Assalamualaikum,
Pada kesempatan kali ini saya mendapatkan tugas yaitu mereview buku Acehnologi pengarangnya Pak Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, beliau juga dosen pada Uin Ar-Raniry tepatnya di Fakultas Syariah dan Hukum, adapun yang dapat saya pahami setelah membaca buku Acehnologi tepaatnya pada bab 14 tentang Sejarah Aceh saya merasa disini khususnya pada kalangan muda seperti saya ini sangat minim memahami tentang sejarah, khusunya Sejarah Aceh, dibuktikan dengan ketika pak KBA mengajar pada tahun 2014 dikampus UIN Arraniry, ada seorang mahasiswa yang menyatakan bahwa Sultan Aceh hanya seorang saja, yaitu Sultan Iskandar Muda. Ketika ditanyakan sejarah apa yang mereka pelajari selama dibangku sekolah, serentak mereka menjawabnya sejarah kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Disini bisa kita simpulkan bahwa pemahaman muda-mudi di Aceh ini sangat minim mengatahui tentang sejarah.
Begitu pula dikalangan akademisi terutama di Banda Aceh, jika dibahas tentang sejarah Aceh, cenderung dipandang sebagai romantisme sejarah. Dikarenakanbagi kalangan ini, menceritakan sejarah kegemilangan Aceh adalah sesuatu yang tabu atau dikatakan memalukan. Dikarenakan kondisi Aceh Aceh hari ini sama sekali menujukkan perbedaan dengan kegemilangan Aceh dahulu. Jadi, apa yang saya alami ternyata mendalami sejarah bukanlah yang dikatakan dengan “romantisme”, melainkan sebuah subjek ilmu pengetahuan yang telah dipraktikkan oleh para sarjana. Bisa dikatakan sarjana yang menekuni Aceh, tidak dapat melepaskan diri dari kajian sejarah. Salah seorang sejarawan yang lahir di Aceh kemudian berkarir di Jogja yaitu Ibrahim Alfian.
Dari sejarah samudra pasai juga kemudian diketahui peranan dan kontribusi Aceh dalam menyemai bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa persatuan atau bahasa pengikat bangsa Indonesia ini. Seperi kajian Anthony Reid, misalnya, kerap dijadikan rujukan utama bahwa Aceh merupakana Negara Berdaulat, yang kemudian ditarik siklus percaturan sosial politik dilevel Asia Tenggara. Olehkarena itu, kajian Aceh tidak masuk kedalam kurikulum pendidikan sejarah di Indonesia. Sehingga literatur Sejarah Aceh jarang sekali dikenali ataupun dipahami oleh generasi muda Aceh sendiri.
Saya menarik mengutip peryataan dari Ibrahim Alfian menuturkan bahwa:
Hikayat adalah sastra Aceh yang berbentuk puisi diluar jenis pantun, nasib, dan kisah. Bagi orang Aceh hikayat tidak hanya cerita fiksi belaka, tetapi juga berisi hal yang berkenaan dengan pengajaran moral dan kitab-kitab pelajaran, asalkan ditulis dalam bentuk bersajak. Bagi orang Aceh yang mendengarkan atau membaca hikayat merupakan hiburan utama yang mendidik.
Selain itu juga yang menjadi kendala menulis Sejarah Aceh dihapan Sejarah Naisonal adalah ketika Aceh diposisikan sebagai “lokal” bukan “pusat”, karena Aceh dalam sejarah selalu dinomor duakan, apalagi ditambah dengan dijadikan sejarah Jawa sebagai pegangan atau rujukan pertama. Selain itu juga dengan adanya utusan Atropolog yang menulis sejarah Aceh yang sangat keliru yaitu Snouck Hugronje.
Untuk itu studi sejarah Aceh dipetakan dengan arah angin. Misalnya, sejarah Aceh dengan Timur Tengah akan menampilkan sejarah Kedatangan Islam, Sejarah Sosial Intelektual, Sejarah Diplomasi. Sementara pengkajian Sejarah Aceh jika dihadapkan ke Semenanjung Tanah Melayu, akan ditelaah bagaimana kontribusi Aceh terhadap identitas Melayu, sejarah Kerajaan Melayu, sejarah diplomasi pejuang Aceh pada masa peperangan di Pulau Pinang, Sejarah Diaspora Aceh ditanah Melayu, Sejarah Pengaruh Aceh didalam tata laksana pemerintahan Melayu hingga kepada Sejarah Perdagangan.
Jika dilihat dari karya-karya di Aceh, penulis Aceh cenderung menghubungkan kajian sejarah dengan kebudayaan dan peradaban. Uahsa ini menyiratkan bahwa ada upaya dari penulis Aceh itu sendiri untuk memasukkan Aceh kedalam lintasan sejarah peradaban Islam secara global.
Pada pembahasan sekarang ini kita membahas tentang manusia Aceh, dinamakan manusia Aceh disini apakah memiliki perbedaan dengan manusia lainnya, seperti manusia Melayu, manusia Batak, manusia Jawa dan lain sebaginya, disini Mochtar Lubis telah mebuat satu katagorisasi manusia di Indonesia. Kebanyakan sarjana lebih memilih menjelaskan manusia Jawa, sedangkan manusia Aceh jarang diperbincangkan. Yang sering dimunculkan itu adalah istilah Aceh dengan, Arab, Cina, Eropa, Hindia. Julukan ini belum jelas siapa pencetus pertamanya, walaupun keempat negara yang disebut disini yaitu pernah menduduki dan mendiami pula Ruja (nama lain dari istilah Aceh), selain itu juga ada istilah lain menjuluki Aceh ini dengan, (Aceh Tanoh Aulia) maksudnya adalah Aceh ini merupakan tempat para wali-wali Allah. Yang biasanya di Aceh disebut dengan ‘ulama’.
Pembahasan terakhir ini lebih menjelaskan dan berfokus pada bagaimana membangun kontruksi bangunan Acehnologi. Salah satu dari sekian banyaknya cara adalah caranya dengan mempelajari kembali sejarah Aceh itu sendiri. Adapun titik pusatnya yang harus didalami adalah bagaimana untuk menulis sejarah Aceh ini sebagai suatu pusat peradaban, bukan sebagai pelengkap sejarah untuk penulisan Historiografi Indonesia dan Historiografi Malaysia. Memang cara yang sangat berpengaruh itu merupakan diajarkan kembali ke pada generasi Aceh, supaya masih tertinggal sejarah dari masa kemasa, selain itu juga perpaduan pemahaman Sejarah Aceh yang memiliki dinamika, maka diperlukan telaah berpikir orang Aceh dalam perpektif Kosmologi Aceh, dikarenakan kebanyakan muncul kejayaan dari suatu bangsa berawal dari kosmologi, dan akan dibahas pada bab selanjutnya.
Nice, good post!
thanks
Helo, hai @nauval0606.. Selamat bergabung di Steemit! Suka melihat anda bersama kami.. sudah kami upvote.. (Sebagian kontribusi kami sebagai witness untuk komunitas Steemit Indonesia.)
terimakasih kaaak
✅ @nauval0606, I gave you an upvote on your first post! Please give me a follow and I will give you a follow in return!
Please also take a moment to read this post regarding bad behavior on Steemit.
done