Tadi malam saya membuat satu tulisan sampai jam 1 pagi. Tulisan yang membuat browser di laptop saya penuh dengan tab pencarian berita dan fakta tentang tema yang sedang saya angkat isunya. Beberapa menit yang lalu saya mendapatkan pemberitahuan kalau tulisan itu ditolak.
Sebenarnya, sehabis bangun tidur tadi sudah ada feeling kalau kecil kemungkinan akan terbit. Sudah ada lebih dulu tulisan berkonten sama yang mejeng di laman utama media itu. Bahkan foto-foto yang diunggahnya hampir semua bersumber sama dengan yang saya cari. Siapa cepat dia dapat. Risiko dari menulis sesuatu yang viral.
Sedih? Iya.. Tapi saya hanya menghela nafas sejenak. Karena memang lebih baik ditolak daripada digantung dan tak ada kabar. Justru penolakan-penolakan seperti inilah yang membuat saya bisa mengatur strategi yang lebih baik. Jadi bisa intropeksi juga untuk melihat dimana letak kesalahan untuk diperbaiki. Ini kan hidup, setingkat penulis profesional saja masih sering direpeti dan dikoreksi di sana-sini.
Tapi saya tidak menulis ini untuk mengasihani diri. Untuk apa? Justru tertantang untuk mengirim lagi walaupun ada kemungkinan ditolak lagi. Sama seperti ketika mengetuk pintu Steemit dimana saya kebingungan membaca ‘pasar’ yang ada di sini. Pembaca senangnya konten yang seperti apa. Tapi berulangkali saya bertanya pada diri sendiri, “Kamu menulis untuk siapa? Untuk dapat pujian dan uang atau untuk ketenangan?”
Jawabannya adalah untuk ketenangan. Memiliki otak yang riuhnya seperti pasar pagi, saya selalu butuh untuk menuangkan isi pikiran. Terlebih saya adalah anak ekstrovert yang tidak bisa menyimpan banyak hal sendirian, harus dicurahkan. Ada terlalu banyak emosi yang ada dalam diri manusia dan beda-beda cara penyampaiannya. Saya, dan mungkin juga, memilih tulisan sebagai wadahnya.
Tapi biasanya di awal menulis, kita langsung terpikir, nanti orang mikir apa ya tentang tulisan aku, nanti feedback-nya ngga banyak nih. Aku kan bukan siapa-siapa, pasti ngga ada yang upvote nih.
Tanyakan lagi, tujuan kamu menulis untuk apa?
Biarkan tulisanmu itu menemukan sendiri pembacanya. Karena biasanya tujuan kita pasti akan sampai walaupun berkelok-kelok jalannya. Rintangan datang seringnya untuk menguji sejauh mana konsistensi diri. Menguatlah! Jangan menyerah hanya karena kita belum jadi siapa-siapa.
Kalau tidak ada yang membaca bagaimana? Nah, balik lagi ke tujuan dari menulis tadi. Kalau memang niatannya adalah untuk mengeluarkan energi dalam diri untuk kamunya baik-baik saja, bukankah itu sudah lebih dari cukup? Bukankah ketenangan jiwa dan kepuasan batin itu tidak bisa ditukar dengan apapun?
Menulislah karena kamu suka. Semangat untuk kamu, dan semangat juga untuk saya. Selamat berakhir pekan <3
Motivasi yang sangat menarik, saya suka
Terimakasiiiih ^^