Setelah terjadi OTT terhadap Gubenur Aceh minggu lalu, Aceh sedang di landa isu korupsi yg sedang dibahas oleh masyarakat luas,
pro dan kontra pun terjadi di tengah masyarakat, ada sebahagian dari pendukung Gub Aceh mengatakan ini konspirasi besar untuk menjatuhkan Gubenur Aceh sebagai Gubenur dipilih oleh rakyat, ada sebahagian lainnya mendukung secara penuh langkah KPK untuk memberantas korupsi di Aceh.
Berbagai macam isu pun berkembang, dari isu anak yatim dan fakir miskin hingga kepada isu santunan megang dan hari raya pun menjadi alasan pembenaran.
Pada prinsipnya, korupsi itu adalah perilaku yg tidak boleh di kaitkan dengan kebaikan apa pun, bahkan tidak boleh di jadikan sedekah dari sumber uang yg haram tersebut, jadi tidak ada alasan apa pun untuk membenarkan perilaku korup tersebut siapa pun pelakunya.
Menganai anak yatim dan fakir miskin serta santunan megang, negara sudah mengatur secara jelas dalam konstitusi, sehingga tidak perlu melakukan korupsi untuk membantu mereka.
Dalam UUD 1945 pasal 33 secara jelas mengatakan kekayaan alam merupakan milik negara dan dipergunakan seluas2nya untuk kemakmuran rakyat,
Dalam pasal 34 menjelaskan secara jelas bahwa anak telantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara, dan dalam pasal 18B negara mengakui keistimewaan daerah.
Melihat aturan tersebut tidak semestinya santunan hari raya atau memelihara anak yatim dan fakir miskin di ambil dari uang korupsi, negara membenarkan untuk di anggarkan secara sah melalui proses penganggaran dan mekanisme yg ada,
Hanya perlu sedikit kerja sama yg baik antara eksekutif dan legislatif untuk memperjuangkan anggara tersebut di Kemendagri, agar anggaran tersebut di setujui.
Mengaitkan korupsi untuk anak yatim dan fakir miskin adalah hal yg sangat salah,
Islam tidak mengenal istilah ROBIN HOOT.