Foto : Tgk. Abdul Kassah (Pakai Sorban) Bersama Mualaf
Pada bulan Ramadhan lalu saat saya masih menjabat sebagai ketua umum HMI cabang Takengon, seperti biasa sudah menjadi program wajib yang dilakukan secara turun temurun lintas periode, yaitu program dengan nama Student Work Camp (SWC), pada saat itu kami memilih lokasi untuk kegiatan tersebut kampung Karang Ampar,Kecamatan Ketol, Aceh Tengah. Kegiatan ini adalah kegiatan sosial dan pendekatan diri dengan masyarakat, melihat dan merasakan langsung apa yang dialami masyarakat bawah atau bahasa krennya Live In.
Dari sederet persoalan yang ada di tengah masyararakat yang mejadi fokus perhatian kami pada saat itu adalah adanya masyarakat mualaf di kampung tersebut, mualaf ini resmi memeluk agama Islam pada 17 Mei 2016 di kampung kekuyang, langsung disaksikan oleh gubernur Aceh saat itu masih pak Zaini Abdullah. Sedangkan prosesi pensyaadatan dilakukan oleh ketua MPU Aceh Tengah yaitu Tgk.H M Isa Umar. Mualaf yang disyahadatkan warga asal Sumatera Utara yang beberapa tahun terakhir menetap dan menjadi warga Kecamatan Ketol. 10 orang mualaf tersebut berasal dari tiga Kepala Keluarga (KK), yaitu Firman Ginting (41), Kasiara BR Purba Tambak (44), Heri Yantina BR Ginting (23), Wasis Pernando Ginting (16), Difoan Dareya Ginting. Selajutnya Thomas Ginting (35) Siti Sarif BR Sembiring (37) dan Romiyanta Ginting (4). Sedangkan dua mualaf lagi, Antoni Ginting (40) da Adelia Natasyah Br Ginting (1).
Persoalannya adalah, setelah memeluk Islam tidak ada pembinaan yang dilakukan terhadap para mualaf ini yang semestinya diberikan untuk dapat memahami Islam secara baik, terutama sekali adalah dapat melaksanakan ibadah-ibadah wajib yang dilakukan sebagai seorang muslim. Pada saat itu dalam kunjungan kami ke kediaman mereka yang terletak agak jauh dari pemukiman warga lainya salah seorang diantaranya, Antoni Ginting mengeluhkan tidak adanya pembinaan dilakukan terhadap mereka selaku pemeluk baru agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. “Sejak kami memeluk Islam tidak ada dilakukan pembinaan, seperi mengajarkan kami Shalat, membaca Al-Qur’an, ini sudah lebih setahun kami memeluk Islam” ungkapnya.
Dok. Saat kami berkunjung ke kediaman mualaf di Dusun Tangak Karang Ampar
Saat saya menanyai bagaimana kemudian mereka melakukan shalat, dan apakah mereka melakukannya?. Jawabnnya sangat mengejutkan, mereka mengatakan bahwa mereka tidak melakukan shalat dengan lafadz do’a sebagaimana seharusnya, melainkan melakukan shalat dengan lafadz do’a mereka sendiri. Sedangkan gerakan untuk shalat mereka melihat dan mengikuti apa yang mereka lihat saat melakukan shalat secara berjama’ah di masjid yang mana mereka biasa ikut shalat Jum’at. “Bagaimana kami belajar shalat, tidak ada yang mengajari kami, tidak ada pembinaan, kami hanya diberi ini (sambil menunjuk buku tuntunan shalat lengkap), sedangkan kami tidak tau bagaimana cara membacanya,” katanya kala itu.
Mendengar apa yang disampaikan Antoni Ginting, saat itu teringat dengan mualaf yang berada di Kampung Kala Wih Ilang kecamatan Pegasing, dimana sebagaian sudah ada yang mualaf beberapa tahun lalu namun tidak ada pembinaan keislaman yang diberikan, sehingga mereka memiliki nasif yang sama, terlantar dalam keimanan, ber-Islam dengan kebutaan, beragama dengan tidak mengilmuinya. Tentu saja ini bukan salah mereka sebagai mualaf.
Ternyata, masih ada orang yang rela bebrbuat di jalan Allah, yang mampu berjuang tanpa pamrih semata-mata ,mengharap ridha Allah SWT. Ia yang merasa bersalah dan berdosa dan bertanggung jawab atas kebutaan mereka pada Islam, Ad-Din yang diridhai Allah SWT. Ia adalah pak Tgk. Abdul Kassah, seorang yang rela setiap hari Sabtu meluangkan waktunya untuk bertatap muka dan mengajarkan kepada Mualaf yang berada di Kampung Karang Ampar, Tgk. Abdul Kassah telah berhasil mengajar para mulaf tersebut untuk mampu melaksanakan shalat. Hal itu dilakukan dengan waktu yang cukup lama, sudah lima bulan lamanya para mualaf tersebut diajarkan secara rutin setiap hari sabtu. “Alhamdulillah mereka sudah bisa shalat, saya mengajari mereka sejak mulai dari tharah hingga bisa melaksanakan shalat, meskipun belum sempurna,” ungkap Tgk. Abdul Kassah saat bertemu di kampung Karang Ampar, Minggu, 11 Februari 2018. ketika itu bertemu tanpa sengaja di menasah dusun Ayun Karang Ampar, saat itu saya berkunjung ke Karang Ampar dan Shalat Magrib di Menasah Ayun bersama teman saya Hasbiyamin, yang juga alumni HMI, kemudian pak Tgk.Abdul Kassah mengajak kami mampir di rumahnya di Dusun Ayun.
Pada kesempatan tersebut pak Tgk Abdul Kassah yang merupakan Imem Kampung Lampahan Barat, Kecamatan Timang Gajah mengatakan bahwa para mualaf itu merupakan tanggung jawab kita bersama selaku muslim, maka menjadi wajib bagi kita untuk membimbingnya. “Saya tidak mengharapkan apa-apa dari apa yang saya lakukan, tidak perlu orang tau, dan tidak perlu diberikan imbalan apapun, semoga ini mnjadi sedekah saya dan ibumu yang selalu menemani saya mengajar para mualaf ini semoga bisa membantu kami kelak.” Ungkapnya dengan bersahaja.
Dok. Cerita sambil menikmati durian di rumah pak Tgk. Abdul Kassah
Penutup pembicaraan saya dengan pak Tgk, Abdul Kassah ia memberi pesan kepada saya. Yang syarat dengan makna nan dalam.“Bila kamu ingin membasuh wajahmu tidak perlu engkau mengecat muka orang lain, wajahmu akan bersih walau tidak mengotori orang lain,” ungkapnya menutup pembicaraan kami sembari mengajak saya untuk ikut menyaksikan bagaimana para mualaf itu belajar shalat.”nanti kamu saya telpon, jika mau pergi kesana menyaksikannya,” katanya, dan sayapun pamit pulang ke Takengon berhubung waktu juga sudah larut malam tanpa kami sadari, asyik bercerita sambil menikmati durian dan buah rambutan yang di hidangkan bapak Tgk. Abdul Kassah, beserta sop noang (biri-biri hutan) yang baru di tangkap warga. []
Semoga amal ibadahnya selalu bermanfaat bagi nusa dan bangsa
Aamiin YRA
Sesuai tujuan HMI pergerakan mu bang Tum,
Barakallah..
Tujuan HMI itu menyatu dalam jiwa kita dinda.