Pada tanggal 7 Juni 2018, sebelum memberikan ceramah di FAMe Chapter Aceh Besar, saya ikut rapat dengan Baitul Mal Aceh d UIN Ar-Raniry. Salah satu isu yang muncul adalah tentang Bank 47.
Sudah lama saya mendengar istilah Bank 47. Istilah ini akan mengingatkan kita pada bank yang punya nomor 46. Saya pikir istilah ini dibuat-buat, sampai saya diberitahu bahwa itu adalah sekelompok rentenir atau lintah darat yang menghisap orang-orang yang membutuhkan dana segar dalam waktu cepat.
Modus operandi adalah meminjam uang kemudian bunganya mencapai 30%. Target nya adalah para penjual di pasar-pasar tradisional. Walhal, hampir semua pasar di kota Banda Aceh, terdapat Bank 47. Mereka beroperasi jam 3 pagi. Lalu menawarkan sejumlah pinjaman, dengan bunga yang mencekik leher. Bagi pedagang kecil yang ingin memutar roda bisnis, dana segar sangat diperlukan.
Setelah kesepakatan dibuat, maka sang peminjam biasanya tidak sanggup membayar, karena dibayar per-hari dan bunganya pun terus dihitung. Stres. Putus asa. Bahkan ada yang berusaha untuk minum racun, ketika tidak sanggup membayar. Terkadang, bagi mereka yang meminjam hingga ratusan juta, terpaksa memikirkan kapan bisa lepas dari jeratan lintah darah ini.
Ada yang diambil aset. Kendaraan dirampas. Kulkas dan televisi dijarah. Penagih hutang selalu meneror. Karena itu, fenomena Bank 47 belum menjadi perhatian khusus di kalangan umat Islam. Sebab, fenomena ini terjadi di bawah tanah. Namun, sudah menjadi rahasia umum, bagaimana kekejian yang melanda keluarga yang terjerat Bank 47.
Upaya untuk menanggulangi persoalan Bank 47 tidak bisa hanya bantuan ekonomi, tetapi juga harus ada perbaikan mental untuk umat. Sebab, ketika ada bantuan dari lembaga ummat, terkadang mental peminjam pun perlu dibenahi. Saat ini, Bank 47 lebih banyak dikontrol dan dikatrol dari luar Aceh. Mereka datang secara simultan untuk mengejar target siang dan malam.
Karena itu perlu dipikirkan bagaimana upaya mengurangi ketergantungan umat pada Bank 47. Upaya ini harus menjadi agenda besar untuk memerangi lintah darat yang menghisapnya darah segar rakyat. Saya berharap kalangan yang aktif di media sosial perlu mengkampanyekan #stopbank47. Inilah yang menjadi perhatian para tokoh-tokoh yang ditetapkan sebagai DPS Baitul Mal Aceh. Isu ini diharapkan mampu direspon oleh masyarakat luas, supaya Bank 47 tidak beroperasi lagi di Aceh.
Selain bank 47..Dulu AK-47 juga Sudah tak beroperasi lagi juga Di Aceh
Tadi mau saya tulis judulnya dari AK 47 ke Bank 47. Begitu Akhi....
Asal usul namanya konon dari praktik pinjam 4 kembali 7.
Praktik penghisapan ini masih marak. Keterlibatan lembaga pengelola zakat diikuti perluasan semangat dan praktik koperasi di tingkat komunitas perlu dilakukan intensif, pak @kba13.
Iya Bang. Sedang dipikirkan formula. Saya dengar pemerintah sudah merespon isu ini secara serius di Banda Aceh. Ada persoalan mental di situ ...
Iya pak, pernah dengar kisah itu😄
Tetap semangat membikin kisah asik seperti ini pak ya? Biar masyarakat dpt peka dan pinter menilai salah dan benar... kadang, ada masyarakat yg harus kita umpat dulu, baru dia sadar telah bergelut dalam keputusan salah🙏
Makasih Pak. Sudah lama memang terdengar kisah Bank 47 ini, tetapi susah menerangi, karena kejahatan ini sangat terorganisir. Mereka hadir persis utk menghisap darah, bukan membunuh secara langsung...
saya acungi berbagai jempol,yang telah peduli terhadap ekonomi ummat
Makasih. Semoga kepedulian kita ini bisa ....