(Sumber foto: suaramerdeka.com)
Saya pikir masih ada banyak celah untuk melemparkan pandangan terkait perkembangan Steemit di Indonesia, terutama terkait dengan karya-karya Steemian yang makin hari makin melimpah ruwah. Lagi pun Steemit masih terbilang "merah".
Ini terlepas dari ada yang senang atau ada yang marah, jika tulisan semacam ini menjadi bentuk hujat dan curah. Ya, mungkin juga akan ada yang bertanya: Apakah supir akun @kitablempap tidak ada bahan lain untuk diposting, selain foto titit kucing dan hal semacam ini? Saya langsung menjawab, bahwa kalian tidak mengerti cara membalap. Ini berat, biar aku saja, Lempap!
Sungguh, menulis semacam ini bikin saya bergairah, apalagi berhasil memancing anda untuk huhah dan hahahah. Itu seperti halnya mengajak anda makan lincah (rujak) sampai lobang pantat anda muntah, meuruwah (behamburan), dan kemudian setelah dicek, ternyata celana dalam anda juga beukah (robek). Saya senang, anda tegang, dan selanjutnya kita heppa happy, ketawa ketiwi sampai rontok gigi.
Okelah, cukup segitu saja mukaddimah, berhubung mata pun sudah memerah, karena sudah lewat poh dua blah pah (tengah malam). Adapun yang ingin saya surah kali ini adalah: mengenai apresiasi. Ya, karena soal apresiasi memang kerap menjadi punca masaalah, baik dari awal Steemit diunggah maupun sampai Steemit ini wabakirah.
Saya pikir memang ada baiknyalah untuk saya beri sedikit surah, mengingat tidak sedikit orang yang hanya memahami Steemit ini sebagai media Dajjal buta siblah (satu), yang tidak bisa melihat konten postingan itu bagus atau sampah, yang penting asal muncul upvote sajalah.
Pikiran semacam itu kalau dipikir-pikir memang lumrah, karena mungkin selama ini banyak orang menganggap bahwa bagus tidaknya sebuah postingan itu terserah. Pokoknya begitu sajalah. Aku-aku pening, kamu-kamu mumang (pusing), seperti habis makan buah birah (makanan beureujueuk). Apalagi kurator, pasti lama-lama dia juga menyerah, dimasukkan Steem-steem power itu ke dalam "babah kah* (mulut kamu), hai tai gajah.
Sekarang bukankah tidak sedikit yang menganggap bahwa orang lain itu haramjaddah, termasuk juga kurator meutuwah, hanya karena tidak mengupvote karyanya yang telah diunggah? Maka marilah segera kita buka surah, dari hamba yang fakir lagi rendah, penulis @kitablempap paleh.
Apresiasi
Dapat dikatakan bahwa Apresiasi adalah suatu kesadaran yang muncul untuk melakukan proses penghayatan, pengamatan dan penghargaan pada sebuah karya maupun empunya karya (dalam arti pembuat). Sedangkan apresiator adalah orang yang mengapresiasi. Katakanlah dalam masalah ini adalah Steemian sendiri, sebagai orang yang mengamati, memahami, menghayati, dan kemudian menilai sebuah karya yang diposting pada Steemit.
Di Steemit, tidak sedikit orang yang mengapresiasi dengan arti yang dijelaskan di atas. Mereka membaca, mengamati, memahami, menghayati, hingga kemudian memberi penilaian pada karya-karya Steemian lain, baik melalui tombol vote, resteem, hingga komentar untuk menanggapinya. Contohnya ya seperti anda ini. Terimakasih ya Pap?
Namun tidak sedikit pula yang mengkhianati proses apresiasi ini, yaitu dengan hanya membaca judul dan langsung melakukan voting pada itu karya. Biasanya orang-orang seperti itu selain malas, sombong, juga tidak punya banyak waktu untuk membaca, mengamati, memahami, apalagi menghayati sebuah karya. Tidak mengapa. Enjoy saja.
Tapi mungkin agak meuiek guda (berkencing kuda) juga, jika mereka yang punya banyak waktu namun tidak mau melalui proses bersahaja itu tadi, dan langsung melakukan upvote pada siapa saja, istilahnya mungkin pura-pura pikun atau gila. Baginya, mungkin semua karya dan para pembuatnya itu sama saja, hanya berbeda judul dan nama, namun yang mereka butuhkan tetap upvote semata.
Lebih meuiek tikus lagi mungkin para pembuat karya, yang hanya menghargai para upvoter saja, terlebih terhadap upvoter yang Steem Powernya tinggi belaka. Padahal boleh jadi mereka itu tidak membaca, mengamati, memahami, apalagi menghayati itu karya. Tentu dengan berbagai alasan yang bisa diterima ataupun tidak mungkin saja.
Sekarang bandingkan, dengan orang yang melakukan resteem, menanggapi karya tersebut lewat kolom komentar, serta melakukan upvote walaupun dengan kekuatan kentut semata, bukankah itu sudah cukup sebagai tanda? bahwa artinya mereka telah melalui jalan apresiasi lebih dahulu kala. Jika kita lihat dengan mata hati, sebenarnya merekalah apresiator-apresiator yang nyata, yang jarang kita lihat dan mungkin juga jarang kita rasa.
Mengapa saya anggap ini meuiek guda dan meuiek tikoh? Karena dalam petunjuk @kitablempap juga sudah jelas tertulis di sana, bahwa tidak layak sebuah karya yang melempap sekalipun itu diinjak-injak oleh siapa saja, termasuk oleh pembuatnya. Dalam kasus ini, boleh jadi dengan melupakan proses apresiasi dan mengutamakan upvote dan upvoter lempap semata.
Begitu saya pikir dan kira, karena pun menurut saya, Steemit adalah media sosial mulia, yang difungsikan bukan untuk upvoting dan upvoter saja, tapi juga untuk mengapresiasi tanpa menginjak-nginjak sebuah karya.
Salam Steempap, dari sahabatmu, penulis @kitablempap: Tungang Iskandar.
Untung saja gak diinjak sama kaki gajah. Bisa lempap tuh semuah...haha
Hhhhh,,ajah kan punya hati nuraini..he
kalau di injak pakek kaki masih mending lah, tapi kalau digiling dengan mobil baru kurang belajar itu namanya
Ya, kalau digiling itu namanya bumbu giling, Lempap!
bumbu kok di gilim pap
Sungguh mengkobel batin dan membangkitkan sadar, bahwa kentut adalah kedaulatan yang menyebar dari daya ikhlas, ube na daya...
Lempap nian ini surah.
Hhhhh..kentut adalah kita, coblos! Hhe.saleum geuti meunyo meunan..he
Hahahahaha..tulisannya asik walaupun banyak kata kata yang ngga ngerti..mantaf dan tetap semangat bang...
Hhe...trimakasih bro @lukmanhakim1974..salam
Banyak yg menganggap apresiasi itu adl upvote sehingga mereka fokus hanya mengejar nilai tersebut.
Luar biasa soerah @kitablempap malam nyoe, jeut keu peunutoh mandum geutanyoe
Ya, kebanyakan dari kita buta hatinya ketika melihat angka-angka. Trimakasih apresiasinya @akubaihaqi, salam lempap!
Belum ada kata kata yg lbh baik selain mantappap
Hhhh..trimakasih bro @baktiarsejahtera..salam
Aku bahagia membaca tulisan ini. Aku melihat sebuah keabsahan yg sangat luar biasa dari postingannya. Nyang penteng kupi bek kendou..
Hhhhh...aku juga ikut bahagia, kita hepi-hepi pokoknya, saleum geuti ilee sigo..he
Beberapa orang senang Bang tulisannya diinjak dengan cara diberi upvote tanpa dibaca atau bahkan tanpa dilihat. 😅. Memang lempap kan? 😂
Ya itu, mungkin mereka menganggap bahwa itu anak haram..he
Tak hanya itu, kadang yang berat itu angkat ban mobil giling
Angkat moto gileng ilu tidak berat, yang berat itu gak ada uang untuk nyewa alat angkatnya.
Lebih baik menjadi keuleude yang hanya punya kekuatan kentut semata tapi tetap bisa berkarya dan mengapresiasi karya orang dengan kentutnya. Sudah pasti kentutnya gak bernilai bagi siapapun bahkan dianggap pencemaran lembar postingan saja sebab akan terlihat Jumlah vote dengan nilai jumlah dolar gak seimbang
Bagi lon sidro keuleude "leubeh get di apresiasi ngen geuntot daripada di gidham lee gajah buta" haha
Salam lempap.
Hhhhhh...saleum lempsp meunyo meunan. Saleum geuti sigo teuk..he
Yang bek neubi saleum gidham mantong beh @kitablempap 😂😂😂
Inspiratif sekali @kitablempap. Beberapa hal muncul dalam pemikirian saya setelah membaca postingan anda. Izinkan saya menjadikan beberapa isi postingan anda sebagai sumber reverensi saya.
Atas izinnya saya ucapkan terima kasih.
Trimakasih bang @said-nuruzzaman, dengan senang hati.! Salam.
perfecto @kitablempap
Trimakasih bro.!!
sama2 syara
Meu iek tikoh, meu iek guda, meu iek gajah le that istilah awak tunong lam artikel nyoe.. Keubit wajeb tabi geuntot upvote asai na artikel lagee nyoe. Bah na pat preh istilah tunong laen yg akan jitubiet bak edisi selanjut jih..
Oman, br lon kalon komen droen teungku @Ayie77, meunyo meunan neuikuti lom kitablempap, bah kumita istilah laen lom..he
😁👌
karya sekarang harus benar benar di lindungi oleh uu supaya tidak mudah orang mengkopy. dan tidak ada efek