COVID, Bukan Sekadar Menyerang Fisik

in #steempress4 years ago

Kami bersyukur sejak hasil tes usap diumumkan hingga hari menjelang bebas isolasi mandiri, tidak ada gejala yang berat yang harus kami alami. Hanya saja ketiga buah hati kami yang sempat batuk, pilek, dan demam sempat membuat gelisah di minggu pertama kami menduga telah terjangkit penyakit infeksi yang jadi pandemi ini.

Dari mana pun asal kami tertular, tak pernah lagi jadi masalah, semuanya Insyaallah sudah berlalu dengan melegakan dan pelajaran yang sangat berharga.

Sejak kami terkonfirmasi positif COVID-19, dukungan moril dan materil terus berdatangan hingga jelang kami selesai isolasi. Saudara kandung, keluarga besar, teman dekat, dan teman jauh yang menjadi begitu hangat. Memang janji Allah benar adanya, di antara kesulitan, Allah berikan begitu banyak kemudahan. Bukan sekadar setelah kesulitan tersebut, tapi di sela-selanya.

Hal yang mengecilkan hati hanya datang dari penjual galon langganan kami yang tak mau mengantarkan air lagi karena tahu kami sedang menjalani isoma. Kami juga tak berhak marah, kan? Sebagai penjual yang ingin mempertahankan usaha dan berjaga-jaga demi kepentingan orang banyak, kami menerima pilihannya dengan legawa.

Karena hal ini juga, kami menjadi tahu telah memilih tempat tinggal yang baik. Saat hasil tes usap keluar, untuk membantu agar anak-anak tidak keluar karena ajakan teman atau godaan lainnya, kami melaporkan kondisi kami pada kepala kompleks. Ibu-ibu kompleks membuat kami terharu dengan berinisiatif mengantarkan makanan secara bergiliran ke rumah kami. Bukan hanya nasi dan lauk pauk, tapi banyak kue dan buah yang diantar bahkan hingga lebih dari satu kali sehari.

Alhamdulillah, tidak ada yang terbuang, semua bisa kami nikmati karena saat itu daya tahan tubuh baru saja kembali. Belum lagi teman-teman di komunitas yanh secara pribadi dan kelompok menyapa dan mengirimi kami berbagai bingkisan, memberikan semangat dan hiburan. Semoga Allah membalas semua kebaikan saudara, tetangga, sahabat-sahabat semuanya dengan rezeki dan pahala yang berlipat ganda.

Nah, ini prolog yang panjang untuk sebuah pengantar tulisan tentang berbagi pengalaman terkonfirmasi positif COVID-19.

Setiap orang memiliki gejala dan pengalaman yang berbeda, walau sama-sama terkena dampak pandemi ini. Termasuk kondisi rumah kami yang hanya memiliki satu kamar mandi dan kloset, sangat tidak memungkinkan salah satu anggota terhindar keluarga, semuanya pasti terdampak.

Jadi setelah aku melihat ada gejala batuk yang berbeda pada anak-anak, akhirnya suami memutuskan untuk tes usap. Karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengurus prosedur swab test gratis, akhirnya oleh kakak kami ditanyakan ke pihak dinkes setempat tentang prosedur mendapatkan rekomendasi untuk tes usap. Dengan bantuan Kakak, kami berdua mendapatkan nomor antre. Dimulai dari suamiku di hari Jumat. Katanya agak sepi, hanya ada sekitar lima orang, berikutnya saat tiba giliranku di hari Senin, banyak sekali antrean. Aku jadi ngeri sendiri dan mencari tempat yang agak terasing. 'Alat tempur' berupa masker dan hand sanitizer tetap siaga. Aku juga beberapa kali mencuci tangan dan saat tiba di rumah langsung mengganti semua pakaianku. Aku menggunakan jasa ojol dan berhati-hati tidak meninggalkan droplet atau apa pun media yang memungkinkan virus bertahan dan menginfeksi orang lain.

Kakak juga membelikan obat-obatan untuk anak-anak kami. Beberapa hari sebelumnya memang Kakak yang dokter anak sempat memeriksa kondisi anak-anak kami. Ada sesak pada ketiganya. Maka buat berjaga-jaga, Kakak lalu meresepkan obat sesak, turun panas, obat batuk, pilek, dan memilihkan rasa yang paling enak buat Kareem, bungsu kami yang susah sekali dicekoki obat.

Begitu tahu suamiku positif, isoma dilanjutkan sambil menunggu hasil tes usap milikku. Kakak juga langsung meresepkan antibiotik untuk Kareem karena ia yang tak kunjung sembuh. Malam-malam berkelindan dengan tangisan dan kerewelan si bungsu bisa jadi membuat imun tubuh turun, tapi aku berusaha tetap bahagia karena tahu hal tersebut akan berdampak pada peningkatan daya tahan tubuhku.

Aku tak lagi tahu bagaimana rasanya sakit atau apakah aku mengalami anosmia atau kehilangan kemampuan mencium bau atau tidak. Bagiku harus sehat dan tetap sanggup merawat anak-anak adalah hal yang paling penting disaat ayahnya juga sedang menjalani isolasi mandiri di pondok kecil sebelah rumah kami.

Pagi sekali anak-anak masih lelap karena malam sulit tidur. Lelaki sulung kami, Akib, benar-benar tahu diri sejak kondisi kami jadi penuh keterbatasan. Aku sempat sedih juga saat ia masih terlihat acuh, gayanya memang begitu, tapi akhirnya aku tahu dia sangat khawatir.

Walau mengalami gejala berbeda, untuk sekadar berbagi, aku ingin bercerita bagaimana kami berusaha melawan virus bermahkota ini.

Pertama, saat terkonfirmasi positif, sebaiknya tak usah panik dan lantas mencari informasi sendiri di internet. Lebih bijak bertanya pada tenaga medis yang terpercaya, ceritakan kondisi yang kita alami. Mereka paling tahu kapan harus dirujuk ke RS dan kapan harus tetap dirawat di rumah.

Kedua, kabarkan orang terdekat kita yang kira-kita tidak panikan dan bisa membantu kita selama melakukan isoma. Jika ada yang kontak erat dengan kita, jangan sungkan sarankan untuk isolasi mandiri juga.

Ketiga, mulailah berbenah dengan diri kita sendiri. Walaupun di hari pertama terkonfirmasi positif, kami sempat menjadi korban cyber bullying, tapi aku dan suami berusaha tidak ambil pusing. Kami juga mencari solusi untuk hal ini dengan mengadu pada orang yang tepat. Selebihnya, aku dan suami tak mau menanggapi lagi, akhirnya mereka lelah sendiri. Saat itu aku merasa sangat butuh menjaga pikiran agar tetap jernih dan sehat. Semua aku tanggapi dengan positif. Karena aku sadar sepenuhnya, COVID-19 ini tak sekadar menyerang fisik, tapi saat kita dikabari positif, psikis kita menjadi drop, maka bisa timbul psikosomatis, yakni gejala-gejala yang kita alami karena tekanan psikis.

Keempat, memulai pola hidup sehat. Kalau dulu kita dikampanyekan tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat, kini saatnya benar-benar mengamalkannya dengan saksama. Bukan sekadar cuci tangan yang rajin saja, konsumsi makanan yang bergizi dan olahraga, kami lakukan setiap hari. Ditambah dengan suplemen-suplemen yang diberikan keluarga dan teman-teman kami. Alhamdulillah.

"Wah sejak Ayah sakit, banyak yang menghadiahkan madu untuk Ayah. Jadi jangan pernah lagi minta pada Bunda, yah! Kita bahkan punya lima macam madu sejak isoma ini." Walau candaan madu terkadang tidak lucu, tapi saat itu aku takjub sekali kami punya berbagai jenis madu.

Kelima, tetap beraktivitas semampu kita dan jika diberi kesehatan tetaplah produktif. Kita masih tetap bisa berkreasi, memasak bagi yang hobi, berkebun bagi yang senang, dan aku dengan anak-anak suka membaca buku dan menulis. Kami menuntaskan beberapa judul buku dan mengulasnya. Membuat video agar anak-anak tidak bosan. Kadang-kadang aku mengambil kelas-kelas online yang kusenangi. Memaaafkan diriku sendiri dan meminta izin anak-anak jika aku harus banyak berinteraksi dengan gawaiku.

Keenam, pungkas semua usaha dengan doa. Allah SWT tempat bergantung segalanya. Tak ada sedikit pun yang luput dan meleset. Ketentuan-Nya paling tepat buat hamba-Nya. Dia yang Maha Memutuskan.

Demikian sekelumit tips yang kami aplikasikan selama isoma. Bisa saja setiap orang memiliki respons yang berbeda terhadap COVID-19 ini. Semoga bagi yang sedang mengalami isoma dengan kondisi yang mirip dengan kami, bisa tetap optimistis kita mampu melawan virus ini. Semoga pandemi ini lekas berlalu.


hari kedelapan isoma, saat daya tahan tubuh membaik, semua sudah sehat, mulai makan apa saja dan tidur pulas.

Posted from my blog with SteemPress : https://stanzafilantropi.com/covid-bukan-sekadar-menyerang-fisik/