Assalamualaikum,
Pengalaman penulis disini ketika beliau mengajar pada salah satu kelas pasca-sarjana Uin-Arraniry, Banda Aceh. Sehingga ada seorang mahasiswa menanyakan mengapa ketika seorang guru yang berada di depan kelas ataupun berada didepn mereka terasa sekali kekuatan ilmu yang melingkupi guru tersebut. Sehingga ketika ia mengajar terasa sekali ilmu yang disampaikan dan kekuatan ilmu dari guru atau dosen tesebut. Yang agak sedikit menjanggal pada pikiran mahasiswa tersebut mengapa ketika dosen tersebut keluar dari kelas, dampak ataupun aura yang terdapat pada dosen tersebut hilang dan agak sulit membekas dalam ingatan mahasiswa.
Kajian dari bab ini bukan ingin menanggapi bagaimana dunia pendidikan modern, namun kajian ini ingin melihat tradisi meugure (berguru) di Aceh. Dapat dikatakan tradisi Meugure menjadi nafas bagi masyarakat Aceh sendiri. Seseorang akan dianggap penting dan berguna dalam masyarakat ketika orang tersebut pernah berguree dengan ulama ataupun guru. Baik itu di dayah ataupun madrasah.
Masyarakat Aceh juga istilah dalam mencari ilmu juga ada yang menyebutkan dengan jak meudagang (pergi berdagang). Sekilas istilah demikian ada yang mengartikan dengan berdagang atau aktivitas ekonomi dan juga berjualan, namu istilan berjualan ada istilah lain yang disebutkan oleh orang Aceh, yaitu jak meukat. Ada sedikit serupa dengan bahasa Arab yaitu Miqat bermakna berhenti sebentar.
Terlpeas dari pembahasan diatas, bagi orang Aceh dayah merupakan pusat dari ilu pengetahuan, sistem pendidikan yang saling berkaitan dengan masyarakat dan kegiatan yang melingkupinya, menjdaikan pendidikan orang Aceh saling terintegrasi antara dunia ilmu pengetahuan dengan keperluan masyarakat. Sehingga keberadaan tradisi Meuguree seperti ini menjadikan lembaga seperti ini sebagai tempat mencari jejak spirit ke-Aceh-an. Selain daripada itu keterkaitan atau hubungan alumni dengan alumni mempunyai ikatan diluar yang sangat erat dan mendirikan dayah di seluruh Aceh. Tradisi Meuguree seperti ini, seolah-olah mempertegas bagaimana ilmu pengetahuan dikembangkan di Aceh. Tujuan penulis mengaitkan hal ini dengan sistem pendidikan. Ketika membahas tradisi Meuguree ini adalah bhawa dayah atau pesantren merupakan sumber pusat peradaban yang paling asli di nusantara. Dikarenakan dengan lembaga demikian dapat menghasilkan jiwa yang memiliki spirit.
Oleh karena itu, persoalan mendasar dalam memahami dunia pendidikan di Aceh adalah karena kehilanga arah orientasi. Dunia pendidikan di Aceh tidak lagi berorientasi menuju pada kesalehan individu atau kesalehan sosial yang merupakan titik tumpuan dari mikro kosmos. Sehingga, warna pendidikan yang tidak lagi memiliki orientasi ini diisi oleh sistem berpikir yang tidak menciptakan pemikir. Yang menjadi alasan tradisi intelektual di Aceh mencapai kesuksesan, karena ada kegelisahan pada sebagian sarjana akan “apa yang diwariskan” terhadap generasi berikutnya. Selain itu mereka juga mengerti betul bahwa melalui tradisi intelektual, Aceh bisa menemukan jati diri ke-Aceh-an mereka.
Dari pembahasan diatas ada beberapa hal yang harus digaris bawahi. Pertama, aceh memiliki akar sejarah sendiri dalam membangun dunia intelektual. Akar ini telah berlangsung selama ratusan tahun. Bahkan ketika Aceh sudah bangkit, Barat baru menemukan spirit intelektual mereka. Seperti yang diperliihatkan oleh Hegel. Kedua, spirit intelektual Aceh telah kehkilangan bentuknya, sehingga aspek kosmoloi yang dimiliki oleh masyarakat Aceh yang menjadi landasan filosofi dan metafisik cara beerpikir orang Aceh begitu susah ditemukan. Ketiga, kajian ini telah memperlihatkan dengan jelas bahwa tradisi Meuguree di Aceh telah menghasilkan satu peradaban tersendiri. Namun tradisi Meuguree saat ini tidak lagi menjadi hal penting dalam duia intelektual Aceh. Bahkan dunia pendidikan Aceh sama sekali tidak lagi diperuntukkan baik itu dalam skala nasional maupun internasional.
Sort: Trending