Tentang Nama-nama Tertulis Salah
Dear steemians.
Postingan saya tentang 'Nama-nama Unik' dua hari lalu mendapat tanggapan lumayan banyak dari pembaca, baik yang steemian maupun yang bukan. Ada 27 steemian yang mengupvotenya. Yang sekadar membaca saja tentu lebih banyak lagi.
Tanggapan pembaca atas tulisan itulah yang mendorong saya untuk menulis sekali lagi perihal nama-nama. Tapi kali ini bukan lagi tentang nama-nama yang unik, melainkan nama yang (kerap) tertulis salah karena kecerobohan penulisnya.
Salah satu pembaca tulisan saya tersebut, Saudara Nabhahani AS, budayawan Aceh, mengingatkan saya melalui WA: Satu lagi nama jalan, yaitu jalan "Teungku" Imum Lueng Bata, yang juga salah tulis. Seharusnya Jalan "Teuku" Imum Lueng Bata.
Jalan ini berada di Banda Aceh, tepatnya di kawasan Lueng Bata, tempat Hotel Grand Nanggroe, PLTD Lueng Bata, Kantor DPW Demokrat, dan Rumoh DPW PAN Aceh berada.
Nasib nama jalan ini berbeda 180 derajat dengan nama jalan protokol di Kota Subulussalam. Di sana, nama jalan yang seharusnya Teuku Umar, ditulis Teungku Umar.
Hasil konfirmasi saya kepada ahli filologi yang juga Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, Drs. Nurdin AR, M.Si, dia pastikan bahwa seharusnya jalan yang di Banda Aceh itu bernama Teuku Imum Lueng Bata karena, "Beliau itu merupakan Uleebalang Mukim Lueng Bata." Uleebalang atau hulubalang itu adalah kaum ningrat/bangsawannya Aceh, jadi wajar kalau ia bergelar Teuku.
Dr. Alfiansyah Julianur bersama Dr. Nasrullah RCL. (Kiri bawah)
Sahabat saya lainnya, Dr. Ir. Alfiansyah JBc juga membuat testimoni pribadi di WA setelah baca postingan tentang nama-nama unik itu. Wakil Rektor III Unsyiah dua periode ini berkisah: Nama saya sebenarnya adalah Alfiansyah Julianur. Namun, karena di ijazah SD ditulis menggunakan "huruf indah" akhirnya terbaca Alfiansyah Yulianur. Sedangkan BC juga seharusnya tidak ada. Saya tambah ketika SD dengan huruf "B" saja sebenarnya. Waktu itu agar keren saja karena sedang mode meletakkan satu huruf di ujung nama. Entah mengapa ketika di ijazah SMP berubah menjadi BC. Akhirnya, jadilah nama saya Alfiansyah Yulianur BC. Waktu itu kita diingatkan, tidak boleh ada perbedaan nama di semua ijazah. Konsekuensinya, ijazah kita tidak diakui. Demikian katanya.
Alfiansyah merupakan putra Kolonel (Purn.) H. Beni Bantacut, B.A., mantan bupati Aceh Tengah. Sejak 1986 saya bersahabat dengannya meski kami beda fakultas di Unsyiah. Unit Kegiatan Mahasiswa Bakti Sosial Pembangunan Desa (UKM BSPD) yang lahir atas gagasan Alfian, itulah yang mempersatukan kami lebih dari empat tahun. Dia ketua umum di UKM tersebut, saya sekretarisnya.
Menanggapi keluhan yang disampaikan Alfian, saya ceritakan kepadanya satu true story , dengan harapan dapat menghiburnya.
Yarmen Dinamika: Pak Alfian, memang banyak nama orang pada akhirnya ditentukan oleh apa yang ditulis oleh kepala sekolah atau gurunya di ijazah.
Pak Alfian hanyalah satu contoh. Dari SD hingga SMP nama saja di ijazah adalah Yarmen Dinamika. Pas dapat ijazah SMA yang ditulis tangan oleh kepala sekolah, nama saya berubah menjadi JARMEN DINAMIKA. Tetap saja saya terima. Tapi sesampai di rumah huruf J itu saya hapus sebagiannya lalu saya sulap jadi Y. Rapi dan aman. Tak jadi temuan sampai saya masuk Unsyiah dua kali dengan ijazah itu (di FKIP dan FH). Hehehe
Postingan kedua saya kepada Alfian, [13/6 02:38] malah lebih bikin miris lagi:
Yarmen Dinamika: Pak Alfian, kasus yang dialami putri Meulaboh ini lebih parah. Nama pemberian orang tuanya adalah Cut Jaswita Eka Putri.
Pas tamat SD, kepala sekolahnya ngawur menulis nama Eka. Di ijazahnya tertulis seperti ini: Cut Jaswanita Eka Putri. Alhasil, hingga kini ia menyandang nama "Jaswanita" tersebut, lengkapnya: dr. Cut Jaswanita Eka Putri, Sp.KFR. Praktiknya di Lampinueng. Suaminya dosen di Unsyiah.
Papan nama praktik Cut Eka Putri.
Nama berbeda antara yang di ijazah dengan yang di akta kelahiran juga ada juga kasusnya. Ini terjadi di Manggeng, Aceh Selatan, seperti dikisahkan seorang perawat senior di Banda Aceh, Hj. Cut Rita Zahara:
👍👍👍Nama Rita dulu di akta kelahiran tertulis Cut Rita Hindawati, tapi pas di sekolah diubah jadi Cut Rita Zahara. Alhasil, akta kelahiran diubah saat Rita mau jadi PNS. 😊
Pengakuan berikut ini dari seorang doktor, dosen di Universitas Malikussaleh, Aceh Utara, Dr. Muklir yang pernah memimpin Bawaslu Aceh," Benar sekali itu, Bang...saya sendiri mengalaminya...awalnya nama saya tercantum di rapor sekolah SD Mukhtar...kemudian di kls 5 SD berubah menjadi Mukhlir...terus di ijazah SD nama sdh menjadi Muklir.....😆😆😆 untung saja bukan nuklir." 😃😃😃
Testimoni lain datang dari sohib saya yang sama-sama mengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry. Kami menyapanya dengan panggilan akrab, Ustaz Lembong. Berikut curhatannya:
Bener sekali, nama saya juga sering dibalik-balik. Seharusnya T. Lembong Misbah, diputar menjadi T. Misbah Lembong😀😀😀
Teman yang asalnya sama dengan saya ini (Aceh Singkil) agar tak sedih, saya hibur dengan kisah nyata sebagai berikut.
[13/6 17:08] Yarmen Dinamika: La tahzan Ustaz Lembong. Saat terpilih lagi menjadi Presiden RI periode kedua, nama Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah diputar dalam sebuah iklan koran di Aceh menjadi Bambang Susilo Yudhoyono. Iklan itu besarnya satu halaman penuh. Karena salah dan untuk menghindari jangan sampai dianggap melecehkan nama baik (sebenarnya nama lengkap) Kepala Negara, esoknya iklan itu harus diralat. Pemasangnya kehilangan muka.
Postingan saya tentang nama-nama unik itu juga sempat membuat galau Syarifah Aini, awak FAMe Banda Aceh yang berprofesi sebagai dokter hewan.
Simak komentarnya: Wah...ini bikin kalut para disleksik. Salah satu kelemahan individu disleksia adalah mengingat ejaan yang benar dalam kata per kata. Kalau Aini kebetulan banyak dibantu dengan terapi menulis dan ditambah sering Bapak 'bantai' di kelas editing, tapi teman Aini yang lain selalu salah menyebut nama atau selalu ada ejaan yang salah.
Contohnya, dokter yang menangani anak kami juga seorang disleksik. Setiap kali bertemu atau mengontak beliau, selalu tak luput dari salah eja nama. Sudah puluhan kali dikatakan namanya Akib, nanti akan dipanggil Aqib, Aqil, whatever yang terlintas di ingatannya. 😅😅😅😅😅
Komentar Aini ini di Steemit ini langsung saya tanggapi.
yarmen-dinamika (44): Aini benar. Ada sebagian dari kita yang mengalami disleksia, susah mengingat kata-kata, sukar membaca. Bahkan susah mengingat nama orang. Tapi dengan tekun berlatih, seperti yang @dyslexicmom (Ini nama akun Aini di Steemit, pen) lakukan selama ini, semoga permasalan ini bisa teratasi. Aktif di FAMe insyaallah bisa menjadi obat mujarab bagi kaum disleksik.
Nah, kalau Anda seorang linguis atau dokter tentulah sudah familiar dengan istilah disleksia ini. Disleksia adalah gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan sarap pada otak sehingga seseorang sulit membaca.
Saya berharap, steemian sekalian atau siapa pun yang membaca ulasan saya ini jangan berdalih bahwa dia sedang mengalami disleksia juga sehingga tak bisa membedakan nama-nama figur berikut ini:
- Soekarno dengan Sukarno,
- Soeharto dgn Suharto,
- Ibrahim Hasan dgn Hasan Ibrahim,
- Ibrahim Hasan dgn Ibrahim Husen
- Robby Syahputra dgn Ilham Sahputra,
Ilham Sahputra
- Farid Wajdi Ibrahim dgn Farid Wajidi,
- Mawardi Ismail dgn Mawardi Ibrahim,
- Sayid Fadhil dgn Sayed Mudhahar,
- Said Salim dgn Salim Said,
- Dayan Dawood dgn Dawam Dawood,
- Ahmad Farhan Hamid dgn Ahmad Humam Hamid,
- Ahmad Daniel Chardin dgn Ahmad Dhani,
- Teuku Ahmad Hafil Fuddin dgn Teuku Hafiffuddin,
- Azwar Abubakar dgn Azwar AB,
- Zulkifli Hasan dgn Zulkifli Husin, dan
- Bapak Budi dgn Budi (baik) Bapak.
Nama yang baik itu adalah doa.
Sekian, terima kasih.
Banda Aceh, 14 Juni 2018
Saleuem,
YD
Pembina FAMe dan Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia
Seperti judul skripsi saya dulu, nama lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, seharusnya kata "anti" itu disambung dengan kata "korupsi" tapi apalah daya, di akte notaris mereka ditulis pisah. :D