Islam menganjurkan agar suami mempergauli istri dengan baik, salah satunya dengan memberi nafkah lahir maupun batin. Pemberian nafkah itu dihitung sebagai ibadah yang akan mendatangkan kebaikan dan pahala dari Allah Swt. Jika tidak ada halangan, hendaknya istri menuruti kemauan suami saat mengajaknya ke tempat tidur, mengutip buku Fiqih Islam karya Sulaiman Rasjid.
“Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, tetapi istrinya membantah ajakan suaminya, lalu suami marah sepanjang malam itu, maka sepanjang malam itu pulalah malaikat-malaikat terus-menerus mengutuki istri itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, di waktu-waktu tertentu suami tidak diperbolehkan berhubungan badan dengan istrinya, seperti setelah istri melahirkan atau saat sedang haid. Selain darah haid itu kotor, hubungan badan ini dilarang karena dapat menyebabkan infeksi di sekitar kemaluan wanita dan memudahkan penyebaran bakteri, melansir dari islamonline.net.
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: 'Haid itu adalah suatu kotoran.' Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan jangan kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dilansir dari islamqa.info, selain dilarang Islam hubungan seksual saat pasangan sedang haid bukanlah waktu yang tepat mengingat kurang stabilnya kondisi fisik maupun psikologis wanita. Menstruasi biasanya diikuti oleh rasa sakit di sekitar rahim atau pegal-pegal di sekujur tubuh. Banyak wanita juga mudah terserang stres atau depresi pada waktu haid atau saat memasuki waktunya. Hasrat seksual wanita pun mengalami penurunan dan banyak dari mereka tidak berminat berhubungan badan ketika memasuki haid. Sehingga diharapkan suami mengerti kondisi pasangannya ini dan mencari alternatif lainnya.
Bagaimana memenuhi kebutuhan seksual di kala istri haid?
Sebagai gantinya, Rasulullah saw. tetap membolehkan suami mencumbui istrinya asalkan tidak melakukan hubungan seksual atau aktivitas lain yang diharamkan, semisal seks anal. Agar lebih aman, beliau pun menganjurkan memakai penghalang seperti kain sarung. Aisyah ra. bercerita, “Apabila saya haid, Rasulullah menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku.” (HR. Ahmad)
Namun, interaksi berbentuk bermesraan dan bercumbu di seluruh tubuh masih diperselisihkan para ulama. Kelompok Abu Hanifah, Imam Malik, dan As-Syafi’i berpendapat perbuatan tersebut haram berdasarkan hadis dari Aisyah di atas dan hadis lain yang bermakna serupa karena Nabi memberi contoh mencumbui istrinya dengan penghalang kain.
Sedangkan kalangan Imam Ahmad dan sebagian ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah mengutarakan jika hal tersebut diperbolehkan. Pendapat ini pun dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim. Kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa Allah Swt. hanya memerintahkan menjauhi tempat keluarnya darah. Ini menunjukkan bahwa selain itu hukumnya boleh. Keterangan ini juga diperkuat oleh hadis yang disampaikan Anas bin Malik ketika para sahabat menanyakan istri-istrinya yang sedang haid.
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim). Kata “nikah” di sini menurut At-Thibi dalam kitabnya Aunul Ma’bud bermakna hubungan intim.
Berdasarkan penjelasan hadis lainnya, terkadang Rasulullah saw. meminta istrinya memakai pembalut sebelum mencumbuinya. “Bahwa Nabi saw. ketika hendak melakukan hubungan intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk memasang pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud)
Namun tidak diperkenankan melakukan masturbasi karena perbuatan tersebut terlarang. Rasulullah saw. menganjurkan untuk tetap mendatangi istri ketika ingin menyalurkan hasrat seksual dengan cara mencumbui mereka, bukan melakukannya sendiri (onani). “Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari selain itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mukminun: 5-7)
Semoga kita bukanlah bagian dari orang-orang yang melampaui batas ini.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa hubungan intim diharamkan ketika istri sedang memasuki haid. Terlarang pula suami melakukan masturbasi karena tindakan tersebut melampaui batas. Sebagai gantinya, suami diperbolehkan bermesraan dan mencumbui bagian-bagian tubuh istrinya kecuali daerah kemaluan. Agar lebih aman, istri dianjurkan memakai penutup kain atau pembalut.
Wallahu a’lam.
Sumber Banner: muslimgirl.com
Warning! This user is on my black list, likely as a known plagiarist, spammer or ID thief. Please be cautious with this post!
To get off this list, please chat with us in the #steemitabuse-appeals channel in steemit.chat.