Baru saja jalan-jalan dan mampir ke tulisan @happyphoenix tentang "telling your feeling".
Well fokus dalam tulisan tersebut memang seputar mengungkapkan perasaan pada lawan jenis dalam kaitan asmara. Hmm bikin saya jadi bernostaligia ke zaman old, di mana saat itu masih muda belia. Keberanian mengungkapkan perasaan dan kemudian siap menanggung resiko baik penerimaan maupun penolakan hakikatnya proses belajar menjadi dewasa dan menerima diri. Bukan sekedar menerima sikap orang lain terhadap apa yang kita ingin ungkapkan.
Kelak bertahun kemudian di masa saya belajar menjadi isteri dan Ibu dari anak-anak saya, saya juga mempercayai pentingnya mengekspresikan perasaan kepada orang-orang yang kita sayangi. Apa pentingnya mengekpresikan perasaan bagi kehangatan komunikasi dalam keluarga? Penting sekali menurut saya.
Masalahnya tidak semua orang merupakan typical orang yang ekspresif dan extrovert. Ada orang yang dari sananya susah mengekspresikan perasaan, tertutup dan ya gitu.... Well basically saya type introvert. Bersama waktu saya banyak melihat sisi positif dan negatif dari karakter sang introvert. Salah satunya kelancaran komunikasi dengan banyak pihak. Saya yang biasanya selalu jadi ember atau bak sampah di mana hampir semua teman saya menyimpan uneg-uneg, cerita, bahkan "sampah" pada saya lalu mulai juga merasa butuh menjadi sosok yang lebih terbuka, terlebih ketika kemudian kita terikat pada ikatan pernikahan dan melahirkan komunitas kecil bernama keluarga.
Orang tua saya, merupakan orang tua zaman old dalam arti yang sebenarnya. Almarhum Ayah saya dan saya berjarak usia lebih dari 40 tahun Ibu saya sekitar 30 tahun. Mereka type orang zaman dulu yang tidak terbiasa mengekspresikan perasaan pada anak-anaknya. Hmm ya gitu deh lurus-lurus saja. Terutama dalam hal affection. Hampir tidak ada bentuk ungkapan yang sifatnya verbal untuk menyatakan sayang dan cinta pada anak-anak. Mendengar mereka menyatakan sayang? Hmm never, I think. Trus mereka gak sayang dan gak cinta gitu pada kami anak-anaknya?
Waaah perjuangan mereka seumur hidup tidak lain ditujukan untuk membesarkan kami dan menjadikan kami pribadi yang berbahagia. Pendidikan yang mereka terapkan yang dulu sering saya anggap sebagai pemaksaan merupakan bukti cinta mereka pada kami agar kami jadi manusia bermakna bagi sesama. Banyak lagi, hanya saja mereka tak terbiasa menyatakan perasaan mereka.
Baiklah itu mungkin kekurangan mereka yang harus saya putuskan lingkarannya cukup hingga ke saya. Menyadari pentingnya ungkapan kasih sayang dalam bentuk verbal maka sejak menjadi isteri dan kemudian menjadi Ibu, saya membiasakan diri mengekpresikan rasa sayang dan cinta saya secara lebih terbuka, verbal dan non verbal. Saya tidak gengsi bilang sayang dan cinta pada pasangan dan anak-anak. Berkali-kali sekalipun. Iya, saya paham kadang kita perlu "menyatakannya" "mendeklarasikannya" agar perasaan dan pesan cinta dan kasih sayang itu sampai pada mereka.
Ungkapan sayang dan cinta tak hanya penting untuk mereka, anak-anak saya untuk menumbuhkan rasa percaya diri mereka, rasa bangga bahwa mereka dicintai, dan rasa bahagia diakui dan diinginkan keberadaannya. Ungkapan perasaan itu ternyata juga penting dan sangat berarti bagi saya pribadi. Secara psikologis mengungkapkannya merupakan kebutuhan bagi kesehatan jiwa saya.
Mulai dari diri sendiri...
Jika kita adalah pribadi introvert (seperti saya), maka kita perlu berusaha lebih dengan belajar mengungkapkan apa yang kita rasa tanpa perlu malu, risih, apalagi gengsi. Setelah kita berani dan terbiasa melakukannya, maka lihatlah akan ada respon yang juga sama dari lawan kita. Suami saya termasuk orang yang kaku, jauh dari kata romantis. Bersama waktu ternyata kadang dia jadi lebih romantis dari saya. Memberi bunga mawar di saat-saat tak terduga. Rangkaian bunga dan kue saat ulang tahun pernikahan. Hmm bersama waktu dia mulai bisa lebih ekspresif.
Anak-anak juga menjadi peribadi yang lebih hangat dan terbuka. Mereka terbiasa mengekspresikan perasaannya kepada kami. Ini tentu saya harapkan menjadi hal yang positif dalam membangun komunikasi dengan mereka. kelak saat mereka mulai memasuki masa pra remaja, remaja, dan dewasa mereka tahu bahwa orang tuanya terutama Ibunya adalah orang pertama yang akan menjadi pendengar dan tempat curhat. Bukan orang lain!
Ibunya adalah orang yang pertama yang menjadi tempat curhatnya saat mereka mulai dilirik cowok di sekolah atau sejenisnya. Semua berawal dari kepercayaan mereka karena kita membuka pintu dan gerbang komunikasi dengan hangat.
Selain ungkapan verbal, saya sangat percaya bentuk non verbal semacam pelukan, sentuhan, ciuman, dan tindakan affectif lainnya juga merupakan suatu cara membangun kehangatan komunikasi yang sangat berarti bagi kedua belah pihak. Tidak ada hari tanpa pelukan dan ciuman sayang. Well saya termasuk Ibu yang tegas atau tak apa disebut galak. Namun insyaAllah anak-anak dekat sekali dengan saya. Tidak lain karena saya tidak sungkan mengungkapkan rasa sayang dan bahkan rasa kecewa baik secara verbal dan non verbal.
Saya merasakannya sebagai kebutuhan, tidak semata-mata karena saya yakin ini juga kebutuhan mereka.
Hmm tak terasa, cukup panjang sharing saya tentang mengungkapkan rasa. Bagaimana dengan pengalaman teman-teman?
Salam hangat,
Ophi Ziadah, 21 Juni 2018
Saya juga setiap hari mastiin untuk meluk anak-anak, paling nggak 2x sehari deh 😘😊. Kadang malah bisa puluhan kali. Mumpung mereka masih bisa dipeluk, eheheheeeee (yg paling besar bentar lagi masuk 6 tahun).
Semoga mbak sekeluarga senantiasa diberi kesehatan oleh Allah SWT, Aamiin 🙏🏻😇