Sekapur Sirih Seniman Bisu
Malam ini kembali aku dalam dunia segi empat, sebuah dunia maya yang memiliki dimensi yang amat unik. Betapa tidaknya demikian, ada banyak hal yang akan kita temui. Salah satunya ada yang mau eksis, kampanye, jualan dan lain-lain (mikir aja sendiri lain-lainnya!). Aku bertanya-tanya, kenapa sebagian orang dalam dunia maya mampu menghasilkan recehan dari dollar?
Malam ini, ku coba angkat tema tentang Ekonomi Dunia Maya sebagai kapur sirih kembalinya Seniman Bisu ke dunia maya. Awalnya aku adalah seorang penggiat kata yang kutuangkan kedalam status di media sosial berbasis makan quota tanpa ada hasil. Sangking gilanya, kupastikan smartphone milikku penuh dengan aplikasi eksis. Gila bukan?. Udah habis quota tapi hasilnya tidak ada. Kenapa Ekonomi Dunia Maya sebagai celotehku malam ini?. Bayangkan saja kita update status tapi menghasilkan uang receh dari dollar. Menulis tapi juga menghasilkan, keren bukan?. Kita semacam dapat kontrak menulis dari Media Koran dengan penghasilan yang cukup memuaskan. Namun media yang akan kontrak kita adalah dunia maya.
Heran?. Dunia Maya tapi menghasilkan pendapatan?
Semangatku kembali menggelegar, keringat di ujung jariku kembali keluar. Berhubung aku bukan seorang pengguna blogger dengan iklan yang berbayar maka kupilih steemit sebagai media memulung recehan dollar. Bulan November 2017 aku diterima sebagai salah satu pengguna steemit. Sedang gencar-gencarnya aku menulis hingga bulan Desember 2017 dompetku terisi uang IDR 1.549.000. Asyik bukan?. Menulis tapi juga menghasilkan. Memasuki awal tahun 2018 semangatku surut, harga steem dollar turun dan hasilnya aku berhenti menulis tanpa daya. Bulan Juli 2018, Juna Juba merupakan seorang abang bagiku. Aku coba deskripsikan detik demi detik inspirasi dan juga motivasi hebat darinya. Malam minggu, meja kayu, jalan raya dan secangkir kopi tuangkan cerita kami (21 Juli 2018).
Kenapa kau berhenti menulis?
Bukankah Curators sedang melirik puisi-puisimu?
Kenapa kau berhenti saat dunia mulai memahami polesan kata yang kau ramu dengan hati?
(Sederetan peluru menghujam kepalaku yang dihembuskan dari senapannya Bang Juna Juba)
Aku pikir kata takkan pernah habis untuk dirangkai dan dibangun menjadi sebuah pondasi literasi di tanah air ini. Motivasi hebat dari Bang Juna membakar adrenalinku untuk menantang dunia maya. Malam ini akan kumulai bahasa dengan celoteh tanpa resep atau panduan menulis seperti yang diajarkan Perguruan Tinggi dengan berbagai macam teori.
Aku petik satu teori hebat dari seorang manusia yang belum pernah menerbitkan sebuah buku. Ia hanya laki-laki berambut gimbal berkulit hitam namun hatinya tak sehitam kopi. Kebun kopi terluas di Aceh adalah tanah kelahirannya (Takengon). Ia manusia dengan semua kemahirannya dalam merumuskan kata, @sangdiyus itulah manusia yang mengajariku satu teori tentang perspektif ilmu terutama sastra.
Jika merujuk ke awal setiap ilmu, maka kita akan menemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa tak ada teori apapun di awal kelahiran semua ilmu. Maka, banyak orang mengenal istilah trial and error dalam fase perumusan ilmu. Kupikir, sastra bukanlah pengecualian. Teori tentang sastra dan tiap ilmu yang ada di semesta ini, muncul setelah kelahirannya; lahir dahulu, baru kemudian diberi nama (Diyus Hanafi, 2018).
Sekapur sirih ini tidak seberapa dari apa yang telah diberikan Bang Juna Juba pemilik akun steemit @jubagarang. Motivasi darinya tak mampu kuterjemahkan dalam tulisan ini namun aku mengerti bahwa menulis di dunia maya adalah ekonomi. Terima kasih kepada Bang Juna dan doaku agar kebaikan adalah balasan yang setimpal untukmu. Aku ingin menulis sepertimu namun penaku masih dengan tinta hitam.
Bireuen, 22 Juli 2018
Selamat datang kembali, sang panyair bisu. Mari kita goreskan pena merdeka di sini.
Terima kasih banyak untuk motivasi hebatnya Bang Juna Juba, We are freedom writers