Sejarah dan Keunikan Jam Gadang Bukittinggi

in #sejarah6 years ago (edited)

Buat kalian yang sempat berkunjung ke kota Bukittinggi, tentu kenal yang namanya Jam Gadang. Ya, Jam Gadang ialah nama satu menara jam yang terdapat di pusat kota Bukittinggi propinsi Sumatera Barat. Tempatnya di kelilingi oleh Pasar Bawah, Pasar Atas, Plaza Bukittinggi serta Istana Bung Hatta.

Nama Gadang datang dari bahasa Minangkabau yang bermakna “besar”, nama ini diambil sebab jam yang ada di ke empat bagian menara itu yang berdiameter lumayan besar, yakni 80 cm.

Tidak hanya menjadi monumen kota Bukittingi, Jam Gadang pun jadi objek tujuan beberapa wisatawan baik domestik ataupun asing. Dari puncak menara, beberapa wisatawan dapat nikmati panorama kota Bukittinggi yang terbagi dalam bukit, lembah serta bangunan yang berjejer di dalam kota.

Sekarang ini, dengan diperluasnya taman di seputar menara Jam Gadang, tempat ini jadi ruangan terbuka buat penduduk seputar yang ingin mengadakan seperti event-event spesifik, seperti bazar, festival dan sebagainya.

Jam_Gadang,_Bukittinggi.jpg
Jam gadang via wikipedia

Menurut narasi beberapa tokoh riwayat, pembangunan menara Jam Gadang diawali seputar tahun 1826 pada saat penjajahan Belanda di Indonesia. Menara Jam ini dibuat menjadi hadiah untuk sekretaris kota Bukittingi yakni Rook Maker.

Designnya didesain oleh Yazid Rajo Mangkuto, seseorang arsitektur pribumi, serta penempatan batu pertama dikerjakan oleh putra Rook Maker yang waktu itu masih tetap berumur 6 tahun. Pembangunannnya diperkirakan habiskan dana 3000 Gulden. Pada saat itu, nilai angka itu cukuplah fenomenal.

Tidak bingung bila dalam riwayat pembangunannya yang menghabiskan waktu lumayan lama, Jam Gadang jadi fokus perhatian hingga terkenal di kelompok penduduk.

Semenjak dibangun sampai sekarang ini, ornament jam gadang beberapa kali sudah alami pergantian terutamanya di bagian atapnya. Pertama-tama dibuat, atap menara dibikin berupa bundar dengan patung ayam jantan diatasnya yang menghadap mengarah timur.
Pada saat penjajahan Jepang, atap itu diperbaiki jadi bentuk seperti Pagoda atau Klenteng. Setelah Indonesia merdeka, atap menara itu dirubah jadi bentuk seperti kebiasaan rumah Minangkabau sekaligus juga jadi lambang dari suku Minangkabau.

Perbaikan paling akhir pada Jam Gadang dikerjakan pada tahun 2010 oleh Tubuh Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) yang bekerja bersama dengan pemerintah kota Bukittinggi serta Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

Perbaikan itu diresmikan pada tanggal 22 Desember 2010, pas di hari ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262. Sampai sekarang ini, Jam Gadang itu selalu dilestarikan keberadaannya.

Dari sisi bangunan, Jam Gadang dibangun tiada besi penyangga serta adukan semen. Campurannya cuma pasir putih, kapur, serta putih telur menjadi perekatnya. Nah, putih telur ini, tidak hanya menjadi bahan masakan serta kecantikan, pun diakui mempunyai kandungan zat perekat yang begitu kuat.

Perihal ini pun sudah di dukung beberapa riset mengenai kandungan telur. Dalam riwayat, bangunan-bangunan lainnya seperti Colloseum di Roma, Masjid Raya Sultan di Riau, Candi Borobudur di Jogja serta bangunan bersejarah yang lain dibuat memakai putih telur

Kembali ke Jam Gadang, bangunan dasarnya mempunyai luas 13 x 4 mtr. serta mempunyai tinggi 26 mtr.. Sisi dalam terbagi dalam beberapa tingkat dengan tingkat paling atas jadi area untuk menyimpan bandul. Pada tahun 2007, bandul itu sudah sempat patah karena gempa, akan tetapi langsung ditukar oleh pemerintah Bukittinggi.

Pada ke empat sisinya, menara itu ada 4 jam dengan diameter semasing 80 cm. Jam itu didatangkan dari Belanda langsung lewat pelabuhan Teluk Bayur. Perlu untuk diketahui, mesin pada Jam Gadang dibikin dengan eksklusif, yakni cuma dua unit saja dalam dunia.

Satu dipakai pada Jam Gadang, satu kembali dipakai jam besar Big Ben di London, Inggris. Mesin jam yang dinamakan Brixlion itu dibikin oleh perusahaan asal Jerman yang bernama Vortmann Relinghausen.

Angka Romawi.png
Angka Romawi via rumusmatematika.org

Yang Unik Dari Jam Gadang

Di balik membuatnya, nyatanya Jam Gadang mempunyai kekhasan sendiri, yakni angka Romawi yang ada pada pukul itu. Tulisan angka empat yang berada di jam itu menyelimpang dari pakem, sebab tercatat IIII, bukan IV. Di sinilah letak keunikannya.

Angka empat romawi yang semestinya ditulis IV justru ditulis dengan angka satu berjejer empat (IIII). Kekhasan tulisan angka pada pukul itu tersisa tanda pertanyaan besar buat tiap-tiap orang yang memandangnya. Apa tulisan angka itu adalah satu kekeliruan dalam membuatnya, atau memang satu patron kuno untuk angka romawi?

Ada bermacam vs narasi berkaitan tulisan angka Romawi itu yang tersebar di dalam penduduk, salah satunya ialah:

Opini yang menyebutkan jika angka IIII pada Jam Gadang mengacu pada kekhawatiran Belanda pada lambang IV yang disebut singkatan “I Victory” yang mempunyai makna “Aku Menang”. Belanda takut angka IV jadi penyebab semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka.

Opini yang yakini jika angka IIII mengacu pada jumlahnya korban meninggal menjadi tumbal dalam pembangunan menara jam itu.

Opini yang menuturkan jika fakta pemakaian angka IIII hanya cuma sebab permasalahan tehnis. Jika angka IV yang dipakai, jadi pintar besi mesti membuat huruf X sekitar 4 batang, huruf I sekitar 16 batang serta huruf V sekitar 5 batang. Yang jadi permasalahan, pada jaman itu pintar besi cuma dapat ekonomis bila membuat besi dalam kelipatan empat.

Bila angka empat ditulis dengan lambang IV, maka ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sebab fakta ekonomis itu, pada akhirnya pintar besi membuat angka empat dengan lambang IIII, bukan IV.
Opini dari vs lainnya menyebutkan jika sebelumnya, penomoran Romawi memang beragam. Pada saat awal, angka empat memang ditulis IIII dengan empat huruf I.

Perihal ini dibuktikan pada pukul matahari yang yang dibikin sebelum era ke-19, hampir semua memakai IIII untuk angka empat. Termasuk juga Jam Gadang, sebab dibikin pada awal 19 jadi tulisan angkat empat masih tetap memakai lambang IIII.

Disaksikan dari share jenis penjelesan diatas, jadi penjelesan pada point ke empat lah yang di rasa logis. Jadi, sebenarnya kekhasan yang berlangsung pada angka empat pada menara Jam Gadang cuma dirasa oleh penduduk moderen saja.

Sebab pada saat ini, angka empat dalam romawi tetap ditulis IV, bukan IIII. Lantas bagaimana dengan menara Big Ben yang disebutkan menjadi kembaran Jam Gadang? Tulisan angka empat pada pukul menara Big Ben memakai lambang IV, bukan IIII. Bila mengacu pada pakem pembuatan jam dunia, jadi jam yang ada pada menara Big Ben di Inggris sudah melanggar konvensi per-jam-an.

Sort:  

Hello @fauzimoz! This is a friendly reminder that you have 3000 Partiko Points unclaimed in your Partiko account!

Partiko is a fast and beautiful mobile app for Steem, and it’s the most popular Steem mobile app out there! Download Partiko using the link below and login using SteemConnect to claim your 3000 Partiko points! You can easily convert them into Steem token!

https://partiko.app/referral/partiko

Congratulations @fauzimoz! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Do not miss the last post from @steemitboard:

Are you a DrugWars early adopter? Benvenuto in famiglia!
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

Congratulations @fauzimoz! You received a personal award!

Happy Steem Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

✅ Enjoy the vote! For more amazing content, please follow @themadcurator for a chance to receive more free votes!