Saya belum pernah bertatap muka dengannya. Ini dikarenakan saya belum pernah sekalipun mengikuti acara meetup yang diadakan olehnya dan Komunitas Steemit Indonesia. Sebenarnya saya nyaris bertemu dengannya saat meetup Steemit diadakan oleh Komunitas Steemit Indonesia Chapter Bireuen. Namun, karena satu dan lain hal, saya urung datang ke acara tersebut. Padahal saya sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada @levycore. Setelah beberapa pertemuan yang tertunda, akhirnya saya bertemu dengan @levycore pada suatu hari yang teduh. Kami berdiskusi santai di sebuah warung kopi unik di Pasee sebagai dua laki-laki yang "berbeda mazhab". Ya, sejak owek-owek saya adalah penggemar Barcelona. Dan @levycore adalah penyuka Real Madrid. Kami tak menampik perbedaan itu. Namun, meski ia Madridista dan saya Cules, diskusi kami tetap berjalan lancar semestinya.
Jujur saja, meski baru pertama kali bertemu dengannya, saya melihat @levycore sebagai orang yang altruistik. Ya, altruistik adalah orang yang mempunyai kemurahan hati untuk menolong sesama, berguna untuk orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Tengoklah kiprahnya di Steemit. Keberadaan @levycore di Steemit rasa-rasanya hanya untuk mensupport steemian pemula asal Indonesia. Meski tak bisa membantu semua steemian Indonesia karena jumlahnya yang kian banyak, tetapi @levycore sudah melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan. Perkara ada beberapa orang yang menilainya tak adil itu cerita lain. Karena mengharapkan keadilan pada satu orang adalah keajaiban yang tak pernah akan terjadi.
Setelah tiba di warung kopi yang telah kami sepakati, akhirnya kami memulai obrolan terkait Steemit. Saya sudah menyiapkan sangat banyak pertanyaan untuknya. Mulai cara merawat konsistensi di tengah rendahnya nilai vote pada postingan, membangun relasi dengan para whale mancanegara dan sebagainya. Intinya, saat diskusi tersebut, saya tak ubahnya seperti mahasiswa yang doyan ngomong dan bertanya pada dosen yang menjadi idola dedek gemes mahasiswa. Tunggu.. Kami bertemu di kampus? Bukan. Kami bertemu di sebuah warung kopi di Pasee. Lantas kenapa harus di warung kopi? Kenapa tidak di kampus atau ruang formal lainnya? Ini karena stereotip warung kopi bagi kebanyakan orang, bahwa, kita sering menganggap warung kopi sebagai tempat keramat. Padahal ia tak lebih dari sebuah altar pelepas lelah dengan sekelumit masalah hidup melankolia yang itu-itu saja.
Di tengah diskusi, @levycore bercerita panjang lebar tentang hal-hal sentimentil yang pernah ia alami di Steemit. Ia menganalogikannya dengan sebuah lagu milik Rocket Queen tapi saya lupa judulnya. Katanya, bermain Steemit sama persis dengan untaian lirik salah satu lagu band tersebut. Keduanya (lagu tersebut dan bermain Steemit) amat sangat realistis. @levycore mengibaratkan steemian sebagai seorang lelaki yang hendak mengarungi kegelapan dalam hati seorang perempuan idaman. Tak ada kata-kata rayuan. Pun demikian, tak boleh ada klise di sana. Hanya ada sebuah tawaran: aku akan tetap berada di sini sampai kepahitan hidupmu berakhir. Di Steemit pun demikian, tak ada mantra yang dapat membangun reputasi kita dalam jangka waktu semalam. Yang ada hanya kerja keras seraya menikmati semua proses. Dan kita akan tetap berada di Steemit hingga benar-benar berhasil.
Setelah menyeruput kopi tubruk khas Aceh, @levycore kembali berpesan satu hal, bahwa, untuk tetap kuat dan semangat berada di Steemit, seorang steemian harus mengikuti komunitas. Karena seperti katanya, komunitas itu ada untuk menguatkan. Sama persis dengan pesan moral yang ada dalam lagu Sanggupkah Aku milik Andy Liany. Lagu tersebut mempunyai langgam hampir serupa dengan lagu Livin' On A Prayer, bahwa cinta ideal adalah cinta yang saling menguatkan, bukan melemahkan. Kalau di tengah perjalanan tiba-tiba datang badai, mari dihadapi. Mari berbagi. Bukan sama-sama berlari dan buang badan. Selama diskusi @levycore menyampaikan pesan dengan bahasa analogi, sehingga sangat mudah saya tangkap.
Saat acara diskusi sedang seru-serunya, dari kejauhan terdengar suara sirine yang begitu kuat dan diikuti pengumuman dari pengeras suara mesjid, "Saudara semua, kita sudah memasuki waktu imsak. Berhentilah mengunyah makanan dan jangan lagi stalking mantan. Terima kasih..."
Suara dari mesjid tersebut membangunkan saya. Rupanya perjumpaan dengan @levycore tadi adalah mimpi belaka. Ahhh.. Keasyikan mimpi berdiskusi dengannya, saya jadi ketinggalan sahur wkwkwk.
Regards
Ahaaa...
Sumpah semula aku pikir betulan. Soalnya aku juga mau lah ketemu abang tu. Tapi dari pertengahan aku merasa ada yang aneh, masak satu poto pun gak ada dilampirkan poto bareng bang @levycore. Dijaman ini setiap pertemuan pasti diabadikan, apalagi dengan seorang kurator. Tapi serius bang, ceritanya bagus, asyik dan santai. Meski endingnya hanya sebuah mimpi. Wkwkwkwk.
Semoga bang @levycore baca ni postingan. Hee
Salam kenal dariku bang, salam dari Singkil. Sukses buat abang.
Hehe.. Terima kasih sudah singgah.. Semoga bisa segera berjumpa dengan kurator Indonesia yaa.. Sukses untukmu.. :)
Sama sama bang. Haaa
Aamiin.
Rival abadi,hihihi
Hahaha.. Sengit, Mbak.. 😂
Saya justru ketika pertama kali berjumpa dengannya, dia seorang yang perfeksionis. Terlihat dari gaya rambutnya yang tersisir rapi dan kemeja flanel dan senyum simpul saat akan mengisi wawancara di radio Antero Banda Aceh
Hehe.. Benar. Dia memang perfeksionis. Tapi kata beberapa teman, dia juga ramah dan humoris.. 😀
Terbaek broda... Hari itu akan segera dtg.. Trust me
Iyaa bang.. Hari itu pasti datang.. Saleum rindu.. :)
Aku Tertipu Aku Terjebak Aku Terperangkap Tulisanmu. Seperti lagunya Hello - Ular Berbisa :D hahaha
Ahahaha.. Can't wait to see you, brotha.. 😀
Pagi pagi baca dapat inspirasi...eeh nggak tahunya cuma mimpi mas @ samy mubarraq...tapi saya jadi terinspirasi lagi ingin ketemu bang @levycore
Hehe.. Semoga suatu hari jumpa ya mbak.. :)