Tentang Kata-kata yang Tak
Tunduk pada Hukum K-P-S-T
Dear steemians.
Saat ikut mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP mungkin semua kita sudah diajarkan tentang hukum atau rumus k-p-s-t. Ada juga yang menulisnya dengan cara seperti ini, k/p/s/t atau k, p, s, t. Malah ada yang tidak menulisnya secara alfabetis, k/p/t/s.
Kiriman: MURIZAL HAMZAH
Sekadar menyegarkan ingatan kita tentang apa itu hukum k-p-s-t, saya akan uraikan sekadarnya saja disertai contoh. Hukum k-p-s-t ini adalah salah satu dalil dalam bahasa Indonesia yang mengharuskan setiap kata dasar yang diawali konsonan k, p, s, dan t, mengalami afiksasi ketika mendapat awalan me-.
Kata afiksasi berasal dari afiks, yakni bentuk terikat yang apabila ditambahkan pada kata dasar atau bentuk dasar maka akan mengubah makna gramatikal (sesuai dengan tata bahasa).
Kaidah afiksasi awalan me- manakala memasuki atau bersinggungan dengan kata dasar yang diawali huruf k, p, s, t maka harus luluh menjadi mem-, men-, meng-, atau meny-. Konkretnya seperti ini: ketika me_ memasuki kata kupas, pukul, sapu, dan tampar maka ia akan menjadi mengupas, memukul, menyapu, dan menampar. Adalah keliru kalau ada penutur atau penulis bahasa Indonesia mempertahankan kata bentukan seperti ini: mengkupas, mempukul, mensapu, dan mentampar.
Contoh lainnya: kata kukus, palang, sikat, dan tikam akan luluh semua huruf awalnya saat mendapat awalan me-, sehingga jadinya seperti ini: mengukus, memalang, menyikat, dan menikam.
Ini tentu bukan hal baru bagi kita yang menekuni literasi bahasa Indonesia. Apalagi bagi guru bahasa. Namun, tak semua guru bahasa kita mengajarkan detail tentang pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hukum bahasa yang satu ini. Buktinya,
sampai hari ini masih kita dapati orang yang menuliskan atau mengucapkan kata memerhatikan, mempesona, mengkilap, menyintai, menyolok, memrotes, dan memeroses
Tepatkan kata-kata ini? Mari kita bahas satu per satu.
Memerhatikan
Kata memerhatikan bukanlah bentuk yang baku. Kata ini seharusnya ditulis memperhatikan, karena kata dasarnya bukan perhati, tapi justru hati. Perhati sendiri berasal dari kata dasar 'hati' yang mendapat awalan 'per'. Jadi, terhadapnya tak dapat diterapkan hukum k-p-s-t, mengingat huruf h (untuk hati) tidak termasuk dalam kelompok k-p-s-t dan per- di situ bukan berkedudukan sebagai kata dasar, melainkan awalan (prefiks).
Mempesona
Kata berimbuhan yang berasal dari kata pesona ini, huruf awalnya pun harus ikut luluh ketika dimasuki afiks me-/mem-. Dengan demikian, kata mempesona itu salah. Yang benar adalah memesona.
Mengkaji
Kata dasar kaji ketika mendapat awalan meng- akan lahir dua varian yang kedua-duanya benar, yakni mengkaji dan mengaji.
Arti kedua kata ini dibedakan sebagai berikut. Mengkaji artinya mempelajari; meneliti; menelaah; menyelidiki; dan mempertimbangkan. Sedangkan mengaji artinya mempelajari agama atau mendaras (membaca) Juz Amma dan Alquran.
Nah, yang huruf k-nya tidak ikut luluh tatkala mendapat awal me-/meng- adalah kaji yang bermakna mempelajari; menelaah, meneliti, dan mempertimbangkan. Hasilnya adalah mengkaji, bukan mengaji.
Kedua kata ini juga bisa dibedakan dari pemenggalan suku katanya. Yang pertama dipenggal menjadi meng-ka-ji. Kata yang kedua dipenggal menjadi me-nga-ji.
Kata yang prinsip pengimbuhan dan pemenggalan suku katanya hampir mirip dengan kaji adalah kukur dan ukur. Kata kukur yang bermakna memarut atau mencongkel daging kelapa jika dipenggal suku katanya akan seperti ini jadinya: mengu-kur. Tapi untuk kata mengukur yang bermakna menghitung panjang sesuatu maka hasil pemenggalan suku katanya adalah seperti ini: meng-u-kur.
Mengkilap
Masih sering kita dapati kata ini dalam teks maupun percakapan. Kata ini sebetulnya tidak baku. Bentuk bakunya adalah mengilap. Alasannya, kata dasarnya kilap (diawali huruf k) yang otomatis luluh ketika dimasuki afiks me-/meng-.
Menyintai
Saking serius atau berhati-hatinya menyayangi seseorang, bisa saja kita silap mengucapkan kata "Aku menyintaimu" kepadanya. Mendengar kalimat pendek seperti ini pasangan harap jangan "ge-er" dulu, jangan-jangan Anda sedang diperdaya atau diolok-olok, karena ada yang salah pada kalimat itu. Kata menyintai itu tidak baku, seharusnya mencintai. Kenapa? Ya, karena kata cinta dimulai huruf c dan c tak termasuk dalam kelompok k-p-s-t.
Menyolok
Ini juga bukan bentuk baku. Bentuk bakunya adalah mencolok. Huruf c tak ikut luluh saat bertemu men-. Alasannya sederhana saja, ya--sama dengan alasan pada nomor 4--karena huruf c tidak termasuk kelompok k-p-s-t.
Mencuci
Berikutnya adalah kata cuci. Saat mendapat awal men-, maka hasilnya adalah mencuci, bukan menyuci.
Begitu pun kata menyuci tak selamanya salah. Kata ini tetap bisa dipakai, misalnya, untuk frasa menyucikan jiwa atau menyucikan hati. Kata dasarnya adalah suci.
Mempunyai
Kata dasarnya adalah punya yang berarti milik; memiliki; atau yang memiliki. Dari kata dasar ini muncul empat varian (turunan): kepunyaan, berpunya, mempunyakan, dan mempunyai.
Nah, kata mempunyai itu ternyata baku menurut kamus, sejak KBBI I hingga V.
Tapi alasan utamanya lebih karena ada satu kata di KBBI yang artinya adalah punya atau mempunyai. Kata itu adalah "empunya", tergolong kata benda yang artinya adalah tuannya atau pemiliknya.
Empunya juga berkedudukan sebagai kata kerja
untuk contoh berikut: Dialah empunya rumah itu. Contoh lain, Si empunya rumahlah yang berhak menyewakan rumah itu.
Jadi, secara etimologi kata mempunyai berasal dari kata dasar empunya sehingga tentulah p di situ tidak luluh karena kata tersebut justru diawali huruf e.
Jadi, jangan simpangi atau kreasikan kata mempunyai jadi memunyai. Kalau itu Anda lakukan, itu namanya Anda tak menghargai pengecualian (exception) dalam linguistik dan hanya akan membuat seisi persada tertawa ngakak.
Pengecualian berikutnya adalah untuk kata tembak. Mendapat awalan pe-, huruf t pada kata tembak jadi luluh, yakni penembak. Namun, ada pengecualian kamus untuk kata petembak (t-nya tidak luluh). Kata petembak, berdasarkan kamus, adalah baku. Tapi maknanya ditentukan khusus oleh penyusun kamus, yakni atlet tembak. Dengan demikian, penembak dan petembak itu memang beda secara entitas maupun makna.
Huruf Kluster (Konsonan Rangkap)
Huruf kluster adalah gabungan dua atau lebih huruf konsonan yang terdapat pada suku pertama sebuah kata. Contohnya /tr/, /pr/, /kl/, dan /str/ pada kata transfer, prakarsa, klasifikasi, dan struktur. Ketika afiks me_ memasuki kata dasar atau kata asal yang dimulai dengan huruf kluster tersebut, meskipun ia diawali dengan huruf dari kelompok k-p-s-t, tapi ia tidak luluh.
Dengan demikian, empat kata di atas akan menjadi mentransfer, memprakarsai, mengklasifikasikan, dan menstrukturkan; bukan menransfer, memrakarsai, menklasifikasikan, dan mentrukturkan.
Analog dengan contoh di atas, maka bentuk yang baku untuk kata protes dan proses yang dimasuki afiks me-/mem- adalah memprotes, bukan memerotes; memproses, bukan memeroses.
Namun, versi yang benar untuk kata komunikasi dan koordinasi yang mendapat afiks me- adalah mengomunikasikan dan mengoordinasikan, bukan mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan. Alasannya ya sederhana saja: 1) huruf k termasuk ke dalam kelompok k-p-s-t, dan 2) huruf pertama, kedua, dan ketiga pada kata komunikasi dan koordinasi tidak termasuk huruf kluster.
Perlu diingat, kata kluster umumnya berasal dari kata asing yang diserap menjadi bahasa Indonesia.
Diskusi bahasa dengan Ir. Azhar Abdurrahman (mantan bupati Aceh Jaya) dan Muhsinuddin, M.Ag. (Koordinator FAMe Meulaboh) di Calang.
Demikian saja, semoga bermanfaat. Sampai jumpa pada ulasan berikutnya.
Banda Aceh, 16 Juni 2018
Saleuem,
YD
Pembina FAMe dan Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia
tutur tulisanmu menandai pengetahuanmu
Bagus nih biar pada bisa nulis yang benar 👍👍
Salam,