Steemit, Reward dan Honor Tulisan Media Cetak

in #promo-steem7 years ago

hr7.jpg
@tinmiswary di Serambi Indonesia

Senin lalu (19/02/2018), setelah mengantar @apayek ke Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang, saya singgah di Kantor Harian Serambi Indonesia. Pagi itu, saya kehabisan uang kopi. Kondisi inilah yang kemudian mendesak saya untuk singgah di Kantor Harian Serambi Indonesia. Tujuan saya ke kantor ini bukan untuk melamar sebagai wartawan, bukan untuk menjumpai awak redaksi, dan bukan pula untuk bertemu dengan Pak Samsul Kahar, pimpinan media yang legendaris itu. Tujuan saya hanya satu, menjumpai kasir di bagian keuangan! Hendak mencairkan honor beberapa tulisan opini saya yang terbit tahun 2017.

hr4.jpg
@tinmiswary, @apayek dan @muhajir.juli

Sesampai di Kantor Serambi, kondisi masih sepi. Saya melangkah masuk ke dalam untuk menanyakan keberadaan staf bagian keuangan. Sebab dulu seingat saya untuk mencairkan honor opini dilakukan di ruang keuangan bagian belakang. Saya pun menyapa Tuan Security guna menanyakan Pak Kasir. Kata Tuan security, sekarang untuk pencairan honor dilakukan di ruang tunggu bagian depan. Tapi, kata Tuan Security, Pak Kasirnya belum masuk. Dan saya pun menunggu beberapa menit. Memang tidak ada pilihan lain selain menunggu, sebab uang jajan untuk ngopi sudah benar-benar kosong.

hr2.png
Ruang Kasir Serambi Indonesia

Selang beberapa menit, Pak Kasir pun tiba. Saya segera merapat ke ruang kecil berlapis kaca seperti umumnya kamar kasir. “Lapor Pak, saya mau cairkan honor opini saya”. Pak Kasir tersenyum ramah. “Baik, tolong catat judul tulisan dan tanggal terbit, sertakan juga foto copy KTP”, kata Pak Kasir. Saya pun mengeluarkan catatan judul dan tanggal terbit yang memang sudah saya siapkan dari awal. Foto copy KTP yang tadinya bersembunyi di saku celana pun saya paksa untuk segera keluar.

hrt.jpg
Foto Copy KTP, salah satu syarat pencairan honor

Setelah memeriksa daftar tulisan di catatannya, Pak Kasir pun meyodorkan kwitansi untuk saya tandatangani. Setelah prosesi tanda-tangan selesai, Pak Kasir pun mengeluarkan beberapa lembar uang kertas berwarna merah. Tanpa ba bi bu saya pun segera menyambar lembaran-lembaran penuh angka itu. “Terima kasih Pak Kasir, saya permisi”, ucap saya kepada Pak Kasir yang ramah nan baik hati.

hrrrr.jpg
Honor di Serambi Indonesia, tidak banyak, tapi cukuplah untuk minum kopi

Saya tidak langsung pulang, tapi segera merapat ke warung kopi yang masih berada dalam lingkungan Kantor Harian Serambi Indonesia. Di sana saya melihat beberapa staf dan karyawan Serambi Indonesia sedang meneguk kopi. Dengan bermodal lembaran kertas merah tadi, saya pun memesan kopi pancung kepada penjaga warung. Dan cairan hitam pekat itu pun saya hirup dan teguk perlahan. Akhirnya, segala penat di kepala pun terbang entah ke mana.

hrr.jpg
Minum Kopi dari hasil honor opini

Kegiatan menjumpai kasir di Serambi Indonesia biasanya saya lakukan setahun sekali sembari menunggu terkumpulnya beberapa tulisan. Memang jumlah tulisan saya di Serambi Indonesia tidak sebanyak di Harian Waspada Medan. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat kolom tulisan di Serambi Indonesia sangat terbatas, hanya tersedia dua kolom per-hari, sehingga kita memang harus bersabar dan tidak perlu marah-marah ketika tulisan kita tidak dimuat. Dalam amatan saya, Serambi Indonesia memang memberi kesempatan kepada semua pihak agar tulisan-tulisan mereka dapat terbit di media ini secara bergantian, tentunya setelah diseleksi oleh pihak redaktur.

Berbeda dengan Serambi, Harian Waspada Medan menyediakan dua sampai empat kolom secara selang seling (hari ini dua kolom, besok empat kolom, lusa dua kolom lagi, dst). Uniknya lagi, pada hari Jumat, kolom tulisan di Wapada Medan bisa mencapai delapan kolom dengan tambahan kolom Minbar Jumat. Hebatnya, semua tulisan dalam kolom itu disediakan honor. Alhamdulillah (syukur yang tiada bertepi dan terima kasih kepada redaktur), dalam beberapa tahun terakhir, sudah lebih lima puluh artikel saya yang terbit di Harian Waspada Medan, media yang didirikan oleh wartawan pejuang, Mohammad Said dan Ani Idrus.


Tuan dan Puan Steemians, secuplik hikayat di atas hanyalah penggalan pengalaman pribadi saya yang masih berstatus “pelajar” dalam dunia kepenulisan di media cetak lokal. Sampai saat ini, saya masih terus belajar kepada para senior untuk dapat menulis dengan baik. Proses belajar ini terkadang sayang lakukan secara langsung dengan bertanya atau berdiskusi dengan para senior. Untuk para senior yang tidak mungkin saya jumpai, saya mencoba belajar dengan membaca tulisan-tulisan mereka di koran atau di buku-buku.

Dalam artikel singkat ini, izinkan saya untuk menyebut beberapa nama yang selama ini sudah cukup banyak membantu menerbitkan tulisan-tulisan saya di media. Di antara mereka adalah Bang Ariadi B. Jangka yang saat ini menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Pikiran Merdeka. Saya patut berterima kasih kepada beliau yang telah membantu menerbitkan tulisan-tulisan saya di Harian Aceh dan Pikiran Merdeka sejak tahun 2011. Baru-baru ini saya sempat berdiskusi dengan Arief Maulana, Redaktur Pelaksana Pikiran Merdeka, agar bagaimana caranya mengajak Bang Ariadi untuk bergabung dengan Steemit, media berbasis blockchain yang sedang populer akhir-akhir ini.

hr6.jpg
Bersama Bang Ariadi B. Jangka, Pemred Pikiran Merdeka. Semoga beliau segera bergabung di Steemit

Saya juga patut berterima kasih kepada Bang Risman Rachman (@rismanrachman), yang telah memberi ruang bagi saya untuk menulis via kolom kecil di media AceHTrend. Beliau menyediakan kolom Tuanku Nan Kacau di media AceHTrend yang beliau pimpin. Melalui kolom ini saya diberikan kebebasan untuk menulis apa saja guna menyikapi kondisi sosial, politik dan keagamaan di Aceh. Tidak hanya di AceHTrend, Bang @rismanrachman pulalah yang telah meyakinkan saya untuk bergabung dengan Steemit. Beliau adalah guru Steemit saya.

hrrrrr.jpg
Bersama Bang @rismanrachman pada suatu ketika

Steemit dan Reward

Tuan dan Puan Steemians, meskipun saya masih berstatus sebagai steemian pemula, dalam artikel yang sedikit panjang ini (sengaja dipanjangkan agar mudah dikoneksikan), saya hendak berdiskusi dengan Tuan dan Puan terkait reward steemit dan honor di media seperti yang telah saya singgung di awal artikel ini.

Tuan dan Puan Steemians, seperti telah saban-saban (sama-sama) kita ketahui, bahwa untuk menulis di media seperti saya sebut di awal (baik cetak maupun online), terkadang kita terkendala dengan keterbatasan ruang. Akibat keterbatasan ruang ini, tidak semua tulisan kita dapat dimuat di media-media tersebut. Dan tidak hanya keterbatasan ruang, tulisan-tulisan kita pun akan melalui proses seleksi dari redaksi. Di sini yang menjadi penentu terbit tidaknya tulisan kita adalah dewan redaksi.

Hal ini berbeda dengan Steemit, di mana kita semua menjadi “redaktur” dalam pengertian setiap pengguna Steemit dapat menerbitkan tulisan-tulisannya secara langsung tanpa harus menunggu keputusan redaksi. Kondisi ini tentunya akan sangat memudahkan kita untuk mempulikasikan pikiran-pikiran kita tanpa “dihalangi” oleh keterbatasan ruang dan proses seleksi dari dewan redaksi. Artinya steemit membuka ruang yang selebar-lebarnya kepada kita untuk bekreativitas setiap hari.

Sama halnya seperti beberapa media cetak atau pun media online yang sebagiannya menyediakan honor untuk para penulis, Steemit juga menyediakan reward bagi para penggunanya. Bahkan peluang untuk mendapat reward di Steemit lebih besar jika dibandingkan dengan media lainnya. Sebagai contoh, untuk mendapatkan honor di media cetak misalnya, kita harus berjuang “setengah hidup-setengah mati” agar tulisan-tulisan kita bisa terbit. Sebab hanya tulisan terbit yang mendapatkan honor. Dan tulisan kita tidak mungkin dapat terbit setiap hari di media tersebut. Jangankan setiap hari, setiap bulan saja belum tentu terbit mengingat keterbatasan kolom. Penting pula dicatat bahwa tidak semua media-media itu menyediakan honor. Dalam kondisi ini, Steemit menjadi solusi dalam meningkatkan kreativitas dan produktivitas, di mana kita bisa menerbitkan postingan setiap hari dengan tetap mendapatkan reward.

Steemit juga memberikan kemudahan dalam proses pencairan reward. Artinya, para steemians tidak perlu mendatangi kantor Steemit untuk menjumpai Pak Kasir ketika hendak mencairkan reward. Tidak perlu menghabiskan uang transport apalagi tenaga. Steemit memberikan banyak kemudahan untuk mendapat “uang jajan” (mengutip istilah Bang @rismanrachman) dan juga mengajarkan kita untuk berinvestasi untuk masa depan. Sesuatu yang tidak dilakukan oleh media lain.

Namun demikian bukan berarti Tuan dan Puan Steemians dapat memposting konten apa saja di Steemit tanpa memperhatikan etika dan aturan-aturan yang telah ditetapkan Steemit. Meskipun diberikan kebebasan tanpa keterlibatan pihak Steemit sebagai “redaktur”, tapi kita tetap harus menjunjung tinggi aturan yang telah ditetapkan sehingga postingan kita bernilai dan memberikan manfaat kepada pembaca. Jangan sampai tanpa sadar kita menjadikan Steemit sebagai “tong sampah” dengan menerbitkan konten yang sama sekali tidak bermanfaat bagi pembaca. Artinya warga Steemit sama-sama memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga kualitas postingan agar Steemit dapat terus membumi. Dan yang terpenting, sambil belajar dan berkreativitas di Steemit, kita tetap mendapatkan uang kopi tanpa harus membawa foto copy KTP.

ril profil.jpeg
@tinmiswary

Demikian dulu Tuan dan Puan Steemians, lain waktu disambung kembali…

Sort:  

Saya sangat setuju dengan ini “Jangan sampai tanpa sadar kita menjadikan Steemit sebagai “tong sampah” dengan menerbitkan konten yang sama sekali tidak bermanfaat bagi pembaca”, salam kenal bang ...

Terima kasih sudah berkunjung. Salam kenal juga @sinardy

Mantap guree.

Saya vote,komen dan resteem y bg 😁

Oke, mantap. TQ

Silaturahmi bek kendoe :)

Beutoi, kbn bg Ariadi na posting?

Hana lom :(

Glah keu kupi pancong

cirik2 na pak dedi 😂😂