Memoar untuk Sahabat: Mengenang Kisah Hidup untuk Memetik Hikmah Pelajaran

in #life7 years ago

image

Beberapa Tahun silam, entah kebetulan atau tidak, Tuhan mempertemukan saya dengan seorang lelaki berhidung mancung, layaknya paruh elang yang cikok ujong (ujungnya patah bengkok). Bicaranya tertata, tampak darinya seseorang yang berpendidikan. Sekalipun, ketika tertawa, sisi bocornya "merembes" pula.

Adalah Muhazir, lelaki yang kemudian menjadi sahabat karib saya. Sebelum kami berjumpa langsung, menurut pengakuannya ia sudah lebih dahulu tau akan saya. Maklum, saat saya SMA salah satu guru saya ialah kakak kandung Muhazir. Tak kebetulan pula, saya yang lumanyan tenar (haha) di SMA menjadi perbincangan banyak guru, tanpa terkecuali kakak dari pada Muhazir.

Lebih jauh, salah satu saudaranya yang bernama Ajmi Saputra, pernah sekali waktu satu payung dengan saya saat membela pabji Kab. Bireuen di ajang Pekan Olahraga dan Seni (PORSENI) tingkat Provinsi Aceh. Alhamdulillah kali itu Bireuen keluar juara umum. Dari kakak kandungnya, cerita dari Ajmi Saputra adalah dua hal yang cukup menguatkan dan mempercepat kedekatan antara saya dan Muhazir.

Kedekatan antara saya dan Muhazir boleh dibilang lebih karena ada kedekatan secara psikologis. Dimana, saya yang kerap membaca dan dia juga sama. Namun, kami tidak kaku dan menolak diri untuk cupu. Oya, Muhazir pada masa SMA dahulu pernah menjabat tukang jaga pustaka. Akses itulah yang mungkin pula cukup banyak andil dalam tumbuh-kembangnya.

Lelaki kelahiran Bireuen ini menghabiskan masa kecilnya di sedikit pedalaman Bireuen. Gampong (Desa) Lampehan, Kecamatan Makmur. Sebuah gampong saat medio itu terkanal dengan zona merah konflik GAM-RI. Muhazir terus tumbuh sebagaimana anak kecil pada umumnya. Tetapi, ia punya ingatan cukup baik saat mengulang memori masa kecilnya kepada saya.

image

Setelah selesai mengeyam pendidikan SD selama enam tahun, Muhazir melanjutkan sekolahnya pada jenjang SMP di Juli, sebuah daerah yang berada antara jalur utama sayap Bireuen menuju kawasan Aceh wilayah tengah Aceh. Sembari bersekola, Muhazir tinggal di Dayah. Saya tak lagi ingat betul, apakah ia selesai SMP di Juli atau langsung pindah ke Medan.

Seiring berjalannya waktu, nasib dan takdir terus menuliskan hal-hal baru nan tak terduga. Setelah Gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004, salah satu foundation membuka sekolah baru dengan segala kebutuhan hidup ditanggung sampai ke tingkat perguruan tinggi. Sekolah itu bernama Rumah Anak Madani (RAM). Muhazir ialah salah satu anak yang beruntung masa itu.

Bagi Muhazir, RAM cukup mengisi ruang ingatannya. Dari RAM lah segalanya bermula. Sistem RAM yang baik, kapasitas dan kapabilitas guru yang mantap, ditopang management terstruktur, plus dana yang lebih dari cukup, telah membentuk sebuah tempat belajar dan lingkungan hidup dengan mimpi-mimpi yang tumbuh di setiap helaan maupun tatapan penghuni RAM. Anak-anak RAM, pada masanya, ialah korban gempa-tsunami.

Setelah menamatkan sekolahnya di RAM, Muhazir sempat melanjutkan sementara studinya di bidang komputer pada sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Medan dengan menamatkan Diplomat dua (D2). Selesai di sana, mungkin jalan takdir pula yang membawanya pulang kembali ke pangkuan Bumoe Seuramoe Mekkah. Ia lulus pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Geografi.

Di Banda Aceh (Bna) saya dan Muhazir bertemu sekaligus keakraban di sana terjalin. Muhazir lebih dahulu di Bna, saya adalah adik letingnya setahun.

image

Sebagai Mahasiswa, Muhazir terkenal cemerlang. Di mata teman-temannya Muhazir ialah sesosok mahasiswa laki-laki yang tetap lakik tapi disiplin. Ingatannya kuat, wawasannya luas, punya sisi komunikasi yang juga baik. Kecuali moodnya sedang sedeng. Untuk urusan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) nilainya selalu stabil dan di atas 3.5. Sebuah pencapain yang tak banyak untuk ukuran mahasiswa laki-laki.

Di balik senyumnya yang lepas, serta sangat yang terus coba ia nikmati saat proses studi di Unyiah. Tidak banyak orang tau ada perjuangan pahit dibelakang itu. Saya mungkin satu-satunya orang yang paling banyak tau ketimbang orang-orang dekat Muhazir lainnya. Bermodalkan uang beasiswa dari RAM, ia harus berhemat 500 ribu untuk kurun waktu satu bulan. Semua paham, bahwa di Bna, perkara markteri keluar rumah sudah barang pasti uang keluar.

Tak jarang, tanpa mau merepotkan orang lain ia makan sehari sekali. Pernah suatu ketika, ia tak makan kurang lebih dua hari dan bertahan dengan air minum. Saya yang kerap menjenguknya ke koss, marah besar. Sering saya katakan padanya, saya memang punya keterbatasan untuk menanti, tetapi untuk hal-hal sekarat begini akan saya usahakan apapun jalanya. Ia hanya menatap datar tanpa kata.

Muhazir dalam gembong mahasiswa letingnya termasuk mahasiswa yang paling cepat menyelesaikan mata kuliahnya. Sayang, saat mendekati akhir, segalanya mulai suram. Tungkop tempat ia tinggal (kos) sebelmul pindah ke Rukoh tak ubahnya Sahara, sedangkan Darussalam tempat kampusnya berada, seakan-akan Padang Savana. Umumnya mahasiswa geografi dituntut untuk menulis dua karya: 1. Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan 2. Skripsi.

Saya tau ia bisa melampaui dua hal di atas. Baginya itu mudah saja. Bahkan, banyak teman-temannya saat menyelesaikan KTI dan skripsi berkonsultasi padanya. Namun, bagi orang-orang yang pernah di kampus mafhum, setiap mahasiswa punya cobaan dan ujian masing-masing. Pun, punya Keberuntungan masing-masing pula yang datangnya kadang tak disangka-sangka. Hubungannya dengan pembimbing tidak berjalan baik, plus sebagai kritik terhadap ia, mungkin kesabaran juga yang kian hari kian bobol saja saat itu. Ditambah lagi ada hal-hal lain yang tak elok saya tulis, biarlah itu menjadi konsumsi ia pribadi juga saya.

Muhazir pun tumbang, ada ending studi yang boleh jadi tidak cukup menggembirakan baginya. Selaku sahabat, saya cukup bisa merasakan hal tersebut. Muhazir pun "angkat lemari" pulang ke kampung halaman. Di sana, keran rezekinya terbuka. Ia mengelola toko abang iparnya yang beralamat di Kota Matang, Kab. Bireuen. Jika teman-teman bertandang ke sana, boleh sesekali waktu menjenguk toko berpamplet EMI.

image

Sebagai pedagang, ia cukup lihai mengurusi segala tek-tek bengek urusan toko. Semangatnya baik, saban pagi saat matahari baru saja beranjak ia bergegas membuka toko. Tak jarang, ia sibuk bahkan di hari dan jam tertentu untuk menenguk air putih saja rasanya tak sempat.

Kedua kami saling berkabar, sering ketika saya balik dari Bna singgah di tempatnya. Tak jarang ia mengambil cuti untuk melepas rindu di antara kedua kami dalam jalinan persahabatan. Ada banyak kisah asmara yang ia qadha curhatan. Isu-isu sepakbola turut terbatas, kami sama-sama fans Liverpool. Begitu pula kaitannya dengan buku baru, atau esai dan opini keren dari penulis terntu yang kami diskusikan. Tak jarang, Muhazir memesan buku baik untuk dibeli atau buku saya dipinjam dan dibacanya. Untuk hal membaca saya menaruh respek lagi hormat padanya, sekalipun sibuk dan kelelahan, ia tetap mau dan menyempatkan waktu untuk terus membaca.

Beberapa minggu yang lalu ia dengan segala sok-sok surprisenya datang di hari istimewa studi saya. Saat saya yudis ia balik ke Bna. Darussalam kadang musuh dalam batinnya, tapi Darussalam pada senyuman bahagia sahabatnya (saya) cukup mampu mendamaikan segalanya. Ia turut bahagia saat menyaksikan saya sudah menyelesaikan apa yang saya mulai. Sayangnya, ia harus kembali karena ada hal yang tak mungkin ditinggalkan. Padahal, ia berencana cuti seminggu dan turut hadir pada prosesi wisuda saya yang berselang dua hari ba'da yudisium.

Memoer ini saya tulis sebagai catatan pinggir sekaligus museum masa-masa pelik, sekaligus kisah klasik yang suatu waktu kita jenguk kembali bahwa pernah ada satu periode dimana kita saling menguatkan. Tidak ada maksud membuka luka lama seorang sehabat. Catatan ini, hemat saya menjadi catatan penting yang keberadaannya dapat memacu semangat untuk melampaui banyak hal. Sekaligus pelecut harapan agar terus mendewasakan diri dengan segenap keinginan yang ingin diwujudkan.

image

Catatan ini saya tulis dengan penuh hikmat, sembari menggali segala ingatan kolektif yang pernah ada. Saya tulis di hari spesial Muhazir, dengan maksud; semoga ini bisa menjadi kado ulang tahunmu. Selamat ulang tahun sahabat, teruslah tumbuh dengan jalanmu sendiri. Doa dan dukungan ini terus akan ada. Pada akhirnya, sebagaimana sebuah quote yang sudah lazim terdengar; umur hanyalah deretan angka-angka. Proses melewatinya yang mengandung nilai dengan hikmah tak terhingga.

Jangan lupa shalat, terus belajar, semangat bekerja. Akan sampai masanya, adik itu kita halalkan. Ya kan? Cak senyum dulu sekali.

Ichsan Maulana, Darussalam, Maret Berangka 1.

Sort:  

Mantap. Lanjutkan teman .

Siap rakan.

outobiography sahabat ditulis oleh sahabatnya

Iya bang. Sesekali menulis tentang sahabat menjadi penting. Di balik segenap jail yang terus mewarnai hari-hari, ada sisi lain yang perlu ditulis. Sebagia museum memori.

seorang teman sangat berpengaruh pada seseorang ya....beruntunglah kamu punya teman seperti Muhajir...

Begitulah kak. Terus kalau Muhazir gak beruntung dianya? Haha

salem lon tuan ke aduen muhajirnyan dek..Salem universitas kopi dekmie beuh.

Siap bang. Waalaikumussalam.

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by lontuanisme from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.