Tanpa menyinggung sedikitpun tentang SARA, saya ingin mengingatkan kembali 1 fenomena yang belakangan ini seperti menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan yang dimaksud adalah tentang cara belanja kebutuhan dapur yang kerapkali dilakukan di supermarket, tidak lagi di pasar tradisional.
Merujuk pada asal-muasal kewarganegaraan pribumi yang sejak lahir mendiami tanah air tercinta, sudah sewajarnya toke tanah kebanyakan adalah orang Indonesia. Bagaimana dengan yang mengolah tanah? Tentu saja, petani Indonesia. Hasil bumi pertiwi ini dijual oleh pedagang Indonesia di pasar Indonesia. Sampai di situ, tidak ada yang salah.
Sejak munculnya mafia asing yang diduga kuat memiliki kekayaan hingga mampu mengambil kuasa di dunia perdagangan, semua yang di atas saya jelaskan menjadi berubah alur. Pajak berubah, uang keamanan bertambah, hingga harga yang diatur sedemikian rupa semakin menambah runyam masalah perdagangan.
Akhirnya, muncullah perdangangan jenis retail sampai menjangkau pelosok negeri. Padahal, dulu pasar tradisional sangat ramai. Meskipun bangunannya tidak permanen, tanpa atap, berlantaikan kubangan air dan tanah yang becek, serta aroma busuk dari bahan mentah yang dibiarkan menyampah itu tetap dikerumuni masyarakat Indonesia. Sekarang? Mereka punya saingan berat.
Bisnis retail semakin laku. Katanya sih karena jarak tempuhnya dekat, berAC, dan tidak jorok serta bau busuk. Maka, jangan heran kalau harga yang ditawarkan juga lebih mahal. Tentu saja, tidak ada istilah bargain di sana. Alasannya jelas, ada harga sewa gedung, listrik, dan gaji karyawan yang harus dibayar.
Kalau saya pribadi, belanja kebutuhan dapur tetap disesuaikan dengan kebutuhan, waktu, dan pastinya uang. Saya belanja di mini market terdekat karena tidak punya banyak waktu untuk belanja ke pasar tradisional dalam jumlah yang sedikit. Kalau sedang libur, bisa jadi saya sempatkan berbecek ria demi menghargai petani dan pedagang Indonesia dengan adanya "tawar-menawar".
Jadi, ini bukan masalah pribumi atau lainnya. Ini masalah pilihan hidup. Mau membantu orang kaya yang jadi pengusaha retail atau membantu masyarakat belum kaya dengan belanja di pasar tradisional.
Seandainya, anak saya punya takdir memberantas mafia dan memajamen harga pasar sebaik mungkin sebagai Menteri Perdagangan, maka saya akan membantu memfasilitasi belajarnya dan membantu lewat doa. Semoga langkah itu dimudahkan demi membantu petani dan pedagang Indonesia. Dan tentu saja, mengurangi repetan emak-emak yang diberi belaja RP 100rb ke pasar oleh suaminya.
Terima kasih sudah mampir.
Salam pendidik.