Tahun baru ini kemana? Tanya seorang rekan yang saat itu masih aktif menulis untuk salah satu media cetak nasional. Belum ada rencana, jawabku. Kemudian dia menawarkan untuk mendaki Burni Telong yang berada di kabupaten Bener Meriah. Langsung saja tawaran itu aku sambut dengan sukacita. Sudah cukup lama aku tak kesana. Terakhir kesana tahun 2010, saat aku masih bermukim di Lhokseumawe.
Akhir Desember 2013 kami berangkat dari Banda Aceh. Singgah di Kabupaten Bireuen untuk sekedar ngopi dan belanja logistik kebutuhan selama mendaki. Kami berangkat dari Banda Aceh bertiga, aku, Burhan dan seorang teman lagi, Yusri. Saat ngopi di Bireuen, aku menghubungi seorang rekan lagi di Takengon dan mengajaknya untuk dapat bergabung bersama kami. Semua pendaki disana mengenalnya dengan Kayu Kul (kayu besar). Kayu Kul yang bernama asli Irwan Yoga, menyahuti ajakanku.
Kami beranjak dari Bireuen dengan tujuan Takengon, Aceh Tengah, menjemput kawan tadi. Setelah menjemput Kayu Kul, kami memilih menginap semalam di Danau Laut Tawar. Paginya kami langsung balik arah, menuju Timang Gajah di kabupaten Bener Meriah, kaki gunung Burni Telong. Disana kami memilih bermalam di salah satu rumah yang biasa digunakan pendaki untuk istirahat sebelum mendaki. Rumah Pak Dian. Beliau dan istrinya selalu dengan ramah menyambut siapapun yang datang menginap dirumahnya. Rumah Pak dian adalah rumah terakhir sebelum memasuki hutan di punggungan Burni Telong.
Sore itu, saat tiba di rumah Pak Dian, telah ada sekelompok mahasiswa pecinta alam yang juga akan mendaki. Sebahagian aku kenal. Setelah berbasa basi sebentar dengan mereka, aku menenemani Burhan meliput banjir yang terjadi di Bandar Lampahan, meninggalkan rumah pak dian dan teman-teman pendaki lain disana. Malamnya kami baru kembali ke rumah Pak Dian untuk beristirahat, recharging energi untuk mendaki besok.
Paginya, kami sengaja berangkat agak sedikit terlambat. Burhan berencana melihat aktifitas para petani kopi dipagi hari, mereka mengikuti istri pak dian memetik biji kopi ke kebun. Burhan ingin menulisnya sebagai liputan khusus selain membuat tulisan pendakian untuk dikirimkan ke redaksi media dimana ia telah mengabdi 10 tahun lebih.
Menjelang waktu Dhuha, setelah sarapan, kami mulai pendakian. Aku dan kayu kul sudah berulang kali ke puncak gunung itu. Sementara Yusri dan Burhan belum sama sekali. Kami mendaki santai, lebih luang waktu untuk beristirahat dan mengamati sekitar. Nuansanya terasa sangat berbeda. Suara siamang tak terdengar seriuh dahulu. Disepanjang rute utama pandakian, camp pemburu semakin banyak dijumpai. Telah banyak pula jalan setapak baru yang dibuka oleh pemburu itu. Mereka rata-rata mencari rusa maupun kambing hutan untuk dijual dagingnya ke perkampungan.
Menjelang gelap kami baru tiba di “shalter’ untuk mendirikan tenda dan menginap. Disana telah ada 2 rombongan lain yang memilih lokasi camp berdampingan. Sementara kami memilih lokasi agak terpisah dari kedua rombongan yang telah lebih dahulu mendirikan tenda disana. Setelahnya, masih ada beberapa group lagi yang datang, termasuk rekan-rekan dari Banda Aceh juga. Dua malam menjelang malam tahun baru kami habiskan di shelter itu. Burhan memanfaatkan waktu mewawancarai beberapa pendaki disana. Tentu untuk memperlengkap bahan liputannya. Jam 03.00 WIB, pagi 1 Januari 2014 kami dan rombongan lain menuju puncak. Harapan dibenak dapat melihat mentari awal tahun dari ketinggian 2.600 Mdpl.
Setelah menikmati mentari pagi di puncak, kami beranjak turun. 3 hari 2 malam sudah di gunung itu. Aku teringat sebuah janji yang pernah aku utarakan dulu saat menemani Bagex dan Andre melakukan pendakian terakhir sebelum melepas masa lajang sebagaimana ku sampaikan dulu dalam Melepas Masa Lajang, Bagian 1. Ternyata ini-lah pendakian terakhirku sebelum memutuskan melaksanakan pernikahan di penghujung 2014.
PS:
Semua foto dalam postingan ini adalah dokumen perjalanan yang diambil oleh Mohammad Burhanuddin, Yusriadi dan saya sendiri. Liputan pendakian yang ditulis Mohammad Burhanuddin dapat dibaca dalam Hilangnya Harmoni di Kaki Burni Telong
Mantap. Ini gunung pertama yang kudaki; Tahun 2001 bersama Kelompok Pecinta Alam Gayo Lestari dan LSM Rangas.
Ada Bang Ilham juga, rupanya...
Sama @sangdiyus. Ini juga gunung yang pertama kudaki. 😁 bang ilham menyusul beserta rombongan lain saat kami sudah satu malam di shalter.
Kupike atra baru, karap beungeh kuh sare, paken hana pakat2. Rupanya atra awai, bereh...
Hahahahhahah... bek gadeh lam awoe 😂😂😂😂
Meunyo jino han hase le, jiseutot Ahsan...😀
Hahaha.. pu chiet... suah ba jih meunyoe jak 😃
Luar biasa teman...cerita menarik sekali...
Vote & follow rakan beh
Kenangan yg gak bisa di lupakan