Hei kamu. Kamu semua yang sudah singgah dan membacanya. Aku ingin bercerita.
Berawal dari pilihanku sendiri untuk bekerja nun jauh dari rumah, akhirnya di sinilah aku terdampar. Di kota yang di kenal dengan julukan kota pahlawan. kota yang sebelumnya bahkan belum pernah aku kunjungi selain lewat cerita rakyat yang kubaca masa kanak-kanak, tentang sura dan baya. Pernah beberapa kali ceritanya aku tonton di televisi tapi untuk alur ceritanya seperti apa, jangan tanya itu sudah jauh usia.
Sendirian di daerah orang tanpa ada saudara atau teman dekat sedikit terasa menyedihkan. Hanya terkadang dan sangat jarang aku merasa sangat menyedihkan. Pernah di beberapa kesempatan ketika sedang kelaparan dan hujan turun deras di luar sana, aku mencium aroma masakan dari arah dapur dimana kebetulan kamar kosanku terhubung dengan keluarga pemiliknya. Ketika itu aku merasa miris sekali. Aku menangis dan merindukan rumah. Sungguh cengeng. Mungkin bagian ini aku ingin menceritakannya terpisah nantinya.
Diawal yang aku tau, hidup sendirian di kota orang sungguh butuh usaha keras tapi setidaknya era jaman yang sudah cangkih aku sungguh sangat bersyukur. Setidaknya aku tidak perlu bingung untuk masalah transportasi karena adanya ojek online. Aku selalu menggunakan ojek online untuk berangkat dan pulang kerja dan setiap harinya juga aku mendengar pertanyaan asalku dari mana. Mungkin aksen bahasaku yang berbeda sehingga menimbulkan tanda Tanya.
Dan setiap kali mendengar kata Aceh, mereka-para driver- akan bertanya tentang tsunami ataupun tentang ganja atau pertanyaan tentang cambuk yang berlaku di Aceh. Pertanyaan yang jawabannya bisa kujawab di luar keadaan sadar disebabkan sudah terlalu banyak yang bertanya seperihal itu. Namun pada sore itu ketika aku di perjalanan kembali ke kosan sehabis bekerja, di tengah keramaian jalanan, driver yang sedang aku tumpangi bertanya asalku dari mana.
Aku kembali menjawab Aceh. Dan untuk pertama kalinya aku mendengar komentar yang berbeda seperti yang di atas. Si bapak ojek online kemudian bercelutuk, “saya tau Aceh dan yang saya ingat tentang Aceh adalah tentang sepak bola. Saya ingat club sepak bola nya”.
Aku lupa dia menyebutkan club sepak bola apa ketika itu namun aku mengingat kejadian langka tersebut. Terasa aneh di saat aku sudah bersiap siap menjawab pertanyaan yang sama tentang tsunami, ganja atau tentang hukum cambuk.
Di akhir perjalanan ketika aku sampai. Aku tersenyum. Sungguh hari yang berbeda sore ini.
Ini rasa rantauku dan kamu-kamu perantau?
Terimakasih
Terkadang, jarak cuma ilusi dari ketidakmampuan memahami hakekat kedekatan yang sesungguhnya telah memangkas jarak, di hati.
Aceh, Tsunami dan Ganja
setiap kali mendengar kata aceh, mereka selalu bertanya, ada bawa ganja hahaha
haha parah ya. tapi sering juga di tanyain gitu dulu pas di Jakarta. kalau di surabaya lebih sering di tanya masalah tsunaminya
Aceh ku sayang ,, aceh ku malang ..
InsyaAllah akan viral dengan pemberantasan lgbt
hahaha yg penteng dek jun bek sampe keunong beh
Hahaha ta meulake bek trok 😄😄
Asiiik, cerpennya ngalir lagi
masih belum bg. musti banyakin nulis lagi ini. bahasanya kacau banget udah
Aceh memang pernah punya klub sepakbola yang berjaya di tingkat nasional. Berarti pengemudi itu penggemar-berat sepakbola nasional
Aceh memang pernah punya klub sepakbola yang berjaya di tingkat nasional. Berarti pengemudi itu penggemar-berat sepakbola nasional