Melihat Dari Segala Penjuru

in #sosial5 years ago (edited)

Manusia dalam hal mengamati suatu objek, maka objek tersebut akan dapat diinterpertasikan dan didefinisikan sebagai objek yang beragam maknanya. Contohnya, angka 6 akan terlihat seperti angka 9 apabil dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita kerap mengalaminya, dimana, dalam memandang suatu objek, tanpa kita sadari kita memiliki sudut penilaian yang berbeda dari orang lain, Bagaimana ini dapat terjadi, Padahal benda yang diamati berwujud sama namun menghasilkan banyak definisi, arti dan makna.

Faktor terjadinya perbedaan persepsi ini, dipengaruhi oleh kemampuan kita sendiri dalam mengolah indera lahiriah kita agar dapat terintegrasi dengan indera rohaniah kita. Sebelum kita membahas lebih dalam. Perlu diketahui beda persepsi, bukanlah hal yang signifikan berpengaruh dalam menghambat manusia untuk suatu kebenaran. Kebijaksanaan, ketepatan dan keterbukaan pikiran sangat dibutuhkan dalam menyikapi segala jalan yang masing-masing kita pilih saat ini. Pikiran ini memiliki penasehat yang bernama akal. Tidak ada akal yang tidak sehat yang ada hanya pikiran yang tidak sehat. Dengan kita tidak mengabaikan saran dan masukan dari akak, maka pikiran kita akan mampu membedakan mana yang baik dan buruk.

Dalam menggapai kebenaran diperlukan integritas pikiran dan hati dalam mengikuti aturan-aturan yang dirumuskan oleh akal. Pikiran akan mencari realitas dan aksioma-aksioma untuk membantah ajakan nafus untuk menentang akal. Apabila pikiran telah mampu menolak ajakan nafsu yang cenderung merusak, maka hati akan jelas posisinya dalam membela pikiran dan akal. Kebenaran sesungguhnya tidak dapat diklaim sebagai suatu yang mutlak benar adanya. Kebenaran itu bersifat dinamis dan fleksibel mengikut tatanan kosmologi alam semesta. Perlu diketahui saat ini kebenaran tersebut dibagi dua yaitu kebenaran yang objektif dan kebenaran yang subjektif. Untuk selamat dalam mencari kebenaran hingga menggapai kebenaran tersebut. Kita harus mampu untuk melakukan seleksi kebenaran tersebut apakah ini berlaku untuk dirimu saja atau berlaku untuk umum. Kebenaran yang objektif dan subjektif harus benar-benar jelas kedudukannya. Jangan sampai kebenaran objektif diletakan pada koordinat kebenaran subjektif dan kebenaran subjektif dipaksakan menjadi objektif. Hal ini apabila tidak dapat dibedakan, tidak heran pada saat ini kalau kita menemukan banyak para pencari kebenaran saling tarung dengan para pencari kebenaran lainnya.

Dalam melihat objek diperlukan kedalaman berpikir, ketajaman bernalar, untuk menjadikan objek tersebut jelas dan terang. Untuk dapat mengasah kemampuan ini terdapat beberapa hal yang perlu ditanam di dalam pikiran kita terlebih dahulu. Yaitu, Pertama suatu objek apapun di dunia ini tentunya setelah dirilis tuhan menjadi suatu objek di bumi, melalui wahyu, peradaban dan budaya telah dijelaskan apa definisi dan fungsi objek tersebut, Jadikanlah informasi tersebut sebagai hulu penalaran anda terlebih dahulu. Lalu, galilah fungsi utama objek tersebut berdasarkan ideal moral yang ada. Misalnya gelas berfungsi sebagai wadah air minum, Pisau dapat untuk memasak dan dapat pula untuk berburu dan contoh-contoh lainnya.

Setelah anda mengetahui dua informasi objek ini secara wujud dan fungsi, maka hal ini akan mengantarkan anda kepada kebenaran subjektif. Kebenaran subjektif apabila ingin dikonversikan menjadi kebenaran yang objektif maka diperlukan tambahakan pengamatan secara etika dan moral agar dapat melegitimasi bahwa kebenaran tersebut dapat bersifat objektif. Wujud dan fungsi yang disahkan oleh kebenaran subjektif perlu lagi diuji, apakah kebenaran ini dapat diterima dari sudut pandang etika dan moral yang telah ditetapkan. Contohnya, apakah pisau dapur dapat dijadikan senjata perang dunia ke-3, Kalau kita nilai secara wujud dan fungsi, pisau dapur itu tajam dan dapat memotong benda padat seperti pisau "tactical war". dengan kebenaran subjektif, tentunya dapat disahkan, kalau pisau dapur dapat menjadi salah satu peralatan perang. Namun, apabila kita mengungkapkan kebenaran ini secara massif, tentunya kebenaran subjektif tentang pisau dapur sebagai alat perang tentunya tidak dapat dilegitimasi dan diterima sebagai kebenaran yang objektif. yang mana tidak akan pernah diajukan anggara untuk membeli pisau dapur dalam pengadaan peralatan alutista perang. Hal ini dikarenakan secara etika dan moral pisau dapur tidak dapat disahkan sebagai peralatan perang, karena secara kebenaran objektif pisau dapur dinilai tepat secara etika dan moral, digunakan untuk kegiatan masak memasak bukan untuk perang.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut dapat terang melihat, mengetahui, memahami dan merasakan suatu objek dengan tepat, baik secara subjektif maupun objektif. Pertama. Yaitu, jiwanya dapat mereduksi nafsu sehingga nafsu tidak dapat mempengaruhi pikiran sebagai pengambil pengumpul data realita untuk membenarkan dan menerjemahkan wujud abstrak yang disarankan oleh akal. Pikiran sejatinya dapat menghasilkan output yang baik dan tepat bagi seseorang apabila tidak dibentuk oleh nafsu. Pikiran telah dilengkapi sistem otomatisasi pengumpulan data-data, disana terdapat big data yang diolah menggunakan artifisial intelgensi yang telah dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Dengan pikiran, manusia dapat menerjemahkan dan mengetahui bahasa langit yang diterima oleh akal. Pikiran yang telah memiliki data-data terkait realita dan logika akan menghubungkan informasi langit tersebut dengan realita yang ada di dimensi duniawi, dengan matriks pengubung tersebut, pikiran dapat menentukan apakah dapat disampaikan ke hati atau tidak. Apabila data-data duniawinya dilegalkan dengan oleh informasi dari akal maka amanlah manusia tersebut. Namun, apabila dilegalkan secara nafsu jauhlah manusia tersebut dari informasi langit yang berujung kepada jauhnya dirinya dari Ketuhanan.

Seseorang sejatinya terus diinfokan oleh tuhan mana itu baik dan buruk. Dengan metode sesuai kadar kemampuan manusia itu sendiri. Informasi tersebut di artifisialkan oleh tuhan pada setiap fenomena, permasalahan, dan pengalaman yang telah dilewati manusia, dengan aturan yang dituliskan Sang Pencipta melalui kitab suci dan kitab yang tertulis di hamparan alam semesta. aturan tersebut hanya dapat diterima oleh akal. Apabila pikiran telah dapat mengakses database yang tersimpan di server akal maka terwujudlah tatanan kehidupan yang seimbang.

Pada peradaban sekarang, di abad 20-21 penempaan pikiran telah dilakukan dengan membuatkan sistem sekolah hingga universitas. Disana murid/santri didik untuk mengolah pikirannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan saat ini dan permasalahan yang akan kelak hadir di perjalanan kehidupannya. Didikan tersebut dilakukan dengan memberikan penyiaran dalam melihat objek yang bernama Ilmu, baik itu ilmu sosial, ekonomi, budaya dan ilmu teknologi. Ilmu-ilmu tersebut sebelum disiarkan tidak dijelaskan terlebih dahulu darimana sumberi ilmu itu, apa hakikatnya ilmu tersebut, bagaimana ilmu itu hadir dan bagaiaman proses ilmu tersebut dapat menghasilkan solusi untuk diterapkan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menggiring para santri bahkan pendidik lupa bahwa ilmu bukan objek yang bersifat kebenaran objektif, parahnya ilmu tersebut dipatenkan, bahwa satu mahzab ilmu saja, yang benar, apa saja yang berbeda dari mahzab selain yang diketahui akan diabaikan dan ditolak mentah-mentah, dengan alasan tidak masuk logika dan nalar.

Ilmu merupakan buah pikiran seseorang dari sudut pandang yang hanya terbatas dari sudut pandang inventor ilmu tersebut. baik itu berupa tafsir maupun tadabbur yang diuraikan dalam suatu bagan alur kerja penerapan dalam menyelesaikan suatu permasalahan

Contohnya Adam Smith seorang ahli filsafat bagaimana dia mampu menghasilkan teori ekonomi yang saat ini menjadi andalananya para ekonom dunia. Ilmu ekonomi jangan hanya dipandang untuk hal perbankan, bisnis dan analisa kelayakan finansial, bukakah akal telah menyarankan kepada pikiran kita bahwa ilmu itu memiliki batasan yang infinity atau tidak terbatas. Baik pengembangannya dan fungsinya. Bukanya ilmu ekonomi itu dapat memberikan solusi ketika ilmu ekonomi juga dikaitkan dengan keilmuan lainnya. Apabila kita mampu mengkaitikan ilmu ekonomi tersebut dengan ilmu lainnya, tentunya Ilmu ekonomi dapat memberikan solusi kepada permasalahan sosial, sains, budaya, pertanian, kesehatan dan pendidikan serta semua permasalahan lainnya yang ada di alam semesta. Disinilah kita perlu mengkaji informasi dari akal untuk kita olah dipikiran kita. kalau kita mampu mengakses akal dengan utuh, maka terbukalah hijabnya Sang Pencipta untuk memahami ilmu secara hakikat.

Manusia peradaban saat ini rata-rata mampu menghubungkan matriks keberagaman ilmu yang ada saat ini berdasarkan penghargaan yang bersiat materialistis saja, terutama dalam penerapan ilmu ekonomi ke dalam bidang ilmu selain ekonomi. Hal ini tanpa sadar menjadikan ilmu ekonomi menjadi ilmu paling seksi di dunia. Bagaimana bisa, bukannya profesi/ilmu data sains yang saat ini dipandang paling seksi?, begini penjelasannya. Era saat ini para pelaku pendidikan baik murid dan guru, kebanyakan dari mereka berjalan di dunia pendidikan memiliki orientasi dan tujuan untuk menjadi orang kaya, atau memiliki kecukupan ekonomi klasifikasi nafkah. Ringkasnya apa saja ilmu yang dipelajarinya akan berujung untuk menjadi orang yang mampu menyelesaikan permasalah keinginan nafsu belak, bahkan tidak jarang kita temui bahkan mencari ilmu demi mendahului pemenuhan keinginan dibanding kebutuhan utamanya sendiri. Begitulah mereka dalam memodifikasi ilmu ekonomi. Itulah alasan saya mengapa menilai bukan ilmu data sains yang terseksi pada era saat ini namun ilmu ekonomi.

Hal ini menjadi bukti bahwa ilmu tidak terkurung di suatu atmosfer ilmu itu sendiri. Namun sayangnya banyak dari kita mengintegrasikan ilmu ekonomi ke dimensi ilmu lainnya pada penerapannya di level terendah yaitu untuk memperkaya diri. Kalau ilmu ekonomi mampu mengisi slot kosong di suatu tubuh ilmu lainnya, maka ilmu lainnya juga mampu mengisi slot kosong pada tubuh ilmu ekonomi dan juga berlaku pada ilmu lainnya sehingga dapat dihubungkan dalam sebuah matriks. Ilmu ekonomi yang secara luas maknanya hanya disempitkan pada kluster nafkah dan supply and demand saja. Inilah bukti nyata kalau saat ini kita telah bingung dan keliru dalam menilai objek yang bernama ilmu ekonomi

Dalam sebuah dimensi ilmu terdapat komponen-komponen yang memiliki kompabilitas terhadap dimensi ilmu lainnya. Ilmu Agama ujungnya bukan hanya surga atau neraka, ilmu ekonomi bukan hanya sebatas profit finansial dan fiskal, ilmu sains bukan hanya sebagai ilmu mengenali alam, ilmu sosial bukan hanya membahas prilaku manusia dalam berkelompok, ilmu kesehatan bukan pula sebatas ilmu biologis, ilmu budaya bukan hanya permasalahan identitas suatu bangsa dan ilmu-ilmu lainnya, namun saling berkaitan satu sama lain yang tidak terpisahkan.