Assalamualaikum
Kepada sahabat-sahabat steemit semua, kali ini saya me-review ujung daripada tugas saya tepatnya pada buku Acehnologi, oleh karena itu mungkin dari hasil review saya mulai dari bab 14 tentang Sejarah Aceh hingga bab 32 tentang Dari Teungku ke Ustaz mungkin terdapat kekeliruan ataupun kerancuan dari bahasa saya, oleh karena itu saya minta maaf. Langsung saja kita memasuki pembahasan yang terakhir yaitu tentang Dari Teungku ke Ustaz dimulai kupasan dari keadaan sosio-kultural pendidikan Islam di Aceh. Khususnya mengenai perubahan otoritas religi dalam masyarakat Aceh dari Teungku ke Ustaz. Pada dasarnya otoritas guru pendidikan di Aceh lebih di dominasi guru pengajian yang berasal dari lokal atau biasa disebut Teungku. Mereka disini memainkan peran yang cukup penting tidak hanya didayah tempat menghasilkan ulama, tetapi juga berpengaruh tempat “penjaga mayarakat” namun, dalam kehidupan sehari hari Teungku sebagia juga ada berperan dalam sosio-politik dibandingkan dalam pendidikan Islam. Intinya sebagian juga ada yang menganggap Teungku tidak hanya sebagai kelompok ulama lokal ataupun guru di kampung.
Adapun yang dinamakan Ustaz adalah guru. Disini mereka tidak hanya memainkan peran di pondk pesantren. Tetapi juga sebagai juru dakwah. Kedua sebutan ini telah dikenaal luas di Aceh. Di Aceh ulama telah berperan cukup aktif dalam sejarah kedatangan Islam hingga bergabung mejadi bagian dari Republik Indonesia. Semasa kerajaan Islam para ulama menjadi penasihat khusus bagi Sultan atau Sultanah. Pada masa melawan perang Belanda ulama juga tampil sebagai pahlawan yang memiliki ideologi Jihad sebagai bentuk peran di jalan Allah. Tidak hanya itu didalam peran melawan pemerintahan Indonesia, setelah tahun 1945 juga itu digerakkan oleh tokoh ulama seperti kasusu DI/DII pada tahun 1950.
Disini peran Teungku Chik tidak hanya di dayah, tetapi juga sebagai pemimpin spiritual bagi masyarakat. Biasanya mereka juga diundang ke acara pemerintah. Juga mereka dikunjungi oleh panglima militer sebagai alasan silaturahmi. Bahkan selevel dengan Teungku Chik juga terlibat pada poliitik seperti pada pemilihan lokal 2009. Namun beberapa Teungku Chik dikenal juga dengan sebutan Syaikh terutama jika memiliki tarekat. Di beberapa dayah khususnya di Aceh Selatan mereka melakukan suluk di bulan Ramadhan. Jika tidak ada Syaikh atau dibeberapa dayah tertentu maka beberapa santri senior akan melakukan khalud. Mediasi dengan 45 hari dekat dengan kuburan-kuburan ulama besar atau didalam kamar yang cukup gelab didalam dayah tersebut.
Pada bagian ini penulis merujuk pada wawancara observasi ketika melakukaan penelitian doktoral di Aceh. Ketika penulis berada dilapangan, penulis melihat pesantren yang didirikan oleh Jamaag tabligh. Disini beberapa ustaz didatangkan dari pulau Jawa. Mereka merupakan santri yang merupakan lulusan terakhir pada suatu pesantren di Jawa Tengah. Mereka dikirim oleh Kyai ke Aceh untuk mengajrkan Islam di pesantren yang didirikan oleh Jamaah Tabligh. Kebanyakan ustaz-ustaz tersebut berumur 20 tahun, mereka tinggal di markaz. Santrinya merupakan dari Aceh dan ada juga yang berasal dari luar Aceh seperti makassar. Namun pada awalnya mereka tidak diterima oleh santri dikarenakan mereka orang Jawa, namun seiring berjalannya waktu mereka sudah mengenal satu sama lain sehingga berbaur dengan santri-santri tersebut.
Dalam bab ini terdapat ebebrapa hal yang dapat digaris bawahi. Pertama, kajian ini mengedentifikasi bahwa di Aceh terdapat dua gelar untuk sebutan sebagai guru ngaji atau keagamaan dan juga pendidikan Islam. Kedua, dalam kajian ini tampaknya gelar Teungku tidak hanya digunakan dalam pendidikan Islam. Dikarenakan gelar ini juga dipakai oleh beberapa anggota GAM. Meskipun mereka tidak sama sekali dilatar belakangi oleh pendidikan dayah. Sementara bagi kalangan Ustaz sedikitnya terdapat sinyal bahwa kedatangan mereka tidak hanya mengajarkan Islam, namun juga sebagai upaya memperluas jaringan radikal. Ketiga, ada persoalan yang serius dikalangan masyarakat Aceh khsuusnya yang berkaitan dengan kesinambungan sistem pendidikan tradisional. Hal ini disebabkan oleh para orang tua di Aceh dimana mereka lebih tertarik pada pendidikan pada pondok modern dibandingkan dengan dayah.
Congratulations @nauval0606! You have completed the following achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
Award for the number of posts published
Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP