Wisata Islami di Pulau Banyak 1; An Introduction

in #indonesia7 years ago

Sejatinya, wisata syari’ah bukan sekedar mengandaikan suatu hukum, tata kelola dan aturan-aturan yang diberlakukan di tempat-tempat wisata. Namun lebih dari itu, wisata syari’at menjadi produk unggulan, branding wilayah dalam bentuk-bentuk kemasan wisata yang kreatif dan mendukung maksud-maksud utama dari syari’ah itu sendiri. Wisata syari’ah bukan pula hendak menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Aceh, namun lebih dari itu, perlu ada gagasan-gagasan kreatif yang melibatkan masyarakat agama dan masyarakat budaya untuk membentuk produk-produk unggulan syari’ah yang menarik dan tentu saja menjual.

Keterlibatan masyarakat budaya misalnya dengan menggerakkan manusia tempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan dan geliat wisata. Perlu ada semacam kesepakatan bersama bahwa tempat-tempat wisata harus dikelola oleh dan untuk masyarakat di wilayah masing-masing. Artinya, pola-pola wisata yang dilepas sepenuhnya kepada pengelola-pengelola korporat tentu kurang layak. Pertama mengingat daya saing masyarakat yang lemah sehingga denyut ekonominya perlu dilindungi dan kedua karena sulit untuk melakukan kontrol sosial di wilayah-wilayah yang diisolasi oleh kelompok pemodal. Dikhawatirkan isolasi tersebut akan menyulitkan kontrol sosial dari masyarakat terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mencederai nilai dan budaya setempat. Persoalan investasi seharusnya diatur secara ketat supaya tidak terjadi penggusuran atas gerak ekonomi rakyat di suatu wilayah. Jangan sampai demi devisa tinggi, nasib pribumi kemudian terabaikan. Jangan sampai, karena mengejar keuntungan sesaat, kehidupan yang alami, lestari dan bersahaja, dikorbankan.

Keterlibatan kelompok agama juga perlu untuk mendukung gagasan-gagasan islami yang lebih mengarah kepada substansi. Yaitu pokok-pokok agama, tanpa harus terjebak pada nuansa-nuansa rigid, kaku dan beku yang justru membuat wisata menjadi tidak menarik. Keberadaan agamawan dapat digerakkan dalam lingkup-lingkup moral berupa pembinaan karakter agama dari masyarakat di wilayah-wilayah perwisataan.

Pulau Banyak, dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi salah satu pilihan wisata di Provinsi Aceh. Gugusan kepulauan dengan pasir-pasir putih yang indah, mendapat perhatian dari pemerintahan Aceh sebelumnya (Zaini-Muzakir) dan pemerintah daerah hari ini (Irwandi-Nova). Namun sayangnya, setelah penyelenggaraan festival Pulau Banyak berskala internasional di tahun 2016, perhatian pemerintah berlalu begitu saja. Fakta ini dibuktikan dengan program-program dan proyek yang kemudian tidak dapat diselesaikan. Seperti pembangunan jembatan penghubung Pulau Balai dan Teluk Nibung yang dapat menjadi ikon wisata Pulau Banyak. Padahal program tersebut penting untuk menunjang geliat wisata di wilayah ini.

IMG_8366.JPG

Baru-baru ini, Pulau Banyak juga kembali di sorot ketika sebuah film berjudul Sang Haloban, yang diperankan oleh artis-artis ibu kota, mengambil setting pulau nan eksotis itu. Entah bagaimana kelanjutan filmnya? Apakah memuat nilai-nilai kebudayaan yang kuat, atau hanya dipenuhi adegan percintaan ala F-TV yang penuh dengan omong kosong.
Namun demikian, di tengah perhatian pemerintah yang minim, Masyarakat Pulau Banyak, telah menunjukkan kemandirian yang mengagumkan.

Tata kelola penginapan masih ditangani oleh masyarakat sekitar. Begitupun transportasi dan akomodasi secara keseluruhan masih ditangani oleh swadaya masyarakat. Ada semacam kesepakatan bersama dari masyarakat Pulau Banyak, bahwa tata kelola wisata harus ditangani oleh mereka sendiri. Sehingga kelestarian alam, keasrian dan nilai-nilai adat masyarakat dapat tetap terjaga.

Perhotelan misalnya, jumlahnya memang tidak seberapa. Mengingat arus wisata yang masih sepi. Lonjakan hanya terjadi pada saat-saat liburan sekolah atau hari raya idul fitri. Beberapa rumah di Pulau Banyak biasanya membuka pintu untuk menjadi tempat menginap sementara yang dapat menampung lonjakan pengunjung. Namun, beberapa rumah tersebut kemudian mencoba mempermanenkan status home stay-nya, dimana masyarakat setempat kemudian tinggal serumah dengan para pelancong. Tentu saja hal ini perlu pembinaan lebih jauh, sehingga ekses-ekses negatif akibat kontak yang terlalu dekat, dapat diminimalisir. Semoga Pulau Banyak tetap langgeng dalam narasinya sebagai icon wisata yang ramah, sederhana dan eksotik. Semoga Pulau Banyak dijauhkan dari bencana yang menimpa suku Indian di Amerika, dimana mereka tergusur dan kehilangan tanah leluhurnya.

IMG_8367.JPG