Orang-orang Biasa di Balik Perjalanan Damai Aceh | Ordinary People Behind the Aceh Peaceful Journey

in #indonesia7 years ago

Buku4.jpg

BANYAK orang sudah menuliskan sejarah perjalanan panjang menuju perdamaian Aceh. Ada yang mengisahkan dari sisi proses, ada pula yang menulis para tokoh yang berperan di balik perjalanan damai tersebut. Namun, jarang orang mau menulis tokoh-tokoh sederhana yang turut berperan dalam perjalanan damai Aceh.

Buku “Jejak Setapak di Tanah Rencong” karya Siti Rahmah ini mencoba mengungkapkan sisi lain dari perjalanan damai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (RI). Rahmah mengungkap sejumlah tokoh biasa yang sebenarnya punya peran luar biasa mengantarkan perdamaian Aceh.

Siapa sangka bahwa kehadiran penerjemah (translator) sangat berpengaruh dalam komunikasi damai. Sebagaimana diketahui bahwa perdamaian Aceh dengan Indonesia disertai campur-tangan orang asing. Di sinilah peran penerjemah menjadi penting.

Buku3.jpg

Hadirnya Henry Dunant Center (HDC) dan Joint Steering Committee (JSC) semasa konfllik di Aceh merupakan bagian dari peran asing dalam menyelesaikan sengketa GAM-RI. Peran penerjemah sangat diperlukan, karena orang Aceh, baik GAM maupun masyarakat biasa, banyak yang tidak mampu berbahasa asing, meski hanya untuk bahasa Inggris.

Belum lagi soal ego orang GAM ketika itu yang sangat antipati terhadap bahasa Indonesia. Mereka lebih senang menggunakan bahasa Aceh, selain bahasa Inggris tinimbang bahasa Indonesia. Di samping itu, ketika berhadapan dengan orang asing, banyak pejuang GAM yang gelagapan. Tidak bisa berbuat banyak kecuali menjadi pendengar budiman. Di sinilah peran penerjemah sangat dinantikan.

Namanya Amrad. Disebutkan bahwa Amrad adalah seorang guru bahasa Inggris pada beberapa lembaga kursus di Banda Aceh sejak tahun 1994. Nasib baik mengubah hidupnya. Wartawan asing di Aceh banyak mencari penerjemah. Amrad pun menjadi salah seorang penerjemah bagi para wartawan asing tersebut. Selanjutnya, Amrad bekerja pada HDC sebagai penerjemah, terutama untuk bahasa Inggris, Aceh, dan Indonesia.

Tes perdana yang ia ikuti sebaga penerjemah adalah berkomunaksi langsung dengan David Gorman, kepala perwakilan HDC untuk Aceh. Ketika itu, Amrad harus menerjemahkan kalimat yang disampaikan Gorman dalam Aceh dan Indonesia. Amrad dinyatakan lulus.

Selain penerjemah, ada sosok biasa lain yang diungkapkan dalam buku setebal 270 halaman ini. Katakanlah Marlina, seorang wanita usia sekolahan yang memilih masuk tentara perempuan GAM. Meski ada banyak perempuan yang tergabung dalam laskar Inong Balee, Marlina menjadi sosok yang menarik diulas oleh Rahmah. Pasalnya, Marlina hanya seorang wanita biasa yang hidup pada sebuah kampung di Pidie.

Suatu hari, seorang petinggi GAM, Teungku Yahya, mendatangi rumah Marlina. Remaja 17 tahun itu diminta bergaung bersama laskar Inong Balee untuk berjuang. Ajakan yang spontan itu diterima Marlina tanpa berpikir dua kali, karena doktrin yang disampaikan oleh Teungku Yahya bahwa Aceh sudah dijajah.

Buku1.jpg

Tiga bulan lamanya Marlina mengikuti latihan bersama laskar Inong Balee. Ia dilatih langsung oleh para Mu’alim, yakni petinggi GAM. Suatu hari, kelompok Marlina diperintahkan melompat ke sungai dengan ketinggian mencapai lima meter. Teman-teman Marlina ada berteriak Allahuakbar, ada juga yang baca surah Yaasin.

Giliran Marlina, ia beteriak “Maaamakkk....”

Marlina tidak bisa berenang. Ia nyaris tenggelam. Para Mu’alim yang menunggu di sungai segera menolong Marlina.

Demikianlah cuplikan kisah para tokoh biasa dalam buku yang ditulis oleh Siti Rahmah ini. Ia mencoba menghadirkan tokoh biasa menjadi luar biasa, yang ternyata memiliki peran penting dalam proses runding perdamaian. Jikapun ada sosok yang lumayan dikenal dalam buku ini, adalah Bambang Darmono dan Supiadin. Selebihnya, para tokoh yang diceritakan dalam buku terbitan Maslamah Media Mandiri ini adalah orang-orang biasa.

Oleh karena itu, buku ini sangat menarik dibaca. Apalagi, pengalaman Rahmah dalam menulis feature membuktikan bahwa kisah yang ia tuturkan dalam buku ini adalah sebuah feature bergaya esai. Selamat, Rahmah!

Banda Aceh, 12 Maret 2018
Herman RN

=========ENGLISH VERSION=======

Buku3.jpg

MANY people have written the history of the long journey to the peace of Aceh. There is a story from the side of the process, some are writing the characters who play a role behind the journey of peace. However, rarely people want to write simple figures who play a role in the peaceful journey of Aceh.

The book "Jeep Trail in Tanah Rencong" by Siti Rahmah is trying to reveal the other side of the peaceful journey of the Free Aceh Movement (GAM) and the Government of the Republic of Indonesia (RI). Rahmah reveals a number of ordinary figures who actually have an extraordinary role to deliver peace Aceh.

Who would have thought that the presence of translators (translator) is very influential in peaceful communication. As is known that the peace of Aceh with Indonesia accompanied by the intervention of foreigners. This is where the role of the translator becomes important.

The presence of the Henry Dunant Center (HDC) and Joint Steering Committee (JSC) during the Aceh conflict was part of a foreign role in resolving GAM-GoI disputes. The role of the translator is indispensable, because Acehnese, both GAM and ordinary people, many are unable to speak a foreign language, even for English.

Buku5.jpg

Not to mention about the ego of GAM people when it is very antipathy to the Indonesian language. They prefer to use the language of Aceh, in addition to English rather than Indonesian. In addition, when confronted with foreigners, many GAM fighters stutter. Can not do much except to be a good listener. This is where the translator's role is highly anticipated.

His name is Amrad. It is said that Amrad was an English teacher at several institute courses in Banda Aceh since 1994. Fortune changed his life. Many foreign journalists in Aceh are looking for translators. Amrad became one of the translators for the foreign journalists. Furthermore, Amrad works on HDC as a translator, especially for English, Aceh and Indonesia.

The first test he attended as a translator was to communicate directly with David Gorman, the HDC representative for Aceh. At that time, Amrad had to translate the sentence that Gorman delivered in Aceh and Indonesia. Amrad passed.

In addition to the translator, there is another ordinary figure expressed in this 270-page book. Let's say Marlina, a school-age woman who opts into GAM female army. Although there are many women who are members of the Inong Balee army, Marlina becomes an interesting figure reviewed by Rahmah. The reason, Marlina just an ordinary woman who lives in a village in Pidie.

One day, a GAM official, Teungku Yahya, came to Marlina's house. 17-year-old teenager was asked to resonate with the army of Inong Balee to fight. Spontaneous invitation was accepted Marlina without thinking twice, because the doctrine delivered by Teungku Yahya that Aceh has been colonized.

Buku2.jpg

For three months Marlina attended the training with the Inong Balee army. He was trained directly by the Mu'alim, the GAM leaders. One day, Marlina's group was ordered to jump into a river with a height of five meters. Marlina's friends are shouting Allahuakbar, others read the Surah Yaasin.

Marlina's turn, she called "Maaamakkk ...."

Marlina can not swim. He almost drowned. The Mu'alim who waited in the river immediately helped Marlina.

Such is the footage of ordinary characters in the book written by Siti Rahmah. He tries to bring extraordinary figures into extraordinary, which in turn has an important role in the peace negotiation process. Even if there is a figure that is quite well known in this book, is Bambang Darmono and Supiadin. The rest, the characters are told in the book published by Maslamah Media Mandiri this is ordinary people.

Therefore, this book is very interesting to read. Moreover, Rahmah's experience in writing the feature proves that the story he told in this book is an essay-style feature. Congratulations, Rahmah!

Banda Aceh, March 12, 2018
Herman RN

steem.jpg

Sort:  

Saya sudah upvote postingan anda. Tlong upvote juga postingan saya. Smoga kita bisa saling membantu. Trimakasih

upvote Anda sama seperti upvote saya, 0.00. Sama sekali tidak membantu. Semoga kita bisa sama-sama kuat. Terima kasih.

Di dalamnya ada kisah steemian @farahtjut. Siti Rahmah juga Steemian, sudah ada akunnya, cuma belum memulai menulis.

Wow... dahsyat ini. Ternyata para seteemian sudah mewabah ke inong balee hihii

Mau bukunya🐰🐸🐧🐙

Silakan hubungi penulisnya :)

Dah beredar ini bang, kok penasaran saya ma kisah lainnya

Peluncuran perdana seminggu lalu di Jakarta.

Oooo belum ada di Zikra atao Gramedia ya bang

Belum kayaknya. Bisa pre-order

Sip bang. Semoga nanti ada waktu buat beli buku ini. Sebab ini cuplikan sejarah yang harus diketahui.

Semoga. Makasih