpaku disudut kamarnya. Ia ingat segalanya, semua tentang Ryan. Perlahan-lahan Ira menghampiri jendela kamarnya dan memandangi hujan yang turun.
Setahun yang lalu ia berjumpa dengan Ryan. Kala itu Ryan dan dirinya sama-sama terperangkap dalam hujan. Seusai mengikuti eskul basket disekolah Ira beristirahat dan bermaksud untuk pulang ke rumah namun tiba-tiba langit mendung dan hujan deraspun turun.Ira segera berlari dan berlindung disudut bangunan sekolah. Lama Ira dan teman-temannya menanti hujan reda. Hujan deraspun mulai mereda,tinggal titik-titik gerimis yang berjatuhan membasahi dedaunan. Tak terasa ada seseorang yang sejak tadi memperhatikannya. Dia adalah Ryan anak baru, pindahan dari Yogyakarta. Ryan tergolong anak yang baik dan pintar di sekolahnya.
"Belum pulang Ir?"tanya Ryan menyapaku.
"Eh, kamu Ryan. Belum nih soalnya masih gerimis."kataku singkat.
"Ah, gerimis sedikit kan ngak apa-apa."
"Iya sih, tapi kalau aku kena hujan bisa-bisa penyakit demamku bisa kambuh."jawabku singkat.
Ryan tersenyum mendengar jawabanku. Aku tidak tahu apa maksud dari senyuman itu. Tapi aku yakin dia cukup puas mendengar semua jawabanku. Ryan memandangi langit.Tak terasa gerimispun mulai mereda dan waktu tidak memungkinkan kami berlama-lama disana. Ryan mengajakku untuk pulang. Kami berjalan bersama ditengah gerimis yang mulai mereda. Disanalah awal cintaku dengan Ryan.
Kenangan itu masih membekas dihatiku dan hingga kini tetap kuingat awal percintaan kami. Hingga akhirnya aku tahu Ryan meninggalkanku untuk selama-lamanya. Aku curiga disaat latihan basket, Ryan tampak kelihatan letih meskipun dia bersemangat untuk memasukkan bola kedalam ring. Aku bertanya apa yang sedang terjadi pada dirinya, namun dia berkata "aku baik-baik saja Ir."
Dari sorot matanya aku tahu dia menyimpan sesuatu padaku, entah apa aku tak tahu.Hingga akhirnya kutahu dia terserang lever yang menggerogoti tubuhnya.
Ketika hari senin saat upacara bendera aku lihat dia tidak ada dibarisannya. Biasanya Ryan paling depan karena dia sendiri adalah seorang ketua kelas yang harus bertanggung jawab terhadap kelasnya. Seusai upacara bendera kucari Ryan dikelasnya namun tidak tampak dia ada disitu.Kutanyakan saja perihal Ryan pada Edo, teman karibnya dan alangkah terkejutnya aku saat Edo berkata bahwa Ryan minggu kemarin sakit dan sekarang sedang dirawat dirumah sakit. Pantas saja malam minggu dia tidak apel kerumahku, rupanya dia sedang sakit. Aku tak mengira sebelumnya bahwa akan terjadi musibah ini. Edo berpesan agar aku mau melihatnya dirumah sakit besok sepulang sekolah. Menurut Edo, Ryan sakitnya parah karena banyak kehilangan cairan dalam tubuhnya. Aku putuskan, aku akan melihatnya besok sepulang sekolah dan membawakan apel kesukaannya. Moga-moga dia cepat sembuh pikirku.Ya, hanya..
Ya,hanya itulah harapanku padanya.
Harapan tak seindah kenyataan itulah yang sedang kuhadapi. Aku berharap agar Ryan cepat sembuh tapi takdir menentukan lain. Ryan bertambah parah dan satu yang tak kusadari bahwa Ryan akan pergi dari sisiku untuk selamanya. Ditengah nafas terakhirnya Ryan masih menyebut namaku dan menitipkan sesuatu pada Edo temannya untukku.
Aku menangis saat Edo menyampaikan berita kematiannya.
"Dia sudah pulang Ir, tadi malam dengan tenang dirumah sakit."
Itulah kata-kata terakhir yang disampaikan Edo padaku.Nafasku tercekat, kuingin menangis namun kutahan.Aku menyesal, menangisi diriku sendiri mengapa aku tak berada disisinya disaat hari-hari terakhir baginya. Harapanku tinggallah kehampaan dan aku diliputi perasaan menyesal yang sangat dalam karena selama ini aku tak begitu memperhatikannya.
"Sudahlah Ir,tak perlu kau sesali. "kata Edo membuyarkan lamunanku.
Ya, memang tak perlu disesali lagi karena semuanya telah terjadi. Aku berharap Ryan diterima disisi_Nya dengan baik. Edo memberikan kado yang diberikan Ryan untukku.
"Ira terimalah kado ini dari Ryan. "kata Edo tampak sedih.
"Apa isinya Do? "tanyaku padanya.
"Entahlah."jawabnya
"Sebaiknya kau buka saja. "kata Edo menyuruhku membuka kado itu.
Kubuka kado yang diberikan Ryan padaku. Kulihat selembar surat dan sebentuk cincin bermata putih. Seputih hatinya, hati Ryan yang selalu mencintaiku dengan tulus. Kata-katanya sangat menyejukkan hatiku walaupun penuh makna yang sangat dalam.
"Maafkan aku selama ini Ira."
Itulah goresan kata-kata Ryan yang terakhir kalinya untukku. Aku menutup surat itu kembali dan memakai cincin yang diberikan Ryan padaku.
Biarlah cincin ini menjadi kenangan bagiku. Aku menatap Edo, tampak dia menganggukkan kepalanya .Kami berpandangan dan dia tersenyum padaku sambil berkata.
"Kau pantas memakainya Ira, sebagai kenangan Ryan untukmu. "kata Edo membesarkan hatiku.
"Tak perlu kau sesali, cobalah untuk melupakan kesedihan itu."
Aku hanya mengangguk mendengar jawabannya. Edo pun lalu pergi dari hadapanku dan tinggallah aku sendiri ditemani dengan kesedihan.
Aku terpaku dan timbullah keberanianku untuk melihatnya walaupun dia tak bernyawa lagi. Mungkin itulah tanda cintaku padanya untuk yang terakhir kalinya. Sebelum Ryan menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Aku akan berada disisinya dan mengucapkan kata selamat berpisah. Aku harus tabah dalam menghadapi cobaan ini.
Hujan deras mulai mereda. Langit tak lagi mendung.Ira menyibak tirai jendela, ia menarik nafas panjang lalu menutup tirai jendela itu kembali. Dengan demikian ia menutup dirinya dan masa lalunya yang penuh duka.
Biarlah itu menjadi kenangan yang indah walaupun ada kesedihan didalamnya. Ira akan menatap hari esok yang lebih ceria bersama impian dihatinya. Ya, itulah harapannya saat ini dan dia berjanji akan mengingat kenangan ini sampai kapanpun.
salam penulis,
@tanpa.batas