Quotes
Seno Gumira Ajidarma
“Aku
tidak pernah keberatan menunggu siapa pun berapa lama pun selama aku
mencintainya.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Linguae
“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu
cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh
seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di
sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
“Seberapa indah mimpi, jika tetap mimpi?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong
“Belajar menulis adalah belajar menangkap
momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan
oleh manusia.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
“Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina,
dan kata-kata, ternyata, tidak merubah apa-apa. Lagipula siapakah yang masih
sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa pernah
mendengar kata-kata orang lain.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Sepotong Senja untuk Pacarku
“Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah
jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak
kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan jujur dan
total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu
sendiri—satu-satunya hal yang membuat kita ada.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
“Setiap hari ada senja, tapi tidak setiap
senja adalah senja keemasan, dan setiap senja keemasan itu tidaklah selalu
sama….
Aku
selalu membayangkan ada sebuah Negeri Senja, dimana langit selalu merah
keemas-emasan dan setiap orang di negeri itu lalu lalang dalam siluet.
Dalam
bayanganku Negeri Senja itu tak pernah mengalami malam, tak pernah mengalami
pagi dan tak pernah mengalami siang.
Senja
adalah abadi di Negeri Senja, matahari selalu dalam keadaan merah membara dan
siap terbenam tapi tak pernah terbenam, sehingga seluruh dinding gedung, tembok
gang, dan kaca-kaca jendela berkilat selalu kemerah-merahan.
Orang-orang
bisa terus-menerus berada di pantai selama-lamanya, dan orang-orang bisa
terus-menerus minum kopi sambil memandang langit semburat yang keemas-emasan.
Kebahagiaan terus-menerus bertebaran di Negeri Senja seolah-olah tidak akan
pernah berubah lagi….”
―
Seno Gumira Ajidarma, Jazz, Parfum, dan Insiden
“Apalah yang bisa pasti dari perasaan
manusia?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Jazz, Parfum, dan Insiden
“When journalism is silenced, literature must
speak. Because while journalism speaks with facts, literature speaks with
truth.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara
“Betapa tidak akan menguji ketabahan, jika
sesuatu yang sudah seolah-olah seperti cinta masih juga tidak memberi jaminan
kebahagiaan?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Linguae
“Dijual: kelas sosial.
Siapa
mau beli?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Affair: Obrolan Tentang Jakarta
“…Dunia ini penuh dengan keajaiban karena
hal-hal yang tidak masuk akal masih terus berlangsung. Seorang fotografer ingin
membagi duka dunia di balik hal-hal yang kasat mata….para fotografer membagi
pandangan, tetapi yang memandang fotonya ternyata buta meskipun mempunyai mata.
Keajaiban dunia adalah suatu ironi, di depan kemanusiaan yang terluka, manusia
tertawa-tawa.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Kisah Mata
“Siapapun yang melempar wacana ke masyarakat
mesti bersedia menanggung risiko atas segala tanggapan, dipuja maupun dihujat -
dan itulah ukuran kedewasaannya.”
―
Seno Gumira Ajidarma
“...kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap
oleh mata bisa sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa
menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatasi sudut pandang dan
kemampuan mata kita sendiri.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk
“Manusia bertarung memperebutkan kekuasaan
atas nama agama dan bukan sebaliknya. Agama apa pun tidak membenarkan
pertarungan antar agama dan tidak akan pernah ada kecuali manusia yang begitu
bodoh sehingga menafsirkan yang sebaliknya.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk
“Aku tidak ingin kaya. Aku hanya ingin hidup.
Aku ingin melihat banyak tempat... Aku ingin menghirup seribu satu bau
kehidupan.”
―
Seno Gumira Ajidarma
“Namun orang yang bijak akan menerima segala
bentuk perbedaan pandangan sebagai kekayaan, karena keseragaman pikiran memang
sungguh-sungguh akan memiskinkan kemanusiaan.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk
“...apakah kebahagian harus negatif? (cerpen
Avi)”
―
Seno Gumira Ajidarma, "Aku Kesepian, Sayang." "Datanglah,
Menjelang Kematian."
“Atau, apakah didunia ini sebetulnya seperti
didalam amplop ya Sukab, dimana kita tidak tahu apa yang berada di luar diri
kita, dimana kita merasa hidup penuh dengan makna padahal yang menonton kita
tertawa-tawa sambil berkata, “Ah, kasihan betul manusia.” Apakah begitu Sukab,
kamu yang suka berkhayal barangkali tahu.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Sepotong Senja untuk Pacarku
“Bagai pasir di tanah itu, aku tak harus jadi
penting”
―
Seno Gumira Ajidarma, Atas Nama Malam
“Kamu sering bertanya: Apakah kegembiraan
hidup? Sebuah pesta? Sebotol bir? Sepotong musik jazz? Semangkok bakso? Sebait
puisi? Sebatang rokok? Seorang istri? Ah ya, apakah kebahagiaan hidup? Selembar
ijazah? Sebuah rumah? Sebuah mobil? Walkman? Ganja? Orgasme? Pacar? Kamu selalu
bertanya bagaimana caranya menikmati hidup.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Matinya Seorang Penari Telanjang
“Kita semua memang telah menjadi bodoh, dengan
menjadi terlalu cinta kepada cerita-cerita yang bagus, sehingga memaksakannya
untuk menjadi kenyataan itu sendiri.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong
“Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya
sudah bebas buta huruf, namun yang dipastikan masyarakatnya sebagian besar
belum membaca secara benar—yakni membaca untuk memberi makna dan meningkatkan
nilai kehidupannya. Negara kami adalah masyarakat yang membaca hanya untuk
mencari alamat, membaca untuk harga-harga, membaca untuk melihat lowongan
pekerjaan, membaca untuk menengok hasil pertandingan sepak bola, membaca karena
ingin tahu berapa persen discount obral di pusat perbelanjaan, dan akhirnya
membaca subtitle opera sabun di televisi untuk mendapatkan sekadar hiburan.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Trilogi Insiden
“Segala makna memang datang dari manusia, yang
menatap dan mendengar, lantas memberi arti.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi I: Jurus Tanpa Bentuk
“Perang adalah kekalahan semua orang, karena
perang memang hanya kegagalan, bagi manusia yang terjajah gagasan menang. Maka
perang menjadi gagalnya kemanusiaan.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi II: Buddha, Pedang dan Penyamun Terbang
“Manusia selalu menuntut dunia
membahagiakannya, pernahkah ia berusaha membahagiakan dunia?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong
“Makhluk bernama andjing diburu untuk
menjambung hidup penjual maupun pembelinja yang tak tahu lagi apa yang masih
bisa dimakan; Makhluk bernama manusia diburu sesama manusia untuk diakhiri
hidupnja, entah demi apa. Tuhan, selamatkanlah bangsa kami!”
―
Seno Gumira Ajidarma
“Kukira hubungan manusia dengan dunia tidaklah
terlalu sederhana, karena sementara dunia bagai menelan dan menempatkan manusia
di dalamnya, keberadaan dunia hanyalah mungkin karena pembermaknaan manusia.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Nagabumi II: Buddha, Pedang dan Penyamun Terbang
“Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata,
tanpa pernah mendengar kata-kata orang lain.”
―
Seno Gumira Ajidarma, Sepotong Senja untuk Pacarku
“Begitu dingin air itu ketika ia memasukkan
kedua tangannya. Begitu jelas kedua tangnnya tampak di sana, dan betapa hal semacam
itu memberikan kedamaian.
Tapi
mengapa begitu sulit manusia menemukan kedamaian?
Ia
membasuk wajahnya dengan air jernih dan dingin itu. Betapa hidup bagaikan
menjadi baru kembali. Ia minum setguk dua teguk dari aliran bening itu. Betapa
dunia berdenyut dengan tenaga yang baru sama sekali.
Tapi
mengapa manusia begitu sulit mendapatkan sesuatu yang baru untuk hidupnya?
Jika
kedamaian begitu sederhana, mengapa manusia tak mampu melihatnya?”
―
Seno Gumira Ajidarma, Kitab Omong Kosong