Kami bersumpah setelah mati akan selalu bertemu setiap tanggal delapan belas Agustus.
Gara-gara sumpah sialan puluhan tahun lalu itu maka kami selalu bertemu, apapun yang terjadi: hujan, badai, gempa, tsunami, pasar Senen kebakaran, gunung meletus, meteor menabrak bumi, reuni harus tetap terlaksana. Reuni SMA setelah mati.
Setiap tahunnya jumlah peserta bertambah banyak. Tidak hanya karena kecelakaan; serangan jantung, diabetes, gagal ginjal dan kanker menambah jumlah anggota secara cepat.
Seperti reuni SMA pada umumnya, suasana reuni selalu meriah, penuh dengan nostalgia.
“Aku dulu menyukaimu,” aku Hariman pada Susmini. Hariman baru hadir tahun ini, mati karena serangan jantung. Di sebuah kamar hotel melati. Di atas perut seorang pelacur.
“Dulu aku tak kenal kamu,” jawab Susmini, korban malpraktik operasi pembesaran payudara dokter palsu dua puluh tahun silam.
Di sudut dekat meja prasmanan yang menyediakan hidangan dari restoran Sansai Juo milik Gusmantara—tewas dibunuh pelayannya sendiri, Fintya dan Deloren berdiri memegang piring.
“Bagaimana kamu bisa sampai ke sini, Fin?”
“Serangan jantung saat mengayunkan stik golf di halaman belakang rumah. Kau?”
“Tengkorak retak terkena bola golf nyasar saat menuju rumahmu untuk menagih uang arisan.” Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Sepotong daging rendang meloncat dari mulut Fintya.
Di meja minuman, segerombolan orang merubungi Kenny, yang semasa hidupnya adalah pakar investasi.
“Pecayalah, teman-teman. Investasi yang paling aman saat ini adalah mata uang asing. Renminbi, misalnya.”
“Tidak. Kondominium adalah investasi yang paling menguntungkan,” Beben, pialang properti yang terjatuh dari lantai 39 gedung apartemen di Jonggol membantah.
Semuanya tertawa.
Reuni SMA orang mati tidak mengenal kelompok. Tidak ada lagi kumpulan atlet atau kutubuku. Tidak ada kumpulan cewek gaul atau penggemar puisi. Hanya ada canda tawa.
Tentu saja semua mengisi buku tamu lengkap dengan penyebab kematian. Aku mengisinya dengan: Dibunuh sepi.
Dan kami tidak pernah bertemu selain dari tanggal delapan belas Agustus. Setelah mati, seharian reuni tetap saja melelahkan.
TAMAT