Dulu, ketika ada yang menyebutkan 'tari Sufi', benak saya langsung terbayang tarian Sema (Whirling Dervishes), sebuah tari yang mengandung makna bahwa dasar kehidupan di dunia ini berputar. Tari Sema lahir dari inspirasi seorang penyair Turkey, Maulana Jalaluddin Rumi.
Selanjutnya, beberapa tahun lalu saya menyadari bahwa, Rapai Geleng juga merupakan tari yang memiliki unsur religiusitas layaknya tarian sufi. Rapai geleng adalah sebuah tarian tradisional Aceh yang berasal dari Manggeng, Aceh Barat Daya. Dulu Rapai dijadikan sebagai sarana syi’ar Islam yang dibawakan oleh ulama Baghdad, Syekh Rifa’I (Z. H. Idris, et al, 1993: 79).
Menyebutkan bahwa Rapai Geleng merupakan tari yang memiliki unsur religiusitas layaknya tarian sufi. Dalam hal ini, saya bukan beranjak dari referensi tertulis. Namun, ada sebuah even yang saya ikuti pada pertengahan Mei 2011, di Turkey. Rangkaian acara tesebut menunjukkan bahwa tarian Rapai Geleng termasuk dalam kelompok yang sama dengan tari Sema; Konteks esensinya jelas berbeda.
Even yang saya maksudkan di atas bertajuk "Eskisehir Yunus Emre Internasional Sufi Music Festival", dalam rangka memperingati hari kematian tokoh Sufi Yunus Emre.
Meskipun tema besarnya adalah musik. Pada kesempatan itu, pihak penyelenggara juga mengikutsertakan tarian yang beraliran sufi untuk ditampilkan di Eskisehir Osman Gazi University Culture Center Music Halls. Rapai Geleng dan tari Sema termasuk di dalamnya.
Internasional Sufi Music Festival diadakan selama Lima hari, semenjak 2-7 Mei 2011. Tari Sema dan Rapai Geleng tidak melakukan perpaduan kala itu, hanya menampilkan materi secara terpisah.
Semenjak even itu berakhir, terbesit dalam pikiran saya, bagaimana kalau seandainya kedua tarian ini dikolaborasikan, dan kapan saya bisa menikmatinya.
Tak ubahnya bak gayung bersambut. Setelah Lima tahun berlalu, akhirnya saya menemukan Tarian Sema dan Rapai Geleng menyatu di Serambi Mekkah, tepatnya di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, pada Senin malam yang Syahdu, (09/10/2017).
Kami telah upvote..