DItengah pekannya langit;
Diayun sepeda membelah jalan;
Semakin dingin udara malam.
Tak terasa bertahun-tahun;
Ia mematahkan diri demi tahap;
Segenggam mental baja.
Malam demi malam;
Ia terus mengayuh sepeda;
Tak ada lagi hati mengeluh.
Di wajahnya tak raut cinta;
Hanya garis nadi realitasnya;
Buah kata penuh ketegasan.
Kini ia masih bergulat;
Dengan debu malam;
Tanpa ada rasa pedih.
Jiwaku kini terbelenggu;
Dengan jentik jarinya;
Dagingnya ingin dekatku