Pasir putih yang halus dan laut yang biru sebuah gambaran indah yang dapat kita lihat di pantai Lambaro, desa Gugop, Pulo Aceh. Suara deburan ombak seolah-olah menggambarkan semangatnya anak-anak untuk melepaskan tukik ke alamnya. Tukik si bayi penyu yang kian hari kian langka. Marzuki pendamping dan juga laki-laki yang membantu para mayarakat dalam mengedukasi pelestarian penyu, hasil dari itu maka lahirlah Lembaga Ecowisata Pulo Aceh, “kami mencoba sampaikan kepada masyarakat Pulo Aceh untuk buat konservasi penyu di sini satu,” ungkap laki-laki penggiat kelautan itu.
Tiga puluh enam ekor dari 50 butir telur penyulekang berhasil di tetaskan dengan kondisi baik dan normal, melalui konservasi rekayasa yang dibuat oleh komunitas ekowisata masyarakat Gugop yang dibentuk oleh Yayasan Lamjabat.
Kegiatan yang dilakukan LEPA antara lain pengamanan dan pengamatan penyu, penetasan semi alami, pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik. Penetasan semi alami yaitu penetasan telur penyu yang diambil dari pantai, kemudian dipindahkan dan ditanam kembali ke dalam sarang semi alami di pinggiran pantai, yang kemudian dijaga dan diawasi oleh kelompokhingga menetas. Hal ini dilakukan agar menjadicontoh bagi masyarakat.
Marzuki pembina konservasi sering berkomunikasi dengan Muslim warga desa Gugop dan menjadi ketua umum LEPA. laki-laki berkulit gelap itu menhimpun semua para pemburu telur penyu dan mengajak mereka untuk berdiskusi untuk membuat konservasi penyu di desa itu. “Kami berikan pemahaman awal ke mereka. Kami sampaikan bahwa ada beberapa tempat yang sudah berhasil kita buat. Seperti di Panga dan di Lampuuk. Kita coba buat dengan jaringan,” ungkap Marzuki.
Setelah kesepakatan telah di dapatkan Marzukidan teman-teman yang tergabung dalam LEPA, mengatur pelatihan untuk pelestarian penyu. Pelatihan ini sudah di laksnakan di bulan November, di Universitas Syiah Kuala di sebuahruangan yang terletak dibelakang magister kebencanaan. Pada pelatihan itu dihadiri oleh mereka yang ahli pada bidangnya seperti dari Pusat Kajian Satwa Liar UNSYIAH. Balai PengelolaanSumberdaya Pesisir dan Laut Padang, sertaketua tim pelestarian penyu dari Panga. Mereka melatih kelompok LEPA, selama dua hari. Mulai dari teori hingga praktek lapangan.
“Seusai pelatihan itulah baru kita coba lihat,perkembangan kelompok. Kemaren di Desember kita coba evaluasi. Mereka sudah mulai menangkarkan sarang. Dari situ, yang pertama itu netas, cuman ini masih tahapan awal kamipendampingan. Dasarnya, yang sedang kami dorong kepada masyarakat adalah karena mereka ini semua adalah pemburu. Kami tak mau masuk dalam konservasi total. Karena sebenarnya penyu ini sudah tidak boleh di makan lagi,” ungkap Marzuki pendamping LEPA.
Marzuki melakukan proses persuasi terhadap warga, dan akhirnya masyarakat sepakat dengan pembagian secara adat. “Pembagian iniDari kelompok ada 10 orang, mereka mau komitmen setidaknya ada. Target mereka sebenarnya ada 1000 untuk musim peneluran ini. Berarti, kalau kami hitung-hitung, harus ada telur sekitar 1200 atau 1300 untuk jadi 1000,” ujar Marzuki.
Laki-laki yang kerap di sapa Miki menuturkan jika dari masing masing anggota kelompok itu,hanya menyumbang satu sarang satu orang.Maka target yang di inginkan pasti tercapai. Karena satu sarang perkiraannya mencapai 120butir sekali bertelur kalau komitmen. Musimbertelur ini akan habis di April. Dan wraga pun menyetujui pembagian adat ini dan sepakatsampai selesai musim ini.
“Kita lihat di akhir musim ini, Di April atau di Mai nanti. Kalau memang ini sudah jalan, baru kami masuk tahap kedua, baru masuk dengan ekowisata, persoalan di Pulo Aceh ini mereka hanya pemburu telur. Itu di dapatkan berdasarkan hasilkan diskusi, perburuan telur disini hanya sebatas untuk di konsumsi dan dijual. Hanya itu persoalannya. Dan itupunsebatas pekerjaan sampingan mereka, karena pekerjaan utama mereka melaut dan bertani,” ungkap Miki.
pemburuan telur penyu ini berubah menjadi pencaharian utama pada saat musim bertelur saja. Di saat musim penyu bertelur saja. Setelah kita lihat dan kaji. Motif mereka hanyapersoalan ekonomi. Marzuki berharap semogatahun ini target Buat ekowisata dapat terselasaikan. “Kalau ekowisata ini sudah ada kan berarti mereka sudah kuat ekonominya, ketika ekonomi mereka sudah dapat dari hasil konservasi penyu ini, ini bisa kita naikkan lagi level masyarakat. Setelah ekowisata masyarakat di sini sudah jalan, baru kita bisa masuk denganaturan yang lebih ketat. Ini bertahap, mudah-mudahan kita akan sampai pada level konservasi sebenarnya. Mungkin harapan kita, telur itu tidak akan diambil lagi semuanya. Pelan-pelan. Jika tidak satu tahun, dua tahun, tiga tahun, kita bertahap,” ungkap aktifis kelautan itu.
Kegiatan pelesapasan Ini berjalan dengan baik, diluar dugaan antusiasme masyarakat sangat luar biasa, suara deburan ombak yang menghantam tukik seakan-akan kalah dengan suara soak warga sekitar yang melihat pelepasan tukik, membuat pada saat pelepasan serasa meriah bak pasar. Fitri murit kelas 1 SD desa Gugop merasa senang dapat melihat dan menyentuh anak-anak penyu ini, ia merasa senang dapat ikut andil dalam pelepasan ini.
gadis kecil yang lahir dan tumbuh di daerah pesisir ini, mengaku belum pernah melihat tukik, dan ini enjadi suatu fenomena yang sangat miris, di tempat yang mereka tempati serasa asing bagi mereka sendiri tanpa melihat potensi yang mereka miliki.Marzuki mengungkapkan ia ingin melihat padatahap berikutnya. Ia juga akan mengusahakanperhatian dari pusat dengan akan mendatangkan dari kementerian kelautan pusat.Ini dilakukan untuk memotivasi mereka. “kalau memang pusat datang. Dan bila kesadaran itu sudah terbentuk, itu sudah enak itu. Tahun inikami lebih mendorong kepada kesadaran dan kepekaan mereka,” ujarnya.
![IMG_20180105_174305.jpg]
()
iya, telur tukik banyak dimakan kak, abis tu tukik yang besar biasanya diburu, juga ada yang hidup dilingkungan yang tidak mendukung karena banyak sampah.
Iya, bnyaknmati kenak jala, sampah kejamnya manusia 😂