Siang ini begitu terik. Padahal jarum jam sudah mulai bergerak bergeser ke arah kanan. Menandakan hari mulai beranjak sore. Akan tetapi matahari masih bersemangat memancarkan panasnya.
Karta menyeka keringat yang bercucuran. Bajunya pun basah, badannya begitu gerah. Seandainya ada segelas es jeruk pasti kerongkongannya tidak akan sekering itu. Tapi apa daya ia hanya bisa membayangkan. Hari ini ia tidak boleh berkhayal membeli apapun. Uang yang terkumpul harus cukup untuk membeli beras yang akan ia bawa pulang ke rumah.
Sudah tiga hari anak istrinya hanya makan satu kali. Karena harus menghemat. Karta baru saja sembuh dari sakit tidak bisa mencari uang. Istrinya, ia tidak bisa bepergian menggantikannya bekerja karena memiliki anak batita yang tidak bisa ditinggalkan.
Karta duduk di trotoar. Melepas lelah sebelum kembali berjalan menyusuri kota menjajakan barang dagangannya. Ya, ia kini berjualan rujak bebek (rujak yang cara pembuatannya dengan mencampurkan semua buah dan bahan, ditumbuk bersama bumbu-bumbu). Terik matahari yang menyengat adalah kesempatan bagus untuk terus berjualan rujak. Hanya saja Karta sudah tidak kuat. Kakinya terasa lemas. Baru sehari panas badannya turun. Tapi ia harus kembali bekerja mencari nafkah. Demi anak dan istri yang sangat dicintainya.
Pikirannya menerawang kepada kejadian beberapa tahun yang lalu. Jika saja ia bercerai dengan istri pertamanya, maka ia tidak akan semenderita ini. Ia pasti sedang duduk santai dengan segelas minuman dingin dan beragam penganan di meja taman belakang. Menemani anak-anaknya bermain di rumput yang hijau.
Ah, jujur, ia begitu rindu kepada Syane dan Faiza. Dua anaknya dari pernikahan pertama sedang apakah mereka. Karta tertunduk lesu. Air matanya menetes membasahi pipinya. Ia memang rindu teramat rindu kepada anak-anaknya. Tapi ia tidak akan bisa menemui mereka dalam waktu dekat ini. Keadaannya sedang terpuruk. Jatuh miskin dan kini hanya sebagai tukang rujak keliling. Apakah kedua anaknya bisa menerima keadaannya sekarang. Sementara mereka terbiasa hidup mewah. Berkecukupan. Ya, seperti yang sebelumnya ia rasakan.
Tujuh tahun yang lalu, Karta masih menjadi orang kaya. Apa yang ia mau bisa ia dapatkan. Kecuali satu hal yang tak pernah ia dapatkan selama ia menjadi orang kaya, yaitu cinta dan perhatian.
Pasti semua orang menyesalkan keputusannya untuk memilih bercerai dari istrinya. Banyak orang yang menganggap Karta begitu bodoh. Tapi tidak buat Karta, itu adalah sebuah keputusan yang sudah matang-matang. Ia memilih untuk meninggalkan rumah daripada kehilangan harga diri sebagai seorang laki-laki. Ia juga sadar bahwa yang seharusnya memimpin dalam rumah tangga adalah dirinya seorang suami. Bukan perempuan yang mendikte segalanya.
Karta menceraikan istrinya. Dan kali itu hak asuh anak jatuh kepada istrinya karena mereka masih kecil. Untuk membiayai kedua anaknya, Karta menghibahkan sebagian besar harta yang ia miliki kepada kadua anaknya. Karena ia merasa tidak bisa mendampingi pertumbuhan kedua anaknya hingga menjadi orang yang bisa berdiri sendiri. Mereka harus bersekolah, memiliki keahlian dan dihormati banyak orang. Apakah Karta salah ambil keputusan? Entahlah yang pasti keputusan itu sudah lama sekali berlalu. Cukup nikmati kehidupannya sekarang bersama keluarga barunya yang selalu menghormati dan mengerti dirinya dalam segala keadaan.
Terbayang senyuman Syane dan Faiza yang manis. Namun ia juga tidak bisa melupakan penghianatan yang dilakukan oleh istrinya. Selama hidup ia hanya dijadikan kacung, pesuruh, dan sopir. Yang bertugas mengantar jemput istri ke tempat kerja. Ya, memang jabatan istri Karta terbilang lebih tinggi dan bergengsi, tapi dengan itu semua telah membuatnya lupa jika Karta adalah suaminya. Karena jabatan, ia kehilangan rasa hormatnya kepada suami. Membuat Karta merasa tidak punya harga diri. Belasan tahun bertahan untuk tetap mempertahankan rumah tangganya, tetapi akhirnya ia gagal. Cintanya berlabuh kepada seorang perempuan biasa yang memiliki cinta yang luar biasa untuknya.
Ya, Wati adalah seorang gadis biasa. Usianya terpaut 16 tahun dengannya. Ketika Karta merasa hidupnya terinjak-injak, ia menemukan Wati. Perempuan yang bukan melihat siapa Karta saat itu, tapi ia melihat ketulusan laki-laki. Buktinya, ketika Karta tidak punya apa-apa hingga sekarang ia tetap setia menemani dalam setiap keadaan. Membuat Karta merasa akan bisa hidup lebih lama dengan mendapatkan ketulusan cinta dari Wati.
Wati... Bayangan senyumnya yang manis dan anak kecil mereka yang lucu, membuyarkan lamunan Karta. Ia tersadar bahwa ia tidak boleh lelah. Ia harus kembali bangkit dari duduknya, untuk kemudian kembali berkeliling menjajakan rujak. Hari ini semuanya harus habis. Demi Wati dan anak lucu yang menanti di rumah dengan penuh cinta. Dalam setiap langkah kakinya tersimpan harapan yang begitu besar, suatu saat ia harus kembali berkecukupan. Demi Wati dan masa depan anak-anaknya.
**
Image source : b4tak.blogspot.com
Terinspirasi oleh mamag tukang rujak bebek yang melintas di depan rumah. Terimakasih telah membaca. Salam hangat @diantikaie KSI Bandung
Mantap kak @diantikaie
Terimakasih sudah berkunjung . Masih belajar kak :-)
Saya pernah tertipu ketika pertama kali ke Cilacap. Rujak bebek saya kira rujak daging bebek...hahaha...ternyata buah-buahan.
Ha ha ha . Harusnya rujak tumbuk ya kak :-)
Salam...
Cerita yg sederhana tetapi sarat makna
Salam... Terimakasih sudah berkenan membaca :-)