[Indonesia]
Peranan Imigrasi Lhokseumawe dalam Penanganan Pengungsi di Kabupaten Aceh Utara
(kpkwilaceh.blogspot.com)
Pada tanggal 10 Mei 2015 terdamparnya pengungsi di tepi pantai Blang Geulumpang, Kecamatan Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara. Mereka berangkat dari Myanmar dengan menggunakan kapal, sebenarnya tujuan mereka adalah Malaysia, namun nasib nahas menimpa mereka karena kapal yang mereka tumpangi kehabisan bahan bakar sehingga angin membawa mereka ke wilayah Indonesia. Kedatangan pengungsi mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat Seunuddon, mereka ditampung di musalah Desa Meunasah Sago dan Meunasah Matang Putong dan diberikan bantuan makanan. Pada tanggal 11 Mei 2015, Kepolisian Aceh Utara dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Aceh Utara serta Imigrasi Lhokseumawe menempatkan para pengungsi di satu tempat untuk memudahkan pendataannya dan diberikan penampungan yang layak bagi para pengungsi tersebut.
Setelah dilakukan pendataan oleh Imigrasi Lhokseumawe di dapat data pengungsi berdasarkan kebangsaan Rohinya (Myanmar) : 328 orang (104 : Pria Dewasa, 36 : Perempuan Dewasa, 107 : anak laki-laki, 81 : anak perempuan) dan berkebangsaan Bangladesh 243 orang. Untuk selanjutnya imigrasi Lhokseumawe bersama Muspikab Aceh Utara menempatkan mereka ditempat penampungan sementara sementara di gedung PPI Kuala Cangkoy, Lapang demi penanganan lebih lanjut terhadap pengungsi tersebut agar lebih terkonsentrasi sehingga tidak campur dengan masyarakat terkait dengan pemeriksaan kesehatan lebih terhadap pengungsi dan menempatkan mereka ke tempat yang lebih layak huni.
Pada tanggal 16 Mei 2015, setelah kedatangan dari Diplomat dari kedutaan Bangladesh datang ke Kabupaten Lhokseumawe untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran warga negara Bangladesh yang berada di Kuala Cangkoy. Diplomat tersebut meminta agar adanya pemisahan terhadap warga negara Bangladesh dalam rangka proses pemulangan ke negaranya. Permintaan tersebut langsung direspon oleh Kepala Kantor Imigrasi Lhokseumawe (Muhammad Akmah, SH.), untuk warga negara Bangladesh di tempat di Bangunan Imigrasi Kelas II Lhokseumawe yang berada di Puntet untuk memudahkan proses pemulangannya dan pengawasannya.
Pada tanggal 15 Juni 2015 memindahkan pengungsi yang berkewarganegaraan rohinya ke BLK Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur. Pemindahan tersebut diperlukan untuk menempatkan ke tempat yang lebih baik lagi untuk para anak-anak dan para wanita.
(republika.co.id)
Pada tanggal 06 Agustus 2015 Pemerintah Kabupaten Aceh Utara memindahkan pengungsi rohinya ke selter yang di bangun LSM ACT. Sebelumnya penanganan pengungsi rohinya ditangani oleh UNHCR dan IOM serta satgas penanganan pengungsi (Imigrasi Lhokseumawe, Pemerintah Kab. Aceh Utara, TNI, Polri, dan institusi terkait) pada saat penempatan pengungsi di BLK Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur manajemen penanganan Rohinya terarah dengan memperhatikan kebutuhan dasar sebagai manusia. Namun semenjak ditempatkan di shelter ACT banyak masalah terjadi. Masalah yang terjadi di shelter ACT terjadi karena kurang terarahnya manajemen penanganan pengungsi karena satgas penanganan pengungsi mempunyai benturan terhadap kepentingan LSM yang ingin menanganinya dan manajemen penanganan pengungsi tidak lagi melibatkan Satgas penanganan pengungsi terhadap pengungsi di shelter tersebut.
Pengungsi dibiarkan berkeliaran tanpa ada pengawasan yang ketat sehingga terjadi permasalahan sosial dengan penduduk setempat. sehingga timbul berbagai permasalah sosial yang terjadi dengan warga setempat diantaranya perusakan terhadap tanaman masyarakat, ada yang berjualan bantuan yang diberikan oleh LSM ataupun NGO kepada masyarakat sekitar, terlebih lagi mereka mendapatkan uang dari UNHCR sehingga menimbulkan kecemburuan sosial mengingat perekonomian masyarakat sekitar yang masih dianggap kurang mampu ditambah lagi perbedaan kebudayaan.
(genggaminternet.com)
Puncak dari permasalahan sosial tersebut adanya tindakan semena dari pengungsi terhadap motor penduduk setempat yang memicu perseteruan hingga masyarakat sekitar mendatangi shelter pengungsi dengan membawa senjata tajam, namun kejadian tidak menimbulkan korban, namun menjadi bibit konflik sosial di Kabupaten Aceh Utara. Melihat kondisi yang semakin tidak kondusif bagi sosial masyarakat sekitar blang adoe maka Imigrasi Lhokseumawe dalam setiap rapat memberikan masukkan kepada pemerintah kabupaten Aceh Utara agar mengaktifkan kembali peranan satgas penanganan pengungsi di Aceh Utara. Atas dasar kondisi tersebut maka sikap Imigrasi Lhokseumawe tetap melakukan kegiatan pengawasan secara pemantauan saja, mengingat banyaknya kepentingan yang timbul dan mengingat lhokseumawe merupakan salah satu daerah ex-konflik sosial di aceh sehingga penanganannya perlu kearifan dan kehati-hatian.