Memiliki anak lelaki yang tidak bisa diam semenit pun, merupakan anugrah sekaligus tantangan. Bayangkan, dalam pertemuan 15 menit saja, dia bisa mengajukan 10 pertanyaan kritis yang sulit saya jawab.
Pertanyaannya pun tidak jauh dari persoalan tauhid dan dunia biologi serta fisika. Bukan, bukan karena dia sudah belajar tentang itu, tapi setiap ia menonton tayangan kartun Upin dan Ipin, Robot, serta seusai pulang shalat berjamaah di meunasah dan mesjid, ia selalu mengajukan pertanyaan yang memiliki hubungan dengan apa yang barusan ia lakukan.
Nama putra pertama saya adalah Nyak Rafa Al-Asraf, kelahiran Peusangan dan baru saja lulus TK Aisyiah yang berada sepelemparan batu dari rumah. Ia baru saja lulus dengan nilai "menggemaskan", kenapa? Karena kalaulah dihitung secara benar, maka dalam satu tahun masa studi, ia hanya bersekolah setengah dari itu. Bisa jadi lebih sedikit. Saya tidak memiliki catatan khusus, seingat saya --bila saya sedang di rumah-- dalam seminggu ia hanya mau bersekolah dua hari saja. Selebihnya memilih pulang ke rumah ibu saya, atau tidak mau bangun pagi.
"Malas sekolah tiap hari. Itu-itu saja yang diajarkan sama ibu guru." Demikian kilahnya bila dipaksa. Dari sekolah saya mendapat kabar bila Rafa adalah tipikal anak-anak yang tidak suka menulis. "Kalau soal ceramah, serahkan kepada Teungku Rafa," kata gurunya kepada istri saya.
Sejauh ini sudah ada tiga cita-cita yang pernah disampaikannya kepada saya, pertama ia sangat ingin menjadi ustad. Karena sering shalat di meunasah dan sering disapa oleh Teungku Imum Syiek, ia pun bercita-cita jadi ustad. Katanya kala itu jadi ustad enak, karena bisa mengajari orang lain berbuat baik.
Di waktu lain dia bercita-cita menjadi polisi. Ketika saya tanya alasannya, ia mengatakan bahwa menjadi polisi bisa menangkap penjahat.
Akhir-akhir ini ia semakin sering mengatakan ingin menjadi angkasawan (astronot) agar bisa menjelajah alam semesta. "Nanti Abang bisa berkelit dunia, melihat bumi, bulan dan planet lain dari jauh. Wow keren," katanya.
Menghadapi anak yang demikian aktif serta kerap tak memperdulikan sekitarnya ketika sedang asyik bermain, haruslah memiliki kesabaran ekstra. Hingga hari ini saya belum memiliki stok sabar yang cukup untuk menghadapi bocah yang seringkali berdialog dengan dirinya sendiri sembari memiankan apa saja yang ada di hadapannya.
Untuk urusan ginian, semuanya harus saya serahkan kepada istri saya yang harus saya akui memiliki kesabaran tingkat tinggi serta memiliki 1001 akal menghadapi bocah yang serba ingin tahu itu.
Rafa adalah bocah yang sejak belum bisa berjalan susah menyukai sepakbola di televisi. Saya ingat ketika menonton timnas Indonesia bertanding, dia akan ikut bersorak-sorai dengan gaya bocahnya yang lucu.
Anak-anak adalah alam yang terus bertumbuh dan selalu memiliki keinginan yang berbeda seiring pertumbuhan tubuh dan akalnya. Anak-anak tidak diciptakan untuk konsisten, karena ia adalah cikal-bakal manusia dewasa.
Anak-anak bisa dididik dengan nilai, tidak dengan doktrin. Ia bisa dilatih jujur, tapi tidak bisa dimintai tanggungjawab melaksanakan amanah. Ia bisa dilatih disiplin, tapi tidak bisa diberikan tanggung jawab untuk menjalankan tugas. Demikian seterusnya.
Anak-anak hidup pada etape penuh misteri bagi dirinya sendiri. Segala sesuatu yang baru dilihat akan menjadi pencapaian yang luar biasa, hidup mereka yang penuh petualangan --walau di bawah kolong meja-- adalah masa untuk membangun mentalitas dan nilai yang kelak dijunjung di kala dewasa. []
Anak adalah titipan allah,jadi rawatlah anak dengan penuh kasih dan sayang
Terima kasih atas kunjungan Anda selamat membaca.
Buleun Puasa, tambah lagi stok sabarnya Bang. Hehehe.
Hahahaha. @furqanzedef. Bereh.
Cerdas di turoet lagee ayah.
Hahahah. Macam dum droneuh.
saya suka dengan Rafa, suka dengan rasa ingin tahu nya.
karna seorang anak yang memiliki rasa ingin tahu biasanya anak yang cerdas dan mudah bergabung dalam lingkungan.