hanya kabut putih, serupa awan-awan sirrus berarak pelan dihembus angin semilir
hampir tanpa pola, kelabu tak bercahaya.
carut- marut kenderaan
saling silang menyilang
di atas aspal-aspal panas,
dahulu-mendahui,
ditingkahi suara klakson-klakson mobil yang sambung-menyambung begitu bising memekakkan telinga.
diantara kaki batang-batang
beton menjulang,
para pedagang asongan berderet, berdesakkan, berlomba mendekati badan jalan hendak menjaja nyawa
kabut putih diatas kota ku,
seperti kafan putih menunggu datangnya kematian.
Telah kami upvote yah..
Thanks @puncakbukit
Puisi yang indah hari lebih istiqomah
Thanks sudah membaca postingan saya, semoga bermanfaat.
keren. trus berkarya !
Wah @smcipa, sangat senang melihat kamu lagi. Thanks ya.
puisinya sangat menyentuh
Terima kasih @asmahusna untuk apresiasinya.
Salam dan selamat menulis.
Sangat bermakna
Terimakasih ibu @nyakniarco, sudah singgah di postingan saya.
Salam sore ibu.
Memang sastrawan sejati. Maulah diajari menulis puisi...
Hehe, tidak seproduktif @radjasalman, nulisnya kadang-kadang aja kalau ada inspirasi.
menatap langit siang kotaku, apakah sama dengan kabut putih dikotaku.
Apakah kita mempunyai kota yang sama
@janvanhoess
Hhehe, satu grup tapi tak saling mengenal. Mungkin sama @javanhoess
ajari aku cara buat puisi donkkkk hehehehe
Gampang @jhonwekk, hanya butuh imajinasi, emosi dan kemampuan mengolah kata.
Atau coba saja jatuh cinta, setiap menit tangan anda akan menulis puluhan puisi dengan sendirinya 😀
Puisi yang bagus dan nyaman hati nge baca..
Terima kasih yuzul, sudah menyukainya.