Sifat menjengkelkan The Beagle Boys ini yang (mungkin) seolah menarikku menghubungkannya dengan Gerombolan Si Berat di warung kopi tersebut.
SUDAH jarang aku menyaksikan pemandangan ini. Suasana ketika segerombolan orang bertampang baik-baik meriung di sebuah warung kopi. Gaya mereka perlente. Kemeja putih berlogo sebuah perusahaan, kerahnya nyaris tanpa ek takue. Ikat pinggang dari kulit menyangga celana kain yang digosok rapi. Sepasang sepatu licin (saking licinnya mampu membuat lalat terpeleset) yang masih berkilat siang itu membungkus kedua kaki. Tangan kanan memegang telepon pintar berlayar jembar, tangan kiri menggenggam telepon jadul berukuran mungil. Di tangan kanan melingkar dua gelang tasbih dan di tangan kiri sebuah arloji stainless steel.
Tiba-tiba ingatanku melayang pada sebuah gerombolan yang pernah mengapung dalam imajinasi. Mereka adalah Gerombolan Si Berat, para penjahat fiksi yang diciptakan Carl Barks dalam komik Walt Disney's. Konon, gerombolan ini adalah penyamun yang berusaha merampok gudang uang milik Gober Bebek.
The Beagle Boys are a group of fictional characters from the Donald Duck universe. Created by Carl Barks, they are a family clan of organized criminals who constantly try to rob Scrooge McDuck. Their introduction and first appearance was in Terror of the Beagle Boys (Walt Disney's Comics and Stories #134, November 1951), although in this story they only appear in the last frame and have no lines. They appear again in the next issue in a similar fashion, in The Big Bin on Killmotor Hill (Walt Disney's Comics and Stories #135, December 1951).
Gerombolan Si Berat atau The Beagle Boys ini punya ciri khas dengan baju sama yang berisi nomor tahanan masing-masing dan topeng khas bandit. Tempat persembunyian mereka berada di sebuah tempat di Kota Bebek tersebut. Para Beagle Boy ditampilkan sebagai pribadi kasar, sombong, menjengkelkan, serakah sekaligus egois. Namun, persaudaraan dan kesetiaan di antara sesamanya begitu kuat.
Sifat menjengkelkan The Beagle Boys ini yang (mungkin) seolah menarikku untuk menghubungkannya dengan Gerombolan Si Berat di warung kopi tersebut.
Siang itu, Gerombolan Si Berat versi Aceh ini menyasar tiga meja di tengah warung. Seorang pelayan muda berbadan cungkring tergopoh-gopoh datang menyambut. Dia lalu merapikan meja; memaksa otot-otot tangannya menarik paksa ketiga meja yang berat itu agar menyatu. Setelah meja-meja menyatu, pelayan bertampang lugu nyaris tanpa dosa itu berdiri si samping kawanan. Ia tak memegang buku catatan. Belasan pesanan dari gerombolan itu dicatatnya dalam ingatan.
"Kaci boh kupi, beuh, yang mangat," ujar seseorang di dalam kawanan. Jika di-Indonesia-kan dalam logat Arab artinya mungkin begini. "Ente bikin kopi dulu sana, tapi awas kalau nggak enak."Yang lain menyambut dengan tawa. Gelak yang terdengar riuh rendah dan menyita perhatian setengah isi kedai.
Aku terpelongo sejenak melihat tingkah kerumunan itu. Setelah menyadari mereka tak sedang mabuk atau baru siap merampok, mataku secepat kilat terpekur lagi ke layar laptop. Pasalnya, sepasang mata dari kerumunan itu menatap begitu tajam ke arahku. Tatapan yang punya penuh makna, seperti mengajak berdansa.
Tak lama pelayan muda itu kembali dengan bergelas-gelas kopi. Ia bolak-balik beberapa kali karena jumlah pesanan yang banyak. Sisa keringat menyisakan pola di ketiak bajunya. Namun, ia berusaha seselow mungkin; seperti legislator yang berusaha menancapkan wibawa di depan toa para pendemo.
Setelah bibir-bibir mencecap kopi, seseorang di antara gerombolan si berat itu nyeletuk. "Hana mangat kupi, jih. Dek, kayue peuget yang mangatlah!" Di dalam bahasa Betawi jika ini diterjemahkan serampangan bisa berarti, "Kopi lu bikin gua neg. Lu bikin yang enak napa!"
Si pelayan muda, sedang dalam masa puber, mukanya berubah gugup. Beberapa jerawat di muka milenialnya seperti mau meledak karena grogi. "Jeut, Bang," jawabnya. Ia membawa gelas kopi itu kembali ke tempat tukang sareng.
Lamat-lamat, kudengar gerombolan si berat menggunjing hal itu: soal kopi yang tak enak. Suara mereka yang bariton membuat otakku tak fokus. Brak!!! Mulanya aku mengira ada langit-langit yang jatuh. Rupanya, sebuah telapak tangan mendarat ke meja. Dari suara yang ditimbulkan, sepertinya telapak tangan itu berukuran besar. Bunyi itu diikuti dentingan sendok beradu gelas.
Kupikir, tadi si pemilik tangan marah karena kopinya yang kurang enak. Ternyata itu hanya canda. Namun, gebrakan itu membuat jari-jemariku salah mengetik sandi email. Aku menggerutu dalam hati, seolah hari ini begitu sial.
Entah apa kesenangan yang begitu membuncah di gerombolan itu hingga mereka kerap kali tertawa. Perhatianku pecah kepada mereka. Aku mencoba menguping, merangkai kepingan pembicaraan itu lalu sedikit banyak paham dan sesudahnya aku menyadari bahwa itu hak mereka sepenuhnya.
Namun, sudah lama aku tak melihat pemandangan seperti itu. Aku pikir ketika banyak orang memilih pindah berkaum di media sosial, kerumunan wkwkwk di dunia nyata itu berkurang. Ternyata tidak. Mereka masih ada. Suara mereka tetap besar-besar hingga aku paham kenapa para wadam di negeri ini dipaksa berteriak. Mungkin, agar kelak suatu hari mereka masuk kedai kopi dan berteriak-teriak laksana Gerombolan Si Berat itu. Bukan dengan suara kemayu yang membuat pipis saja susah keluar.
Ane telpon tadi nggak aktif nomor abg,,, untong nggak ada anak muda, kalau nggak habes tu orang,,,, hahaha
Waktu itu kan ada dirimu hahaha
Jiah ada ya,,, nggak teringat, mungkin karena fokus kali ama laptop,,, sampek2 ada biang kerok pun nggak digubris,,, haha
Hm.... suka nguping rupanya, hati-hati nanti panjang kupingnya...
Aku mencoba seperti Mr Bean dalam Maigret Sets a Trap, Han, hahaha
Nggk pernah nonton bang.... jadi nggak bisa bayangkan
Palak kuh keu gerombolan nyan. Bak na yue gantoe kupi lom... Hahaha.
Hahaha, biasa nyan, kadang kupi bak lidah awak nyan memang hana mangat
Selalu suka kalau sudah cerita analogi seperti ini dari abang. Saya baca dua kali utk pahami gerombolan si berat. Kirain bawa tasbih, rupanya gelang tasbih. Haha. Sekarang domisili Banda Aceh kan bang?
Hahaha, iya, di Banda Aceh, Bang @ariefdermawan domisili dmn?
Saya setelah 5 tahun kuliah di unsyiah skg sudah pulang kampung ke Langsa. Kapan saya main ke bna, kita ngopi ya Bang. 😅
Siappp ehehehe
Kalo mau enak se enak lidahnya mencicipi kopi kenapa dia g buat aja sendiri di rumah?
Lumrah, tapi membuat kita jengkel, tapi tak ada hak untuk kita marah kepada laksana gerombolan baret merah.
"Tak naik pikir" @meja
Saya juga ikut tak naik pikir Bang @tompi hahaha
Hahahha
Mungkin karya mereka demikian adanya.
Maklum baju kaum gerombolan baret merah tak bertaik kalang.
Maklumlah!. Hahahha.... Biarkan mereka dengan karyanya bang @meja
Hahaha, maaf itu bukan gerombolan baret merah bang @tompi
Oya ya? Laksana gerombolan baret merah maksutnya...
Hahabqbqb
176-671, 761-167, 617-716...bisa berapa juta kombinasi yah, dari nomor seri si Beagle Boys 😂 Dan itu gerombolan yg di kedai kopi, kalau di film Jackie Chen bentar lagi bakal jadi fokus adegan bag big bug
Hampir ada adegan kayak di film jackie chan kak, cuma orang lain yang masih bersabar hihi
Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by themuray from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.