Naiknya taraf kehidupan masyarakat Indonesia dibersamai dengan semakin meluasnya adopsi teknologi seperti internet dan telepon genggam. Selain kelebihan yang dibawa oleh teknologi digital yaitu lebih mudahnya mendapatkan informasi, informasi ini terkadang tidak faktual dan malah memanipulasi pembaca. Ini disebut hoaks digital.
Apa itu Hoaks Digital?
Hoaks, menurut KBRI, diartikan sebagai informasi bohong. Dengan begitu, hoaks digital adalah informasi bohong yang ada di dunia digital. Hoaks digital yang sering beredar di Indonesia sering ditargetkan kepada masyarakat yang pemahaman literasi digitalnya tidak sebaik masyarakat menengah ke atas. Hoaks digital disebarkan dengan tujuan memanfaatkan isu sensitif yang mempengaruhi opini publik melalui media digital massal.
Bagaimana Hoaks Digital Tersebar?
Cara informasi palsu ini beredar adalah dengan menggunakan judul yang sensasional melalui kata kunci tertentu yang menarik perhatian masyarakat dan sesuai dengan trending topic saat ini. Contohnya saja, hoaks digital menjadi masalah menjelang Pilpres Indonesia, dengan informasi dan artikel seperti peniadaan debat capres, tujuh menteri mendanai kampanye Gibran Rakabuming, Anies Baswedan mundur dari kontestasi capres, dan sebagainya. Informasi palsu ini bukan hanya beredar di waktu penting saja, tapi juga di kehidupan sehari-hari. TirtoID, salah satu website berita digital di Indonesia, menyediakan kolom khusus pengecekan berita palsu. Berita palsu ini seringkali topik-topik seperti bansos atau subsidi dari tokoh atau perusahaan tertentu, temuan antar tokoh politik, fakta kesehatan palsu, fakta dunia yang berkesan buruk, pengumuman mengenai program baru yang palsu, dan sebagainya.
Berapa banyak yang terpengaruh Hoaks Digital?
Hoaks digital sendiri sudah menjadi masalah biasa di Indonesia, yang disebabkan salah satunya oleh karakteristik masyarakat yang belum terbiasa dengan perbedaan pendapat dan mengkritik informasi dengan efektif. Ini mengarah kepada kemalasan dalam mencari informasi alternatif yang bisa jadi lebih benar daripada informasi pertama. Menurut temuan survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2020, sekitar 30-60% responden dari 1.670 responden mengaku terpapar hoaks ketika di dunia digital, dengan usia responden dari usia 13-70 tahun. Survei yang sama di tahun berikutnya juga menunjukkan bahwa persentase angka yang menyebarkan hoaks naik dari 11,2% menjadi 11,9% Menurut Direktur Riset organisasi tersebut juga, tingkat literasi digital masyarakat juga masih belum tinggi. Survei itu pun menyimpulkan bahwa indeks literasi digital secara nasional belum sampai skala baik.
Hoaks Digital dan AI
Hoaks digital kerap beredar dari berbagai macam media sosial dan website berita digital, seperti Facebook, WhatsApp, Tiktok, dan website berita yang khusus mengeluarkan artikel dalam jumlah banyak seperti Tribunnews. Tantangan tambahan dari hoaks digital di hari-hari ini adalah adanya AI. AI, atau kecerdasan buatan, sekarang sudah cukup mumpuni untuk membuat video dan rekaman rekayasa yang tampak nyata. Contohnya saja, beredar video Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, yang mengumumkan akan memberikan bantuan sebesar Rp3 miliar kepada 15 pekerja migran Indonesia. Investigasi dari TirtoID menunjukkan bahwa audio di video unggahan Facebook ini memiliki 100 persen kemungkinan dibuat oleh AI. Ini baru satu kasus, dan kasus seperti ini terjadi setiap bulan dalam jumlah yang tidak sedikit.
Cara Menanggulangi
Bahaya dari AI adalah semakin mudahnya menargetkan video ke khalayak umum, yang kerap disajikan dalam konten yang mudah dipahami. Untuk menanggulangi ini, masyarakat perlu mengetahui alat yang wajib dipakai dalam mendeteksi informasi palsu. Untuk berita palsu yang tidak melibatkan AI, masyarakat bisa menggunakan website yang khusus membantah hoaks digital seperti TirtoID-CekFakta, website Komdigi yang kerap mengkonfirmasi berita palsu, dan website CekFakta. Website seperti TirtoID juga sudah melakukan investigasi terhadap video yang dibuat dengan AI. Sebagai pembaca yang ingin lebih cermat lagi, kita perlu memperhatikan apakah informasi berupa video atau audio yang kita dapatkan kedengaran alami atau tidak dan juga selaras dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh tokoh di waktu-waktu sebelumnya. Selagi teknologi AI masih dikembangkan, masih mudah bagi penerima informasi untuk melakukan hal ini.
Kesadaran akan kemajuan teknologi tidaklah cukup untuk melawan informasi palsu. Perlawanan ini harus disertai dengan cara-cara yang jelas agar tidak ada yang terkelabui oleh informasi yang manipulatif.
Karya ini dibuat untuk Lomba Menulis Blog dalam rangka 1st Anniversary MenulisID
Referensi:
Analisis Hoaks dalam Konteks Digital: Implikasi dan Pencegahannya di Indonesia
Rahmawati. D. (2023). “Analisis Hoaks dalam Konteks Digital: Implikasi dan Pencegahannya di Indonesia”https://j-innovative.org/index.php/Innovative.