Saya beberapa kali pernah mengikuti acara yang dianggap penting atau seremonial belaka. Di acara semacam itu, yang lazim ditemukan adalah panggung bagi raja daerah untuk menyampaikan program maupun kinerjanya di hadapan raja nasional. Bahkan pernah suatu ketika, seorang teman berujar, acara semacam itu, layaknya lomba pidato elit birokrasi.
Kendatipun demikian, selalu ada ruang bagi diri sendiri untuk melihat sisi positif dari apa yang disuguhkan. Minimal sekali, saya memperhatikan bagaimana retorika dan intonasi seseorang saat berbicara di depan khalayak ramai.
Di saat yang sama, satu hal yang tidak ingin saya lewatkan, yaitu 'data' yang dibacakan dalam pidato sambutan. Di beberapa instansi, untuk mendapatkan data penting, bukan lagi datang langsung dan meminta kepada yang mengampu. Dijamin agak sulit dan relatif berbelit. Terserah, pemerintah Aceh menggembar-gemborkan tranparansi. Pada prakteknya tidak semudah itu Ferguso!
Perhatikan, di saat ada acara penting tapi kental seremonialnya, terlebih berskala provinsi ataupun nasional. Pejabat (pasti) berpidato menggunakan sejumlah data. Data tersebut dibuatkan oleh Humas, dan Humas tentu mengumpulkan dari bidang-bidang tertentu dalam lingkup kerjanya.
Hari ini, Kamis 27 Desember 2018, saya berkesempatan menghadiri acara peresmian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Aceh. PTSP merupakan program arahan langsung Mentri agama (Menang). Dengan deadline, di akhir tahun 2018 semua Kemenag di Indonesia harus sudah ada. PTSP merupakan salah satu terobosan yang dihadirkan Kemenang dalam pelayanan birokrasi.
Sekretaris jenderal (Sekjen) Kemenag RI datang langsung untuk meresmikan PTSP.
Di baliho, saya membaca nama Sekjen, M Nur Kholis Setiawan. Saat ia naik ke mimbar dan menyampaikan arahannya, saya mendengar penuh seksama. Ia memiliki retorika yang tidak lebay, pun tidak membosankan khas pejabat pada umumnya.
Tentulah ia membahas PTSP. Tetapi sekadarnya saja. Selain itu banyak kepada arahan. Baginya, beberapa hal dianggap penting. Seperti, mencari tahu masalah di lingkungan kerja. Kalau masalahnya terkait data, tentu benahi. Kalau anggaran, segera dikoordinasikan biar bisa dipakai, dan kalau SDM, maka studi banding. Di bagian 1/4 awal pidatonya, ia memulai normatif tetapi tidak abstrak. Sebuah awal yang saya rasa cukup baik.
Di jaman now, kepemimpinan menurutnya adalah turut hadir langsung! Tidak jamannya lagi sifat kepemimpinan hanya mengandalkan 'perintah' , tanpa ikut serta di dalamnya. Keteladanan dan keterlibatan merupakan keniscayaan dalam term kepemimpinan moderen.
Ia meneruskan pidatonya. Tampak sejumlah hadirin, rata-rata Kepala Kemenag tingkat kabupaten/kota dan hadirin lainnya, khusyuk mendengar. Dari raut wajah dan tatap mata, saya menyakini, mereka mendengar bukan karena pencitraan. Melainkan, tampak ada ilmu dan nada ikhlas saat ia berpidato. Tidak cukup di situ, menariknya, ia berbagi beberapa hal yang non birokrasi tetapi diaplikasikan dalam bahasa dan teknis birokrasi.
Ada satu hal yang ia harapkan dan anjurkan. Lakukanlah pekerjaan atas dasar ibadah. Disampaikannya dengan merujuk pada kitab yang ia hafal dengan baik, bahwa dalam hidup ada dua ibadah; 1. Mahdhoh; ibadah ritual. Seperti shalat, puasa, dsb. 2. Ghairu Mahdhoh; ibadah dalam bentuk non ritual. Semisal, pelayanan kepada masyarakat (ummat). Dari situ, InsyaAllah bernilai ibadah dan mendapatkan pahala di sisi-Nya.
Ia membacakan isi kitab, menyebutkan satu dua mahfudhod, hingga sering mengulang-ulang ilmu nahwu yang ia aplikasikan dalam bahasa teknis. Dari situ saya respek, bahwa ini orang memiliki wawasan yang luas. Saya juga meyakini dirinya adalah alumni pesantren pada masanya.
Sebagai pejabat yang melayani publik, sering ibadah ritual tak sesempurna ulama, kiyai, ataupun pemuka agama. Puasa Senin-Kamis tak bisa rutin, karena perjalanan dan menghadiri undangan. Ia dan juga banyak yang berhasrat untuk beramal seperti bangun tahajjud dsb. Ketidaknormalan mahdhoh, pada akhirnya tersubtitusi dengan ghairu mahdhoh.
Di bagian yang lain, ia mengatakan terinspirasi Ibnu Atha'illah as-Sakandari. Ia turut membaca penggalan kitab tersebut dalam bahasa Arab. Kemudian diartikan; Ketika Allah sudah menganugerahkan dimensi makrifat kepada kita, tidak usah lagi kalian perdulikan seberapa banyak amalmu. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan makrifat, kecuali sudah dikehendaki-Nya.
Ia juga membandingkan dengan literatur sufi yang lain. Yang dibawa dalam pidatonya adalah Abdurrauf as-Singkili. Diceritakan bagaimana perjalanan tarikat di Indonesia. Kemudian, korespondensi keilmuan dalam Kitab Al Hikam, hingga menyebutkan kaidah nahwu yang dapat diterapkan oleh ASN.
Kaidah nahwu tersebut adalah: A. Jar, tawadhuk. B. Tanbih, sinergis. C. Wan Namun, harus responsif terhadap tugas. D. Al, dalam tata ilmu nahwu, sebagai pemberi spesifikasi sesuatu yang umum. Artinya menjadi pencerah. E. Mudhaf, artinya fleksibel.
Itulah beberapa catatan yang tidak seberapa yang coba saya teruskan kepada teman-teman. Semua yang saya tulis disini kurang sempurna, dikarenakan tidak saya rekam. Hanya menulis di note hp. Itu pun beberapa poin saja. Kemudian, pukul 21:30 baru saya narasikan hingga jadi begini. Semua itu, tidak terlepas dari rasa syukur saya bahwa ada pejabat publik yang cerdas, berwawasan dan mampu beradaptasi dengan jaman.
Hal pertama saya lakukan setiba di rumah, adalah mencari profil Sekjen Kemenag RI itu. Dan saya akhirnya tahu, bahwa ia bukan kaleng-kaleng dan wajar memiliki wawasan luas. Di baliho, tidak ada gelarnya kalau saya tak silap.
Saat saya klik di google, ini yang keluar; Prof. Dr. Phil. H. Muhammad Nur kholis Setiawan, M.A. Seorang guru besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Menyelesaikan S1 di IAIN Sunan Kalijaga, Menamatkan S2 di Leiden University, Belanda (Studi Islam), serta menyelesaikan S3-nya di Bonn University, German (Oriental And Islamic Studies).
Ini bukan soal menilai orang karena pendidikan formalnya, tidak. Tetapi, tidak rugi pendidikannya tinggi, dan hasilnya ia berhasil menjadi sesuatu yang baik. Soal jabatannya sebagai Sekjen, bukan kebetulan. Karirnya bagus meniti tangga, sebelumnya ia menjabat sebagai Irjen Kemenag.
Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq