Aku Tak Mengenal Hari Bumi

in #indonesia7 years ago

Source Image

Aku tak begitu mengenal hari bumi yang di peringati setiap 22 april, tak akrab dengan peringatan itu juga tak kenal dengan Gaylord Nelson yang sukses mempengaruhi masyarakat dunia internasional yang menjadi motivasi lahirnya hari bumi. Aku juga tidak pernah terlibat dalam memperingati hari – hari yang menyangkut bumi serta hari yang berkorelasi denganya. Karena ku pikir jauh sebelum Gaylord Nelson mempengaruhi masyarakat international Al-Quran sudah terlebih dahulu menjelaskan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi dan di amanatkan untuk mengurus bumi hingga hari kiamat (QS Al-Baqarah:30). Maka atas dasar itu setiap hari adalah hari bumi dan karena itu pula aku menolak sebisa mungkin untuk tidak terlibat ceremony tentangnya serta ceremony lain yang berkorelasi denganya.

IMG-20180421-WA0013.jpg

Pohon dadap ku tanam di pinggir sungai di kampungku atas anjuran orang tua yang buta huruf. Pohon dadap ini merupakan pohon lokal yang kuat mengikat tanah sehingga air lebih banyak tersimpan

Jauh sebelum pemerintah menetapkan berbagai produk hukum mulai dari undang – undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, perda – perda (qanun) di berbagai daerah yang sudah bosan aku baca maka Al-Quran juga telah menetapkan bagaimana seharusnya khalifah di muka bumi mengelola alam secara bijak dan arif yang di terjemahkan kedalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari – sehari. Sebagaimana tertuang dalam QS. Al Mulk Ayat 15, QS. Al Mursalaat Ayat 27, QS. Ar Rum Ayat 41-42, Q.S. Al A’raf ayat 56-58, QS. Al Baqarah Ayat 164, QS. Sad Ayat 27-28, QS. Yunus Ayat 101. Sungguh pun aku tidak pernah merasa kecewa secuilpun jika yang tak paham itu adalah non muslim, tapi akan sedikit miris jika mereka muslim yang tak mau memahaminya apalagi jika mereka adalah golongan orang – orang yang di anggap paham agama.

Suatu hari diriku pernah mengikuti seminar soal air dan lingkungan di situ di bicarakan bagaimana pengelolaan alam secara bijak dan arif di masa mendatang, semua teori yang di sampaikan itu adalah benar. Namun pada saat yang sama diriku juga terheran – heran karena ruang pertemuan itu penuh dengan sampah plastik makanan yang menari – nari berjejer di bawah kursi – kursi. Aku malu pada kuntilanak dan jin pengganggu lainya karena aku tidak sanggup bila mereka benar – benar akan mentertawakan ku di malam hari atas kejadian itu

Sudah lama aku menutup kertas – kertas artikel maupun jurnal soal bumi, lingkugan, air, hewan liar dan sejenisnya karena terlalu banyak pendapat para pakar di dalamnya. Pendapat yang paling membuatku sedikit geli adalah antara produksi dan konservasi, sudah jelas – jelas di antara keduanya dua hal yang sangat berbeda tapi dalam implementasinya sering kali semangat konservasi di isi program produksi. Semisal semangat menanam 1000 pohon untuk tujuan konservasi tapi yang di tanam malah kayu produksi. Gara – gara itu aku bolak balik kamus bahasa Indonesia apakah ada tata bahasa yang salah sehingga salah paham dan akhirnya aku tak menemukan dan ku letakan semuanya dan aku kembali beralih ke teori nenek moyangku. Ternyata teori nenek moyangku yang tak perpendidikan tinggi yang tak mengenal sekolah, buta huruf jauh lebih arif dari pada pakar – pakar baik secara teoritis maupun secara praktek.


IMG-20180421-WA0003.jpg

Pohon bambu yang ku tanam di salah satu titik longsor, agar tidak terjadi longsor di musim hujan berikutnya. Orang takut menanam bambu karena alasan ular padahal cara tebangnya yang salah akibat malas dan mau enaknya saja

Para leluhurku tak banyak berteori soal alam, tetapi aku lebih memilih cara mereka dari pada cara para pakar dalam bersahabat dengan alam. Semisal nenek moyangku telah memberi contoh menanam bambu di hulu sungai, pinggir sungai dan daerah terjal agar tanah tak longsor air menjadi jernih dan itu terbukti dimana kawasan – kawasan terjal sangat jarang di hinggapi bencana longsor maupun banjir bandang. Aku juga tak pernah melihat ada sumber mata air di bawah pohon mahoni, jabon dan jenis pohon produksi lainya, yang pernah ku lihat sumber mata air berada di bawah pohon beringin (ramung) maka nenek moyangku melarang untuk menebangnya dengan alasan ada penghuni makhluk halus padahal maksudnya biar air tak kering, juga tidak terjadi banjir bandang pada saat musim hujan, dan masih banyak contoh – contoh baik lain yang di berikan oleh leluhurku. Hanya generasi pada saat ini terlalu modern sehingga tidak terlalu tertarik untuk melestarikan apa yang di ajarkan leluhurku karena di anggap kuno dan tak bernilai bisnis, diperparah dengan kebijakan penguasa yang sering tak menghargai kearifan lokal.

Sejak saat aku mengetahui praktek – praktek yang baik yang di berikan leluhurku di tambah belajar pada kejadian alam aku pun menolak hadir sebisa mungkin dalam kampanye – kampanye soal lingkugan, kampanye tanam pohon yang spanduknya besar – besar, beritanya wah dan beken. Aku pun lebih memilih jalan sendiri dan mengerjakan apa yang bisa ku kerjakan menurut kemampuanku supaya kelak aku tidak di tuntut di akhirat terhadap apa yang telah ku ketahui.

Sebetulnya cerita tentang kearifan leluhurku bagaimana mengelola alam masih panjang, bagaimana mereka mengelola alam dengan arif dan bijaksana tapi aku tak mau menceritakan lebih panjang karena aku tau itu tiadalah artinya karena tak ada nilai bisnisnya. Aku juga tak pernah menyampaikan kepada pemangku kebijakan karena aku tau hasilnya akan berakhir di tong sampah karena tak ada nilai proyeknya.

Yang mampu ku lakukan hari ini adalah tindakan sederhana saja menurut kemampuanku dalam menterjemahkan kearifan lokal yang di wariskan oleh leluhurku. Semoga Allah Swt memberiku kesempatan dan rejeki yang lebih besar di masa mendatang agar aku dapat melakukanya dalam skala yang lebih besar tanpa harus merepotkan siapapun.

Sort:  

Aaminn.!! Salut saya atas pemikiran cemerlangnya bg @gayocoffefarm.!!

I am proud of you brother

Izin Resteem

I like this post brother
Dear Sir my post comments and upvote of your post comments and upvote will

Thank you brother @shaifullah

Welcome brother