REFLEKSI SEORANG GURU TAMAN KANAK-KANAK

in #life7 years ago (edited)

Bocah-bocah mungil berseragam kuning hijau berlari kesana kemari mengikuti gerak hatinya yang menyatu dengan alam. Sinar kuning matahari perlahan lembut menarik kilauan embun yang melekat pada rumputan hijau,dedaunan di pohon seri, trembesi,asam jawa dan untaian jejari daun sawit.Bocah berbaris berkelok-kelok mengikuti irama “Ular naga panjangnya bukan kepalang” sampai akhirnya suara- suara itu lenyap memasuki pintu-pintu ruang kelas. Bu Yuni dan beberapa guru lainnya menyambut dengan senyum ceria,tertawa bahagia....sejenak mereka melupakan beban pikiran yang menggelayut tadi pagi sebelum berangkat sekolah. Mereka tidak lagi memikirkan apakah pada akhir bulan nanti akan ada amprahan yang bisa ditandatangani sebagai penghibur lelah. Karena mereka tahu sebagai guru honorer tak pantas berharap yang muluk-muluk yang penting pengabdian sebagai guru adalah tugas mulia,imbalan yang paling spektakuler adalah pahala yang berlipat ganda dariNya .....amiiin.
Bu Tia wali kelas di kelas play group kelihatan sibuk membereskan kursi-kursi kecil yang berserakan seusai melaksanakan kegiatan pembelajarannya siang ini. Dia dibantu oleh beberapa murid yang sudah punya pemahaman sangat baik dengan sukarela bergerak ketika bu Tia memberi instruksi.
” Ayo anak –anak susun kembali kursinyaaaaa...........”.
“Peralatan nya disimpan kembali dilokernya masing-masing........”. Sementara Lila bocah berambut pirang keriting terus merengek menarik-narik ujung bagian belakang baju bu Tia sehingga membuat bu guru bertubuh mungil itu melangkah terseok-seok.
“Bu Tia....Lila masih mau main balok-baloknya ....boleh ya buuu.....,”pintanya.
“Ya ya ..boleh besok,sekarang kita bersiap untuk pulang ya sayaaang,” Bu Tia berusaha membujuk.Tangannya dengan cekatan membuka tutup botol minuman Oji yang macet dan bu Tia pun terus disibukkan oleh murid-murid lain yang butuh bantuannya saat persiapan menjelang pulang . Johan ,berdiri termangu bersandar didinding kelas,mukanya meringis sepertinya sesuatu telah terjadi padanya yang luput dari perhatian bu guru dan pengasuh lainnya. Jo mulai beranjak perlahan keluar kelas. Serasa beruntung ia melihat ayahnya tengah berjalan masuk melewati gerbang sekolah, Jo spontan berteriak menangis sejadi-jadinya. Johan pup, tanpa pikir lagi sang ayah langsung membopong putranya ke toilet di samping kelas. Setelah semua dibereskan sendiri dengan perasaan dongkol langsung membawa pulang anaknya tanpa permisi. Besoknya ayah Jo melaporkan kejadian ini kepada kepala sekolah, ia sangat kecewa terhadap guru dan pengasuh disekolah yang tidak tanggap serta kurang sigap menangani anaknya. Kepala sekolah berusaha menjelaskan alasannya sekaligus minta maaf atas kelalaian tersebut. Namun sepertinya dia tidak butuh penjelasan,dengan wajah masam ayah Jo -lelaki muda cukup berpendidikan - pergi meninggalkan ruangan setelah puas melepaskan sesak hatinya.
Akhir bulan,bu Tris yang dipercayakan sebagai bendahara sekolah memeriksa catatan tunggakan spp lalu menyurati beberapa orang tua murid untuk mengingatkan kembali kewajiban mereka. Bukan maksudnya menganggap tidak mampu membayar tapi mungkin karena kesibukan sehari-hari mereka lupa. Jumlahnya pun hanya beberapa ratus rupiah dibanding penghasilan rata-rata orang tua murid tersebut yang mencapai jutaan setiap bulannya.Lagi-lagi guru harus menerima uji kesabaran. Salah seorang diantaranya merasa sangat tersinggung sebab surat tagihan itu telah membuat harga dirinya ternoda. Melalui telepon orang tua anak tersebut mengatakan bahwa dirinya tak pernah menunggak.Dia selalu menitipkan setiap bulan melalui pembantu rumah saat mengantar anaknya kesekolah, tak lupa pula bunda sibuk itu menyampaikan kekesalannya lewat akun facebooknya dan belakangan diketahui ternyata titipan tersebut memang belum disampaikan.
Menjadi guru taman kanak-kanak sungguh merupakan suatu pengabdian yang melampaui nilai nominal. Para guru yang setiap pagi sudah bersiap menyambut anak muridnya, kadang meninggalkan anak balitanya sendiri. Disekolah,guru melatih kemampuan anak, mengasuh dan menghadapi kerewelan anak ‘hasil’ didikan orang tuanya yang tidak semuanya santun dan dituntut harus tetap ceria. Selain itu guru juga harus menyiapkan alat-alat peraga yang butuh ketelatenan untuk melatih motorik halus dan motorik kasar anak-anak. Profesi yang jika direnungkan merupakan ‘bagi tugas’ pengasuhan yang semestinya dilakukan oleh orang tua,namun pada kenyataannya tak mendapat penghargaan materi yang selayaknya. Belum lagi tuntutan kebanyakan para orang tua agar anaknya bisa melakukan hal-hal yang diinginkan, misalnya anak lebih pintar mengurus diri sendiri,membaca, menghapal dan lain-lain. Selain banyak duka,ada juga perasaan berharga saat membersamai proses tumbuh kembang seorang anak yang diasuh,misalnya rasa haru dan bangga saat anak bercerita,menghapalkan sekaligus menerapkan hal-hal yang telah diajarkan....rasanya apa yang telah dilakukan selama ini tak sia-sia,segala kelelahanpun terobati,sejuk dihati.
***
Kata-kata Kaisar Hirohito selepas Jepang babak belur di Perang Dunia II yang berbunyi :

“Kita telah jatuh, karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang. Tapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu. Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kerajaan ini, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan.”

____________________________________________ooo_______________________________________________