PENYEBAB PERCERAIAN DI SEULEUMAK BARAT
Sifat Buruk (Pemabuk dan Judi)
Dari data yang penulis dapatkan ada juga perceraian yang dilakukan dengan alasan krisis akhlak karena memiliki sifat buruk dari pihak suami. Sifat buruk yang penulis maksud kebiasan mabuk (menghisap ganja dan shabu-shabu) dan berjudi (togel). Seperti kita ketahui dewasa ini daerah Aceh dan Aceh Utara khususnya sudah sangat merajalela beredarnya narkoba baik dari jenis ganja maupun sabu-sabu yang banyak dipasok dari Malaysia.
Peredaran narkoba jenis ganja dan sabu-sabu, selain menghancurkan masa depan pemakainya juga membawa akibat yang sangat buruk dalam sebuah keluarga. Hal tersebut dapat dipahami karena seorang pengguna narkoba sudah kehilangan kesadarannya dan akan bertindak kasar terhadap istri dan keluarganya, juga mengabaikan tanggung jawab terhadap keluarga.
Faktor sifat buruk dari suami karena suka mabuk dan berjudi juga menjadi salah satu alasan terjadinya perceraian dalam masyarakat Kecamatan, Alasan seperti di atas diungkapkan oleh Ibu Fitriani yang telah bercerai dengan suaminya sejak setahun yang lalu karena perilaku suaminya yang sudah sangat jauh terlibat dalam narkoba, sebagai berikut :
“Saya berkeluarga sudah 7 (tujuh) tahun, setelah menikah suami menganggur sehingga akhirnya kami sama-sama berangkat bekerja ke Malaysia, tetapi tidak lama di sana, saya kembali ke rumah orang tua karena akan melahirkan anak pertama kami, sedangkan suami tetap disana. Ketika di Malaysia suami tidak punya pekerjaan tetap, sampai akhirnya terjerumus dalam perdagangan sabu-sabu setelah diajak kawannya. Sebenarnya saya dan keluarga sudah mengingatkan untuk mencari pekerjaan yang halal walaupun hasilnya tidak banyak. Akhirnya suami pulang ke Aceh, tetapi kebiasannya tetap saja tidak berubah. Karena sering menghisap ganja sifatnya sangat berubah dan kasar, terkadang seharian hanya tidur-tiduran dan tidak mau berusaha, yang lebih para malah suka beli nomor buntut (togel). Akibat dari kelakuannya yang semakin menjadi, kehidupan rumah tangga kami hampir tiap hari selalu ribut dan bertengkar. Karena tidak tahan dengan sikap kasarnya akhirnya saya dan anak memutuskan minggat dari rumah, tindakan saya tersebut membuat dia marah besar dan menceraikan saya. Disatu sisi saya sedih dan sayang sama anak kami, tetapi saya juga tidak tahan lagi dengan kelakuannya.
Tidak adanya Nafkah dan Tanggung Jawab
Dalam kehidupan rumah tangga, masing-masing pihak baik suami maupun istri, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Menurut Islam kewajiban suami dalam suatu perkawinan adalah memelihara istri dan menyediakan kebutuhan hidup yang layak bagi istri dan anaknya. Sebaliknya seorang istri juga mempunyai kewajiban untuk menjaga atau mengatur rumah tangga dan taat pada suami. Suami istri harus mematuhi segala sesuatu yang diatur dan diucapkan pada saat ijab kabul. Sehingga apapun yang menimpa keluarganya merupakan masalah yang harus ditanggung dan diselesaikan bersama dalam sebuah keluarga.
Semua masalah yang timbul, sudah menjadi konsekuensi suami istri untuk bertanggung jawab. Namun jika istri itu kurang atau tidak mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan kewajibannya, maka dapat menyebabkan pasangannya untuk menuntut perceraian, karena dia merasa hak-haknya sudah tidak dipenuhi lagi. Sikap tidak tanggung jawab misalnya suami istri meninggalkan rumah tanpa izin pasangan hidupnya dengan alasan yang tidak jelas, sehingga melalaikan tugasnya sebagai suami istri.
Faktor tidak adanya nafkah dan tanggung jawab dalam berumah tangga juga menjadi sebuah alasan tersendiri bagi pasangan pernikahanya berakhir dengan perceraian dalam masyarakat Kemukiman Seuleumak Barat Kabupaten Aceh Utara. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu Latifah yang menggugat cerai suaminya karena sudah lama suaminya tidak pulang dan tidak pernah mengirim nafkah untuk anak dan keluarganya, sebagai berikut :
“Sebenarnya permasalahan yang menjadi alasan saya mengajukan fasahk terhadap suami saya adalah karena sudah hampir empat tahun suami tidak pernah pulang dan tidak ada kabar apapun tentang keberadaan dia. Saya sudah mencari tahu keberadaannya tetapi tidak jelas, karena ada warga disini yang mengaku pernah melihatnya di Medan. Sekitar tahun 2009 dia pergi karena kami banyak dililit hutang, sehingga hampir semua tanah dan harta kami jual dan akhirnya suami memilih pergi agar tidak dikejar-kejar utang terus-terusan. Sejak kepergiannya tersebut, jangankan mengirim nafkah untuk anak istrinya, kabarnya saja yang pasti apakah masih hidup atau tidak kami tidak tahu. Selama dia tidak ada, otomatis saya banting tulang menghidupi keluarga, kebetulan kami punya dua orang anak, walaupun terasa berat tetapi Alhamdulillah anak-anak masih bisa sekolah. Menurut saya, tidak mungkin hidup kami terus-terusan tanpa kejelasan sehingga akhirnya saya memutuskan mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan. Dengan kejelasan status nantinya kalau ada pria yang ingin menikahi saya tentunya sudah tidak bermasalah lagi.”
Pada dasarnya kewajiban menafkahi adalah tanggung jawab suami sebatas kemampuan yang dimiliki, tetapi realitas dalam masyarakat yang terjadi adalah sebaliknya, hal tersebut berakibat terjadinya ketidakharmonisan yang berujung perceraian sebagaimana dinyatakan oleh Ibu Suwaibah :
“Suami saya tidak bertanggungjawab dalam masalah nafkah, setiap hari pekerjaannya hanya di warung kopi, sementara saya yang bekerja tueng upah seumula (menanam padi) dan apa saja yang bisa dikerjakan termasuk mencuci baju. Keadaan tersebut sudah berlangsung lama sampai akhirnya saya menuntut cerai dari beliau, karena yang terjadi sudah kebalikan dari seharusnya, dimana sayalah yang menafkahi beliau termasuk memberinya uang membeli rokok”.
Tidak adanya tanggung jawab dari suami yang didasari sifat dan kelakuannya yang malas berusaha dan mencari nafkah, juga menjadi faktor pemicu perceraian sebagaimana disampaikan oleh Bapak Abdul Majid dalam wawancara dengan penulis :
“Sebagaimana adat, saya telah membantu menantu saya secara ekonomi sesuai kemampuan saya, termasuk memberinya modal, selama tinggal bersama masalah belanja di rumah saya yang tanggung semuanya. Setelah tidak tinggal bersama kami, sifatnya yang malas berusaha yang berakibat tidak diberinya nafkah sehingga anak saya harus bekerja apa saja karena suaminya tidak menafkahinya secara layak. Kondisi tersebut lama-lama berakibat keretakan dalam rumah tangga mereka yang berakhir dengan perceraian karena sudah tidak bisa didamaikan lagi”.
Sangat sedih sekali ketika melihat percerain yang sering terjadi.
You got a 2.10% upvote from @postpromoter courtesy of @abialfatih!
Want to promote your posts too? Check out the Steem Bot Tracker website for more info. If you would like to support the development of @postpromoter and the bot tracker please vote for @yabapmatt for witness!