Semangat anak-anak FAMe memang tak diragukan. Tak cukup mengeruk ilmu dalam forum resmi, justru mencuri kesempatan saat jam istirahat. Kali ini, Ariandy yang kerap disapa MoU menemukan Jimmy di lobi Hotel Mekkah untuk sharing ilmu. Jimmy merasa sangat terkesan anak-anak FAMe, sebab tak menyiakan keberadaannya di Aceh.
Dalam waktu sekejap itu Jimmy berpesan, keberadaan FAMe harus menjadi daratan pemutih dari lembah hitam. Informasi bohong yang disebarkan oleh penduduk media sosial atau media apa pun harus mampu dipulihkan. Agar masyarakat tak mengkonsumsi informasi dusta. Di sini saya gunukan istilah informasi bohong, bukan berita hoax. Sebab yang hoax itu bukan berita, melainkan informasi bohong.
Jimmy menekankan, berita dan informasi itu sangat berbeda. Maka, masyarakat harus mampu memilahnya. Jimmy menitip harapan pada FAMers. Sebab komunitas tersebut dimotori oleh berbagai elemen masyarakat Aceh dari beragam latar belakang pendidikan dan instansi pekerjaan.
Ketika FAMers kembali ke ranah kerjanya, mereka akan membawa ilmu yang didapatkan dari kelas FAMe. Keadaan seperti ini akan mempermudah berkembangnya literasi di Aceh pada berbagai lembaga, terpenting adalah menguburkan informasi bohong dalam masyarakat.
Pesan lain Jimmy, meski pun FAMers terdiri dari banyak latar belakang, namun tidak boleh terpengaruh dengan pelaku politik. Dalam catatannya, politik itu warna biru. Sedangkan FAMe warnanya putih. Artinya FAMers berupaya mencerahkan masyarakat dari berbagai lini. Kalau pun masuk dalam ranah politik, maka pelaku politiknya ditarik mendekati warna putih, walau pun tak sempurna putihnya. Sebaliknya, jangan sampai FAMe yang warna putih malah jadi biru, bahkan ekstrimnya disulap jadi hitam.
Karena visi FAMe sangat sejalan dengan program-pogram Dewan Pers, maka Dewan Pers tidak menganak tirikan FAMe jika ada kegiatan Dewan Pers di Aceh. Harapan penulis, rencana ini harus mampu direalisasikan.
-Abu Teuming. Penulis buku "Sepenggal Cerita di Lorong Pesantren"