Bagian ini lanjutan dari postingan sebelumnya yang berjudul, "Aku pergi." bagi yang belum membaca postingan sebelumnya, silahkan baca dulu dan kemudian lanjutkan membaca bagian ini. Terimakasih
Tubuh ara sudah terbujur kaku di kamar mayat. Tidak ada lagi kehidupan di sana. Wajah cantiknya sudah putih memucat karena tidak ada aliran darah yang mengalir lagi. Dia memilih mengakhiri semuanya dengan bunuh diri. Kesakitan yang selama ini di pendamnya sendiri di akhiri. Semua bagian dari kehidupan ini akan berakhir dan tidak ada satupun yang tau jika dia memilih akhir yang mengenaskan.
Ibunya menatap tubuh kaku Ara dengan kesedihan yang mendalam. Semua rasa bersalah mengutuk dirinya dengan dalam. Air mata sudah sedari tadi mengalir deras tidak bisa berhenti. Semuanya terasa begitu menyakitkan. bahkan jikapun tidak mungkin terjadi, bisakah waktu berputar ulang sebentar saja dan ibunya berjanji pada dirinya sendiri akan memperbaiki kesalahannya pada Ara. Permohonan kecil Ara untuk di restui dengan Ahmed tentu tidak akan berat untuk di berikan.
Semakin memikirkannya, semakin dadanya di hujam keras hingga terasa begitu menyakitkan. kenyataan bahwa waktu tidak akan bisa berputar ulang. Lututnya bergetar hebat dan dia jatuh terduduk menangis keras. Dia tidak siap menerima kenyataan pahit ini.
“Sayang bangunlah, jangan seperti ini.” Suami barunya yang tak lain adalah ayah tiri Ara menarik lengannya dan membawa tubuhnya kedalam pelukan.
“Bagaimana aku bisa memaafkan diriku. Ara seperti ini karena kesalahanku.” Tangisnya kembali pecah di dada suaminya.
“Itu bukan sepenuhnya salahmu. Kamu bahkan tidak tau Ara semenderita itu. Dia menutup semua kesakitannya sendirian.”
“Tapi ibu macam apa aku yang bahkan tidak mengetahui kondisi anakku sendiri.”
“Istighfar sayang.”
Sebenarnya ayah tiri Ara juga tidak pernah menyangka jika hal semacam ini akan terjadi. Ara gadis yang kerap merekahkan senyumnya disetiap perjumpaan mereka. Gadis yang dikiranya kuat dan ceria ini justru adalah pesakitan yang menyimpan semua dukanya sendirian. Ayah tirinya juga ikut merasa bersalah, kenapa tidak pernah mencoba lebih peka akan kondisi Ara.
Seharusnya jelas sekali terlihat jika Ara tidak baik-baik saja. Bukankah di beberapa kesempatan mata Ara terlihat bengkak seperti menangis terlalu banyak. Kenapa Ayah tirinya harus percaya dengan omongan Ara yang membantah jika mata bengkaknya karena kebanyakan tidur. seharusnya saja- ah seharusnya. Adakah penyesalan yang bisa berarti sedikit saja. Dadanya sakit dan semakin sakit ketika melihat perempuan yang di cintainya, yang kini berada di pelukannya begitu terluka.
Seorang suster berjalan cepat menuju ruang mayat. Dia akan menyampaikan panggilan dari dokter yang menangani Ara kepada orangtua Ara. Ada hal penting lainnya yang harus di ketahui keluarga Ara. Sebelum ke ruang mayat, panggilan juga sudah di sampaikan kepada polisi yang mengurus kasus ini. Tidak butuh waktu yang lama hingga suster tersebut sampai ke ruang mayat.
“Permisi. Ibu Saras dan bapak di panggil oleh dokter yang menangangi kasus Ara. Ada hal penting yang harus di beritahukan ke kalian.”
“Hal penting apa sus?” ibu Ara tidak sabar. Bukankah kasusnya sudah jelas dikatakan jika ini murni bunuh diri.
“Mari bu ke ruangan dokternya, biar dokter saja yang menyampaikannya.”
Tanpa bantahan, ibu Ara memegang lengan suaminya dan bersama-sama mengikuti suster yang menyampaikan informasi pemanggilan tersebut ke ruang dokter yang menangani kasus Ara. Otaknya sudah tidak bisa memikirkan hal apa lagi yang akan diterimanya. Hanya rasa penasaran dan debaran jantungnya saja yang terasa jelas sekali saat ini. Apalagi sesampinya di ruang dokter tersebut, sudah ada polisi yang menangani kasus kematian Ara. Pertanyaan “ada apa ini” semakin membentuk tanda Tanya besar.
“Permisi dok, ini orangtua Ara sudah sampai.”
“Silahkan duduk bu, pak.”
“ Terimakasih. Ada apa dok?” setelah duduk, mama Ara langsung memburu dengan pertanyaan yang membuatnya bertanya-tanya sedari tadi.
“Mungkin ini akan membuat kalian semakin terluka, tapi saya tetap harus menyampaikannya.”
“Maaf dok, tolong langsung saja. Ini membuat saya takut.”
“Dari pengamatan kami, Ara melakukan self injury sewaktu masih hidup.”
“Self injury? Apa itu dok?” wajah tegang orangtua Ara terlihat jelas, sedangkan polisi yang duduk di samping ayah tiri Ara tidak menampilkan wajah kaget lagi karena sebelumnya sudah diberi penjelas sebelum orangtua Ara memasuki ruang tersebut.
“self injury adalah perbuatan menyakiti/ melukai dirinya sendiri bu. Kami melihat banyak luka gores pada bagian kedua lengan tangannya. Sepertinya itu bentuk sayatan yang sengaja Ara lakukan.”
“Tidak mungkin dok, anak saya tidak akan segila itu sampai menyakiti dirinya sendiri. Dokter pasti salah.”
“Banyak orang yang melakukan selft injury untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan baginya. Bagi si penderita, dengan melukai dirinya sendiri maka rasa sakit yang tadinya bisa berkurang. Sepertinya Ara sudah melakukan self injury sedari dulu bu dan sepertinya Ara sempat berhenti tapi sebelum meninggal, ada banyak luka sayatan baru pada kedua lengan tangannya. Dia melakukannya lagi dalam waktu baru-baru ini.”
“Itu bohong dok. Tidak mungkin.” Gema tangis kembali memenuhi ruangan. Ibunya ara memeluk dan mencengkram lengan baju suaminya sambil menangis.
Ayah tiri Ara tidak mampu mengatakan apa-apa. Semuanya seperti mimpi buruk. Sekarang yang dilakukannya hanya membalas pelukan ibu Ara dengan sama eratnya. Ini menakutkan. Bagaimana semua ini bisa terjadi pada gadis malang itu. Sedalam apa luka yang selama ini di derita putri tirinya tersebut. Dan semuanya semakin kacau ketika pada akhirnya, ibu Ara pingsan. Kenyataan tentang putri satu-satunya tersebut begitu menyakitkan.
Jalan yang telah dipilih Ara
Ara seperti menyakiti diri sendiri sekaligus menemukan kenikmatan hingga kecanduan rasa sakit.
Sakit dan tumbuh adalah 2 hal seiring-sejalan. Tak keduanya diinginkan. Butuh sakit untuk tumbuh, namun tak semua orang siap menghadapi sakit
Sakit dan tumbuh adalah 2 hal seiring-sejalan. Tak keduanya diinginkan. Butuh sakit untuk tumbuh, namun tak semua orang siap menghadapi sakit