Understanding Haidh
Haidh language has a sense of flow.
As for terminology, menstruation is the blood of tabi'at which exits rather than as high as the womb over a healthy path at any given time.
The uterus is the skin present in the narrow faraj of the hole and the area of the cavity and the lobangnnya facing the faraj hole that enter the sperm into it, then closed sehinnga can not enter the other sperm afterwards. So because this is the custom of Allah that does not create a man from the sperm of two men.
The proposition of haidh
ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم الله الملا
Meaning: '' They asked You about haidh, say: "Haidh it is a shit". Therefore you should abstain from women in the time of menstruation and do not approach them before they are pure. When they are holy, then intervene them in the place that God has commanded you. Allah loves those who repent and love those who purify themselves. "
هذا ما كتبه الله على بنات ادم (متفق عليه)
Meaning: "This (haidh) is something that has been predestined by God to the grandchildren of Adam's woman".
At the time of ignorance, haidh is regarded as something disgusting that should be borne by women. In those days, the Jews did not treat humans to their godly wives. They drove him out of the house, did not want to sleep and eat together, all of which were very harassing for women. As a matter of fact, Christians have a habit of intercourse with their wives when they are godly. So came the Prophet Muhammad SAW who raised the status of women and change the behavior of ignorant ignorant ignorant of women. This is what prompted the Companions to inquire about the laws relating to haidh, so that the verse fell.
These verses and hadiths are part of the description of the answer to the questions asked by the Companions. Which can be concluded that women who are dealing should still be treated as shouldfully by not harassing and undermining their dignity.
From here, then the fuqahak formulate about the laws relating to haidh. Supported by several other hadiths related to it. In formulating the problem of haidh Imam syafi'i is not only guided by verse and hadith only, but also take istiqra method '(research) on many women from different regions and different economic level so conclude the law.
Legal Learning Science About Haidh.
In studying the matter of haidh the scholars divide the law into two kinds:
- Fardhu 'ain for women who have baligh
For women are required to learn things related to personal issues related to the validity of worship, such as problems of menstruation, nifas and istihadhah, because studying the condition of the validity of worship is fardhu 'ain for every human person. So if not know it then the woman is obliged to leave the house to learn it. And abi husband and mahramnya should not prevent it if not able menggajariinya. - Fardhu kifayah for men
Pengertian Haidh
Haidh secara bahasa memiliki pengertian mengalir.
Adapun secara istilah, haidh adalah darah tabi’at yang keluar daripada setinggi-tinggi rahim atas jalan sehat pada waktu tertentu .
Rahim adalah kulit yang ada dalam faraj yang sempit lobangnya dan luas rongganya dan lobangnnya menghadap ke arah lobang faraj yang masuk sperma kedalamnya, kemudian tertutup sehinnga tidak bisa masuk sperma yang lain sesudah demikian. Maka karena inilah berlaku adat Allah bahwa tidak menciptakan seorang manusia dari sperma dua orang laki-laki.
Dalil tentang haidh
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya : ‘’Mereka bertanya kepada-Mu tentang haidh, katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepada-Mu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”.
هذا ما كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ اَدم (متفق عليه)
Artinya :“Ini (haidh) merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah kepada anak cucu wanita Adam”.
Pada masa jahiliyah, haidh dianggap sebagai sesuatu yang menjijikkan yang harus dipikul oleh kaum wanita. Pada masa itu, orang yahudi tidak memperlakukan secara manusiawi terhada istri-istri mereka yang sedang berhaidh. Mereka mengusirnya dari rumah, tidak mau mengajak tidur dan makan bersama, yang semua perlakuan itu sangat melecehkan kaum wanita. Sedangangkan orang nasrani memiliki kebiasaan menggauli istrinya ketika berhaidh. Sehingga datanglah Nabi Muhammad SAW yang mengangkat derajat kaum wanita dan mengubah prilaku jahiliyah yang tidak manusiawi terhada kaum hawa. Hal inilah yang mendorong para sahabat untuk menanyakan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan haidh, sehingga turunlah ayat tersebut.
Ayat dan hadist tersebut merupakan sebagian dari gambaran atas jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat. Yang mana dapat disimpulkan bahwa wanita yang sedang berhaidh tetap harus diperlakukan sebagaima mestinya dengan tidak melecehkan dan meruntuhkan martabat mereka .
Dari sinilah, kemudian para fuqahak merumuskan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan haidh. Dengan didukung oleh beberapa hadist yang lain yang berkaitan dengannya. Dalam merumuskan masalah haidh Imam syafi’i tidak hanya berpedoman kepada ayat dan hadist saja, tetapi juga menempuh metode istiqra’ (penelitian) pada banyak wanita dari berbagai daerah dan taraf ekonomi yang berbeda sehingga menyimpulkan hukumnya.
Hukum Belajar Ilmu Tentang Haidh.
Dalam mempelajari masalah haidh para ulama membagi hukumnya kepada dua macam:
- Fardhu ‘ain bagi wanita yang telah baligh
Bagi wanita diwajibkan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masalah pribadinya yang berhubungan dengan keabsahan ibadah, seperti masalah haidh, nifas dan istihadhah, karena mempelajari syarat keabsahan ibadah adalah fardhu ‘ain bagi setiap pribadi manusia. Sehingga apabila tidak mengetahuinya maka perempuan tersebut wajib keluar rumah untuk mempelajarinya. Dan abi suami dan mahramnya tidak boleh mencegahnya apabila tidak sanggup menggajarinya . - Fardhu kifayah bagi laki-laki